jpnn.com - JAKARTA - Hak memilih bagi penyandang disabilitas (difabel) terkadang terkendala akses mereka menuju dan saat di tempat pemungutan suara (TPS). Kendala itu yang diharapkan teratasi ketika para penyandang disabilitas menggunakan hak mereka saat coblosan pemilu legislatif 9 April nanti.
Ketua Umum Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Disabilitas (PPUA Penca) Ariani Soekanwo menyatakan, para difabel tidak perlu ragu dengan sorotan ataupun tanggapan miring masyarakat saat menggunakan hak pilih.
BACA JUGA: Kampanye di Papua, Jokowi Blusukan di Pasar Yotefa
Menurut Ariani, aturan Undang-Undang Pemilu dan peraturan KPU telah memberikan jaminan dan perlindungan bahwa kaum difabel memiliki hak yang sama dalam menggunakan hak pilih.
"Banyak stigma bahwa penyandang disabilitas tak memiliki hak memilih. Kami juga minta supaya tetap mendaftar sampai detik terakhir satu jam sebelum pemungutan suara," ujar Ariani di sela-sela simulasi pemungutan suara untuk penyandang disabilitas di kantor KPU, Jakarta, kemarin (4/4).
BACA JUGA: Fraksi PAN Tetap Konsisten Kawal Honorer
Menurut Ariani, dalam Peraturan KPU Nomor 26/2013, KPU sudah memberikan akses bagi penyandang tunanetra untuk memilih. Pemilih tunanetra akan diberi template untuk bisa menentukan pilihan secara mandiri meski baru sebatas untuk pemilihan DPD.
"Saat ini ada kendala teknis karena adanya sistem proporsional terbuka. Tidak mungkin membuat ribuan template berbeda untuk DPR dan DPRD. Sehingga yang disediakan adalah template DPD," ujarnya.
BACA JUGA: Polri Akui ada Intel di Setiap Kegiatan Pemilu
Untuk difabel tunadaksa, Ariani meminta adanya TPS yang mampu diakses dengan mudah. Dalam hal ini, desain penataan TPS harus bersahabat bagi para penyandang disabilitas yang rata-rata menggunakan kursi roda itu.
"Pintunya harus 90 sentimeter, mejanya meja rendah, dan gedungnya lebih baik yang rata," tuturnya.
Sementara itu, untuk penderita tunarungu, kendala saat ini adalah informasi dan komunikasi. Tentu tidak mudah menemukan petugas TPS yang bisa menggunakan bahasa isyarat. "Sehingga yang dibutuhkan adalah petugas yang betul-betul komunikatif," katanya.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay memberikan apresiasi atas semangat penyandang disabilitas untuk menggunakan hak pilihnya. Apalagi, ada upaya bagi para difabel untuk melakukan simulasi pemungutan suara di KPU. "Simulasi ini merupakan inisiatif permintaan PPUA Penca," ujar Hadar.
Bukan hanya para penyandang disabilitas, Hadar menyebutkan, ada juga sejumlah daerah yang pemilihnya memiliki gangguan jiwa.
Mereka sempat dikeluarkan dari daftar pemilih tetap, namun KPU memutuskan memasukkan mereka kembali. "Ini memang sejarah karena (mereka) selama ini dipandang tidak bisa memilih. Ke depan kita berupaya mengubah itu semua, melibatkan semua untuk perjuangan yang lebih baik," tegasnya. (bay/c9/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini, Kampanye Terakhir
Redaktur : Tim Redaksi