jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengaku tidak bisa memahami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memengabulkan permohonan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal durasi jabatan pimpinan lembaga antirasuah.
"Saya pribadi juga masih confuse dengan keputusan MK jika melihat substansinya dan dihadapkan kepada kewenangan MK," kata Didik melalui layanan pesan kepada awak media, Jumat (26/5).
BACA JUGA: 4 Hakim Konstitusi Tak Setuju Masa Jabatan Pimpinan KPK Menjadi 5 Tahun, Ini Dasarnya
Legislator Fraksi Demokrat itu merasa soal durasi jabatan pimpinan KPK seharusnya bisa diserahkan kepada pembentuk UU dalam hal ini DPR dan pemerintah.
"Pembentuk UU-lah, yang diberikan hak dan kebebaskan untuk merumuskan politik hukum dan menentukan norma hukumnya," ujar Didik.
BACA JUGA: KPK Beri Peringatan kepada Presenter Cantik TV Ini
Toh, dia menyoroti alasan MK ketika mengabulkan gugatan soal durasi jabatan pimpinan KPK yang memakai diksi demi menegakkan keadilan.
Sebab, Didik mempertanyakan keputusan MK terharap gugatan Presidential Treshold (PT) yang menjadi kebijakan hukum terbuka dan selalu ditolak lembaga yang dipimpin Saldi Isra itu.
BACA JUGA: MK Mengabulkan Gugatan Nurul Ghufron, Masa Jabatan Pimpinan KPK jadi 5 Tahun
"Bukankah penentuan Presidential Threshold juga berpotensi tidak adil, dan bahkan menghambat demokrasi. Saya yakin masih banyak putusan serupa yang posisinya demikian," ujarnya.
Sebelumnya, MK menerima gugatan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, sehingga pimpinan lembaga antirasuah menjabat selama lima dari sebelumnya empat tahun.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5).
MK menganggap masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan pimpinan 12 lembaga nonkementerian di Indonesia, seperti Komnas HAM, KY, KPU, yaitu lima tahun. (ast/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Staf DPP Partai Demokrat Datangi KPK, Serahkan Rp 1,5 Miliar Hasil Korupsi
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Aristo Setiawan