jpnn.com - JAKARTA - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso menjalani persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/12). Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Machfud disebut turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau pihak lain terkait proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Jaksa KPK, Fitroh Rohcahyanto mengatakan, Machfud bekerjasama dengan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor untuk mempengaruhi pihak di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam hal ini kuasa pengguna anggaran, panitia pengadaan, dan pihak lain dalam proyek pembangunan lanjutan P3SON Hambalang agar PT Adhi Karya menjadi pemenang dalam proses lelang. Tujuan lainnya adalah agar PT Dutasari Citralaras milik Machfud bisa menjadi sub-kontraktor untuk pekerjaan mekanikal elektrikal di proyek Hambalang.
BACA JUGA: Musrenbang di Auditorium Bhirawa, Yuddy Nilai Sudah Tepat
Dalam perbuatan memperkaya pihak lain, Machfud berupaya memperkaya Andi Alifian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng, Deddy Kusdinar, Wafid Muharam, Anas Urbaningrum, Mahyuddin, Teuku Bagus, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati Isa, Anggraheni Dewi Kusumastuti, dan Adirusman Dault.
Selain itu, Machfud juga berupaya memperkaya Imanullah Aziz, Nanang Suhatmana, Arief Gundul, Muhamad Arifin, Malemteta Ginting, Heribertus Eddy Susanto, Yahya Novanto, Teguh Suhanto dan Roni Wijaya. Machfud juga memperkaya korporasi, yakni KSO Adhi-Wika, PT Dutasari, PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra Teknik, PT Laboratorium Teknik Sipil Geoinves, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa dan 32 perusahaan/perorangan Sub Kontrak KSO Adhi-Wika.
BACA JUGA: KSAD: Beli Alutsista Bukan Soal Mahal atau Tidak
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 464.514.294.145,91 atau setidak-tidaknya sebesar itu," kata Jaksa Fitroh saat membacakan dakwaan Machfud di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/12).
Dalam surat dakwaan diuraikan, sebelum pelaksanaan lelang proyek P3SON Hambalang, Machfud mendengar informasi rencana keikutsertaan PT Adhi Karya dalam proyek itu. Pada bulan September 2009, Machfud bersama Direktur Utama PT Msons Capital, Munadi Herlambang melakukan pertemuan dengan Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya M. Arief Taufiqurrahman. Saat itu, mereka membahas rencana keikutsertaan PT Adhi Karya dalam proyek P3SON Hambalang.
BACA JUGA: Fadli Zon Anggap Jokowi Ngawur soal Dividen BUMN
Sebagai tindak lanjut pertemuan, Machfud bersama Teuku Bagus dan M. Arief melakukan pertemuan dengan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam di kantor Kemenpora. Dalam pertemuan yang difasilitasi pengusaha bernama Paul Nelwan ituu, M. Arief menyampaikan bahwa PT Adhi Karya ingin berpartisipasi dalam proyek P3SON Hambalang.
Setelah pertemuan itu, Machfud menginginkan agar perusahaannya ditunjuk sebagai sub-kontraktor oleh PT Adhi Karya dalam pekerjaan mekanikal elektrikal. Pada tanggal 14 September 2009, Machfud memberikan uang kepada Wafid melalui Paul Nelwan sebesar Rp 3 miliar. Uang itu sebagai pemberian awal agar PT Adhi Karya dapat mengerjakan proyek P3SON. "Pemberian uang tersebut oleh terdakwa kemudian disampaikan kepada Teuku Bagus dan M. Arief," ujar Jaksa Fitroh.
Selanjutnya, sekitar bulan Oktober 2009, Teuku Bagus dan Arief yang difasilitasi oleh Muhammad Tamsil menemui Andi Alifian Mallarangeng selaku menteri pemuda dan olahraga. Pertemuan itu digelar di rumah Andi di Cilangkap. Adapun tujuannya untuk memperkenalkan diri bahwa PT Adhi Karya siap dan bersedia untuk mendukung program Kemenpora termasuk bekerja sama dalam pembangunan P3SON Hambalang.
Saat itu, Andi menyambut baik hal yang disampaikan Teuku Bagus. Andi memang berencana menggabungkan fasilitas belajar dan olahraga pada satu tempat seperti yang ada di Singapura.
Setelah pertemuan itu, Teuku Bagus meminta M. Arief dan Machfud memonitor proyek P3SON Hambalang agar PT Adhi Karya yang mendapatkan proyek Hambalang. Oleh karena itu, M. Arief meminta staf Pemasaran Divisi Konstruksi I Ida Bagus Wirahadi berkomunikasi dengan tim asistensi yakni Lisa Lukitawati dan Muhammad Arifin. "Untuk mendapatkan update informasi terkait rencana proyek P3SON Hambalang," ucap Jaksa Fitroh.
Jaksa Fitroh mengungkapkan, dalam perkembangannya ternyata pemilik Grup Permai, Muhammad Nazaruddin juga menginginkan proyek P3SON Hambalang. Bahkan, Nazaruddin telah mengeluarkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk pengurusan proyek Hambalang. Atas permasalahan tersebut, Machfud meminta bantuan Anas Urbaningrum agar Nazaruddin mundur dari proyek P3SON Hambalang. "Sehingga akhirnya M. Nazaruddin mundur," ucapnya.
Setelah ada kepastian Nazaruddin mundur dari proyek P3SON Hambalang, Teuku Bagus melakukan pertemuan dengan Deddy Kusdinar, Lisa Lukitawati, dan Muhammad Arifin di Plaza Senayan, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, Deddy meminta PT Adhi Karya selaku calon pemenang lelang untuk jasa konstruksi memberikan fee sebesar 18 persen. Teuku Bagus, kata Jaksa Fitroh, menyetujui permintaan itu.
Kemudian dalam pertemuan berikutnya di kantor Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus menyampaikan bahwa realisasi fee akan diberikan melalui Machfud yang perusahaannya akan menjadi subkontraktor untuk pekerjaan mekanikal elektrikal. Selanjutnya, Teuku Bagus memerintahkan Yuli Nurwanto selaku Manajer Estimator PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I untuk membuat dokumen penawaran sekaligus meminta agar Machfud ditunjuk sebagai subkontraktor pekerjaan mekanikal elektrikal.
Atas permintaan itu, Yuli kemudian memerintahkan tim estimator supaya dalam membuat penawaran bekerjasama dengan perusahaan milik Machfud. Kemudian, setelah dilakukan negosiasi diperoleh perhitungan harga wajar untuk pekerjaan mekanikal elektrikal sebesar Rp 245 miliar. Namun, Machfud tidak menyetujuinya karena ada beban fee sebesar 18 persen.
"Teuku Bagus kemudian memerintahkan agar harga mekanikal elektrikal ditambah Rp 50 miliar sehingga menjadi Rp 295 miliar, belum termasuk pajak," ucap Jaksa Fitroh.
Jaksa Fitroh menyatakan dalam proses lelang proyek P3SON, panitia pengadaan tidak melaksanakan pelelangan sebagaimana mestinya. Sehingga, KSO Adhi-Wika akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang. Kemudian tanggal 10 Desember 2010, Teuku Bagus dan Deddy menandatangani surat perjanjian (kontrak) Induk tentang Pekerjaan Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang pada Kemenpora tahun anggaran 2010-2012 dengan nilai kontrak Rp 1.077.921.000.000.
Pada hari yang sama juga ditandatangani kontrak anak Tahun 2010 dengan nilai Rp 246.238.455.479. Selanjutnya, pada tanggal 29 Desember 2010 ditandatangani kontrak anak Tahun 2011 dengan nilai Rp 507.405.139.999.
"Setelah kontrak ditandatangani, sebagaimana rencana awal maka perusahaan terdakwa yakni PT Dutasari ditunjuk KSO Adhi-Wika menjadi subkontraktor pekerjaan mekanikal elektrikal dengan harga yang telah digelembungkan yakni Rp 295 miliar ditambah pajak sehingga nilai kontrak sebesar Rp 324.500.000.000 berdasarkan kontrak tanggal 16 Desember 2010," ucap Jaksa Fitroh.
Dalam pelaksanaan pembangunan proyek P3SON Hambalang, KSO Adhi-Wika telah menerima pembayaran dari Kemenpora seluruhnya Rp 453.274.231.090,45. Dari penerimaan pembayaran tersebut, sebagian digunakan untuk melakukan pembayaran kepada PT Dutasari termasuk di dalamnya realisasi fee 18 persen secara bertahap. Pembayaran melalui rekening PT Dutasari maupun rekening pribadi Machfud seluruhnya sebesar Rp 171.580.224.894.
Selain menerima pembayaran dari KSO Adhi-Wika, sebagai bagian realisasi fee 18 persen, Machfud juga menerima pembayaran dari PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I sebesar Rp 12.500.000.000 dan dari bagian PT Wijaya Karya sebesar Rp 1.500.000.000. "Sehingga total uang yang diterima terdakwa sebesar Rp 185.580.224.894," kata Jaksa Fitroh.
Jaksa Fitroh menambahkan, sebagaimana rencana awal mengenai pembayaran fee 18 persen atas proyek Hambalang akan dibayarkan melalui Machfud. Dari total pembayaran yang telah diterima Machfud sebesar Rp 185.580.224.894, sebanyak Rp 89.150.000.000 digunakan untuk melaksanakan pekerjaan mekanikal elektrikal, Rp 96.430.224.894 diserahkan Machfud kepada orang lain, dan Rp 46.507.924.894 digunakan untuk kepentingan pribadi Machfud.
Atas perbuatannya, Machfud diancam pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Machfud mengaku memahami dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK. Oleh karena itu, baik Machfud maupun penasihat hukumnya tidak menyatakan keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut. "Pada prinsipnya, saya sudah mengerti dengan dakwaan karena itu kami tidak perlu eksepsi (nota keberatan)," ujar Machfud.
Hakim Sinung Hermawan yaang memimpin persidangan mengatakan, sidang akan dilanjutkan 5 Januari 2015 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tjahjo Kumolo Dipanggil KPK
Redaktur : Tim Redaksi