jpnn.com - JAKARTA - Irham Buana Nasution dicurigai sudah membangun komitmen saling menguntungkan dengan Partai Golkar sejak dirinya menjadi ketua KPU Sumut. Merasa sudah mendapatkan keuntungan dari peran Irham, Partai Golkar membalas jasanya dengan menjadikannya sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Demikian ditegaskan Koordinator Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menanggapi kabar bahwa Irham punya peran penting memenangkan pasangan calon bupati-wakil bupati dari Partai Golkar di pilkada wilayah Sumut, tatkala bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini lantaran Irham disebut-sebut dekat dengan Akil Mochtar, yang juga mantan politisi Partai Golkar.
BACA JUGA: Nasib Hononer K1 Diputuskan 25 Oktober
"Irham saya lihat indikasinya kuat sehingga bisa menjadi caleg dari Golkar. Deal pasti sudah terjadi sejak dia duduk di KPU Sumut. Ini hanya soal pembuktian saja," cetus Jeirry kepada JPNN kemarin (10/10).
Aktivis yang konsen mengamati masalah pemilu dan pilkada itu mengatakan, deal berbau politik biasanya sudah terbangun saat proses rekrutmen anggota KPU Daerah. KPU Daerah, proses seleksinya oleh KPU Pusat. Sementara, KPU Pusat, proses seleksinya di DPR, yang juga membawa kepentingan politik masing-masing ketika menjatuhkan pilihan siapa yang akan menjadi anggota KPU Pusat.
BACA JUGA: Persuasif Mentaskan PSK Dolly
Nah, anggota KPU Pusat yang terpilih ini, sudah punya komitmen dengan partai-partai tertentu. Ketika KPU Pusat melakukan seleksi calon anggota KPU Provinsi, maka dia berpotensi besar untuk mendapatkan nama titipan dari partai.
"Dilihat dari indikasinya yang dia menjadi caleg Golkar, bisa jadi Irham ini bisa terpilih karena titipan dari Golkar," ujar Jeirry.
BACA JUGA: Dana Seleksi CPNS Kuras Anggaran Daerah
Dia mengatakan, jabatan ketua KPU Daerah memang sangat menentukan dalam proses pilkada, termasuk dalam proses persidangan sengketa pilkada di MK. Dijelaskan, yang digugat ke MK adalah penetapan KPU Daerah tentang perolehan hasil penghitungan suara. Jadi, yang digugat KPU Daerah.
Namun, kata Jeirry, sejatinya yang digugat adalah pasangan calon yang menang. Peluang ini pun bisa 'dimainkan' KPU Daerah di persidangan di MK.
"Ketika KPU Daerah mendukung calon yang menggugat, maka bukti-bukti dan data-data yang disodorkan KPU Daerah ke persidangan, ya bukan bukti valid agar gugatan dimenangkan. Sebaliknya, jika KPU Daerah mendukung calon yang menang, KPU Daerah akan mati-matian melakukan pembelaan atas keputusannya. Jadi, tergantung kepentingan," beber dia.
Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Leo Nababan, dengan tegas membantah jika ada anggapan Irham dijadikan caleg lantaran punya jasa membantu memenangkan pasangan calon yang diusung Golkar di sejumlah pilkada di wilayah Sumut, yang sengketanya dibawa ke MK.
Leo mengatakan, dijadikannya Irham sebagai caleg bukan karena ada jasa-jasa tertentu yang diberikan Irham ke Golkar. "Tapi karena dia melamar menjadi caleg Partai Golkar. Kami seleksi karena kapasitas pribadinya bagus, ya lolos. Tapi dia nomor urut tujuh, tak mungkin di atas Leo Nababan," cetus Leo, yang juga caleg di dapil Sumut 1, itu.
Jeirry mentertawakan alasan Leo. Menurut pria asal Manado itu, fenomena seperti Irham sudah sering terjadi. "Irham jadi caleg pasti ada hubungannya dengan posisinya saat masih menjadi ketua KPU Sumut," cetusnya.
Bahkan, lanjut Jeirry, Golkar tetap akan mendapatkan keuntungan jika nantinya Irham terpilih menjadi anggota DPR. "Karena sebagai mantan ketua KPU Sumut, pasti lah Irham masih punya jaringan di internal KPU Sumut. Ini nantinya jika dia terpilih jadi DPR, akan tetap dimanfaatkan," kata Jeirry.
Dijelaskan, untuk saat ini dan ke depan, anggota KPU dan KPU Daerah sudah tidak bisa leluasa lagi memainkan kepentingan politiknya. Alasannya, sudah ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP), yang cukup galak. Anggota penyelenggara pemilu yang dicopot oleh DKPP hingga kini sudah mendekati angka 100 orang.
"Kalau eranya Irham kan belum ada DKPP, tapi hanya Dewan Kehormatan, yang masih sangat subyektif putusannya," pungkas Jeirry.
Diberitakan sebelumnya, seorang pengacara yang biasa beracara di MK, menceritakan, dirinya pernah dibisiki seseorang yang mengingatkan agar jangan berharap banyak kliennya bisa menang di persidangan di MK jika Irham Buana sudah turun tangan. Pasalnya, menurut sumber, Irham dekat dengan hakim MK Akil Mochtar, yang juga mantan anggota DPR dari Partai Golkar.
Irham Buana sudah membantah. Dia mengaku, hubungan dengan Akil Mukhtar hanya sebatas hubungan antar lembaga. “Kenal dengan beliau (Akil Mukhtar) karena hubungan kelembagaan saja. KPU sebagai lembaga negara kalau diperintahkan MK ya harus dilaksanakan. Tidak lebih dari itu,” tegas Irham.
Saat disinggung kedekatannya dengan Akil, Irham langsung membantah. “Hahaha, mana mungkin kedekatan saya seperti itu,” ujar Irham menutup pembicaraan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 47 Honorer K1 tak Diangkat, BKD dan Dewan Mengadu ke Pusat
Redaktur : Tim Redaksi