Didakwa Korupsi Rp 119 M, Bupati Lampung Timur Juga Bebas

Selasa, 18 Oktober 2011 – 08:18 WIB

BANDARLAMPUNG – Air mata Bupati Lampung Timur nonaktif Satono langsung tumpah ketika majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang memvonisnya bebas kemarin (17/10).

Tanpa banyak bicara, usai sujud syukur, terdakwa kasus dugaan korupsi kas daerah (kasda) Pemkab Lamtim sebesar Rp119 miliar ini pun bergegas pergi dengan pengawalan ketat menuju mobil patroli double cabin milik Satuan Sabhara Polresta Bandarlampung yang membawanya.

Dalam persidangan yang berlangsung sejak pukul 09.15-10.10 WIB tersebut, majelis hakim yang diketuai Andreas Suharto dan beranggotakan Ida Ratnawati serta Itong Isnaini menyimpulkan Satono secara sah dan meyakinkan tidak bersalah.

Menurut Andreas, tindak pidana sebagaimana dakwaan primer pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU RI No20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP, termasuk juga pasal subsider yakni pasal 12 UU RI No

BACA JUGA: Pengganti Dahlan Diprediksi Orang Dalam PLN

31/1999 serta dakwan lebih subsider, tidak dapat dibuktikan.

"Majelis memutuskan membebaskan terdakwa Satono dari semua tuntutan hukum dan memulihkan harkat martabat serta kedudukannya selaku warga negara Indonesia," kata Andres seraya mengetuk palu sebanyak tiga kali.

Keputusan majelis hakim tersebut sontak disambut gemuruh tepuk tangan di ruang Garuda PN Kelas IA Tanjungkarang yang memang didominasi pendukung Satono.

Sementara Sopian Sitepu, S.H., kuasa hukum Satono, mengatakan,  proses kemarin merupakan perjuangan hukum yang sangat luar biasa lantaran memerlukan pengorbanan doa dan air mata
Terlebih, pihaknya yakin sejak awal bahwa perkara tersebut tidak terbukti.

"Jadi dengan putusan ini, PN menunjukkan sebagai suatu lembaga yang punya eksistensi untuk menegakkan hukum dan keadilan menegakkan asas legalitas

BACA JUGA: Dahlan Wariskan Slogan

Sejak awal kami sudah protes baik dari tingkat penyidikan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar
Kami juga telah menginformasikannya ke jaksa penuntut umum (JPU) bahwa tidak ada unsur melawan hukum formal

BACA JUGA: Pesawat Haji Angkut Tiga Ribu TKI Kadaluarsa

Jadi tak ada alasan hukum untuk memperkarakan Satono,’’ paparnya.

Karena itu, Sopian menganggap keputusan majelis hakim sudah tepat dan pihaknya sangat menghargai keputusan tersebut’’Ini menunjukkan PN sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan keadilan,’’ katanya.

Disinggung jika ada langkah kasasi yang akan dilakukan kejaksaan, mantan akademisi Universitas Lampung ini menilai hal tersebut adalah hak JPUMeski menurutnya, berdasarkan pasal 244 KUHAP bahwa putusan bebas murni tidak dapat diajukan kasasi’’Demikian juga dijelaskan pada pasal 67 KUHAPTetapi kalau diajukan juga, itu hak mereka,’’ pungkasnya.

Menanggapi putusan ini, salah satu JPU Yusna Adhia, S.Hmenyatakan pikir-pikir’’Kami akan tentukan sikap dua pekan ke depanKami juga masih meminta salinan putusan hakim dalam persidangan ini,’’ ujarnya didampingi JPU lainnya, AKohar dan Sri Aprilinda.

Terpisah, PjsAsisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Lampung Arif, S.H., M.Hsaat ditemui Radar Lampung di ruang kerjanya kemarin menyatakan, pihaknya akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung melalui PN Kelas IA Tanjungkarang’’Meski jawaban JPU pikir-pikir dalam persidangan, kami pihak kejaksaan akan mengajukan kasasi,’’ tegasnya.

Kasasi dilakukan lantaran pihaknya masih menganggap ada tindakan melawan hukum dalam perkara tersebut’’Itu (melawan hukum, Red) kan cukup jelasNah, terkait keputusan pengadilan itu kan pendapat hakim, dan aturannya kami bisa melakukan kasasi,’’ pungkas dia.

Sementara, setengah jam usai persidangan, PN Kelas IA Tanjungkarang menggelar konferensi pers terkait keputusan majelis hakim yang membebaskan Satono dari segala tuntutan.

Konferensi pers dilaksanakan di ruang mediasi PN dan langsung dipimpin Itong Isnaini selaku juru bicara PN dan juga salah satu hakim anggota dalam sidang SatonoItong menjelaskan, pada pokoknya dalam persidangan kemarin Satono didakwa tiga lapis pasal, yakni dakwaan primer, subsider, dan dakwaan lebih subsider.

Dakwaan primer adalah pasal 2 UU No31/1999 jo pasal 64 dengan 55 KUHP yang pada intinya Satono didakwa telah melawan hukum’’Pertimbangannya, apakah perbuatan terdakwa (Satono) yang menempatkan sebagian kas daerah di BPR Tripanca ini secara teoritik hukum merupakan melawan hukumNah, itu yang dikaji,’’ kata dia.

Dalam petimbangan itu, lanjutnya, ternyata majelis berkesimpulan bahwa perbuatan seperti itu tidak melawan hukumAlasannya bahwa dasar dari perbuatan itu bukan pasal 22 ayat 3 dan 4 UU No1/2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana didakwakan, karena pasal itu mengatur tentang penempatan rekening kas umum negara yang menjadi tanggung jawab menteri.

’’Di sana secara terikat oleh hukum dinyatakan bahwa menteri harus menempatkan ke bank sentral ke bank umumTernyata pada UU tersebut pada bagian yang lain dalam bab yang lain diatur tersendiri mengenai pengelolaan keuangan daerahPenempatan kas daerah itu mengacu pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 2004Itu kajian UU-nya,’’ terangnya.

Kemudian UU selanjutnya yakni UU No11/2003 tentang Keuangan Negara, maka majelis berkesimpulan dakwaannya tidak tepat, karena itu untuk kementerian negara, bukan untuk pemerintahan daerah karena kepala daerah bisa menempatkan uangnya di mana dengan pertimbangan tertentu.

’’Dakwaan juga menggunakan PP 39 Tahun 1997Dalam kajian hukum  untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana, delik itu tidak boleh menggunakan PP, harusnya menggunakan UUYang kedua ternyata di samping PP tersebut, ada PP lagi yang lebih spesifikYakni PP Nomor 58 Tahun 2005, di mana PP ini tidak mencabut PP 39 Tahun 1997,’’ paparnya.

Lebih spesifiknya di mana? Dia menjelaskan, dalam PP 58/2005 justru lebih banyak mengatur tentang keuangan daerah, sementara dalam PP 39/1997 yang digunakan jaksa justru lebih mengacu pada keuangan negara’’Jadi dengan dasar PP seperti itu pun oleh majelis hakim, unsur melawan hukumnya tidak terpenuhiIni adalah dakwaan primer,’’ ungkapnya.

Selanjutnya, untuk dakwaan subsider, Satono dijerat dengan pasal 12 UU 31/1999 tentang Pemberantasan TipikorItong menjelaskan, inti dari pasal tersebut adalah seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu pemberian hadiah yang berhubungan dengan jabatannya.

Sementara itu, fakta persidangan memperlihatkan dalil jaksa yang mengatakan terdakwa menerima tambahan bunga dari BPR Tripanca selama persidangan tidak dapat dibuktikan.

Karena dasar itu semua dari keterangan saksi Laila Fang yang dituangkan pada BAP di kepolisian, tetapi kemudian pada persidangan Laila Fang tidak hadir sehingga keterangannya dibacakan dalam persidangan.

"Secara yuridis, hal tersebut juga tidak dapat diterima sebagai alat bukti, karena alat bukti itu adalah keterangan saksi yang dinyatakan di persidanganBoleh keterangan tersebut dibacakan, asalkan sudah disumpah, dan kedua tidak bertentangan dengan keterangan lainnyaNah, keterangan Laila Fang bertentangan dengan keterangan saksi Astin Alimudin dan Sugiharto Wiharjo alias Alay, dan tentunya bertentangan dengan keterangan terdakwa," bebernya.

Terkait mengapa keterangan Laila Fang tetap dibacakan dalam persidangan, sementara tidak bisa dijadikan alat bukti, Itong beralasan tindakan tersebut atas permintaan JPU’’JPU kan minta dibacakan, sehingga kami memperbolehkan untuk dibacakanTetapi kan JPU harus membuktikan bagaimana prosedurnya, pemberian bunganya kapan, dan itu tidak terbukti,  hanya berdasarkan keterangan Laila Fang dalam BAPItu kajian pasal subider,’’ paparnya.

Sementara untuk dakwaan lebih subsider, majelis hakim juga mengkaji dari segi hukum adminsitrasi negara tentang apakah ada penyalahgunaan wewenang dan batasan apa yang dapat dilakukan ketika seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang.

Pria berkacamata ini menerangkan, pada intinya seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang apabila melakukan kewenangan di luar tujuan yang diberikan dari kewenangan itu, kemudian untuk kepentingan pribadi, atau orang itu sudah tidak memiliki wewenang atau orang itu melampaui batas kewenangannya.

’’Dari tinjauan kritis majelis hakim, terdakwa tidak menyalahi kewenangannyaAlasannya, semuanya sudah didasarkan ketentuan UUTerdakwa menempatkan dana kas daerah tersebut berdasarkan PP 58/2005, kemudian pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 27.  Jadi setelah dikaji sesuai dan tidak ada peraturan yang dilanggarJadi intinya, majelis hakim berkesimpulan, untuk dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider, terdakwa tidak terbukti melanggar,” tandasnya.

Bagaimana pertimbangan adanya kerugian negara? Itong menegaskan, secara teoretis hukum, belum dapat dinyatakan ada unsur kerugian negara dalam perkara  tersebutAlasannya, kerja tim likuidasi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dianggap belum selesai hingga akhir pemeriksaan perkara tersebut sehingga belum ada unsur kerugian negara.

’’Itu hanya hitung-hitungan, yang didapat dari BPKPTetapi kami tidak mempertimbangkan karena kerja tim likuidasi dari LPS belum selesaiDi samping kami juga mempertimbangkan tahapan unsur-unsur delik kasus ini," jelasnya(kyd/wid/c1/ary)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Wajah Baru Masuk Kabinet


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler