jpnn.com - JAKARTA – Kelanjutan rapat Pansus Angket Pelindo II di DPR, Jumat (4/12) berjalan seru. Pasalnya, dalam rapat itu semakin terkuak banyaknya pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan terkait perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta International Terminal Container (JICT) dengan perusahaan asal Hong Kong, Hutchison Ports Holding (HPH).
Menariknya, rapat yang dipimpin Ketua Pansus Rieke Diah Pitaloka, dihadiri langsung oleh Direktur Utama Pelindo II (IPC) RJ Lino, jajaran komisaris serta Dirut JICT Dani Rusli dan jajaran. Bahkan, sesekali raut muka Lino terlihat memerah ketika dicecar anggota pansus terkait legalitas tindakannya.
BACA JUGA: Asoyy... Tunjangan Kinerja PNS KKP Naik Jadi Rp 26,3 Juta
Seperti yang terjadi ketika Anggota Pansus Nasir Bahar menanyakan pertimbangan perubahan otorisasi antara PT Pelindo II dengan JICT, hingga notulensi Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagai dasar perpanjangan kontrak JICT kepada HPH untuk 20 tahun pada tahun 2014 lalu. Pertanyaan ini untuk Dirut JICT, tapi karena Dani tak bisa menjawab, Lino pun ambil bagian.
“Yang mendasari perubahan itu apa? Sementara diberikan konsensi ke JICT itu 20 tahun. Ini kan juga belum clear, dasar mempercepat itu apa. Tentunya ada notulen rapat pemegang saham dan itu lengkap terhadap perubahan saham yang terjadi. Dari kemarin belum kami dapatkan,” tanya Nasir.
BACA JUGA: Pak Jokowi ke Kondangan Putri Setnov? Ini Penjelasannya
Pertanyaan ini membuat Lino sedikit emosi, dia menyatakan perpanjangan kontrak JICT-HPH jangan hanya melihat dari sisi aturan di Indonesia, karehna negosiasi kontrak yang dia lakukan merupakan dengan perusahaan asing.
“Tolong juga lihat, jangan dilandaskan seperti di Indonesia. Kita negosiasi dengan perusahaan asing tidak harus selalu ada notulensi seperti yang bapak sebutkan. Tapi saya bisa mintakan tim legal kami untuk meminta proses negosiasi,” jawab Lino, yang langsung disoraki serikat pekerja JICT yang ikut memantau rapat pansus.
BACA JUGA: Senator Kaget, 55,3 persen Responden Tak Tahu Pilkada Kota Depok
Nasir tetap mengejar Lino soal legalitas kebijakan yang telah diambil Lino, karena menurut Nasir, perusahaan asing manapun yang berusaha di Indonesia harus patuh dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Nasir penasaran dengan aspek legal, karena Lino dan jajaran JICT selalu berkoar-koar bahwa saat ini Pelindo II sudah memiliki 51 persen saham JICT, sedangkan HPH hanya 48,09, dan koperasi pegawai 0,10 persen tapi belum ada legalitasnya.
Singkatnya, dalam rapat itu, Lino tetap kukuh menyatakan bahwa komposisi saham antara Pelindo II dengan HPH atas pengelolaan JICT sudah berubah. Pelindo II pemilik saham mayoritas, tapi diakuinya belum ada legalitasnya.
“Kalau ada kekurangan itu, saya terima tanggung jawab saya. Tapi de facto 51 persen (saham JICT) sudah punya kita (BUMN), itu share. Legalitas memang belum selesai,” jawabnya Lino. Hingga saat ini rapat masih berlangsung tapi sedang skorsing.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasihan..Maksud Hati Menuntut Hak, Kakek 67 Tahun Malah Ditahan
Redaktur : Tim Redaksi