jpnn.com - BEIRUT – Gempuran tentara Jordania terhadap Islamic State (IS) atau yang biasa disebut dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mendapat dukungan dari banyak negara. Salah satunya Uni Emirat Arab (UEA).
Mereka mengirimkan skuadron F-16 untuk membantu serangan udara terhadap basis ISIS di Iraq dan Syria. UEA sebelumnya bergabung dalam pasukan koalisi di bawah pimpinan AS. Namun, mereka berhenti setelah Letnan Maaz al-Kassasbeh tertangkap ISIS tahun lalu.
BACA JUGA: Seluruh Pilot TransAsia Dilatih Ulang, 142 Penerbangan Dibatalkan
Dukungan UEA terhadap Jordania itu dikemukakan kantor berita WAM. Mereka menyatakan bahwa Wakil Ketua Pasukan Bersenjata UEA Pangeran Mohammed bin Zayed al-Nahayan telah memerintahkan pengiriman pesawat-pesawat F-16 ke Jordania.
BACA JUGA: Gara-Gara Homoseksual, Swedia Protes Tunisia
”Keputusan ini menegaskan solidaritas UEA yang konstan dan tidak tergoyahkan pada Jordania,” tulis WAM.
Sabtu (7/2) Jordania melakukan serangan udara ketiga di Syria. Serangan itu dipusatkan di Raqqa, kota tempat Maaz dibakar hidup-hidup oleh ISIS, serta Mosul, Iraq. Serangan di Raqqa menewaskan puluhan militan ISIS.
BACA JUGA: Dituduh Melakukan Sihir, Seorang Pria Dieksekusi ISIS
Jordania menyatakan bahwa seluruh pesawat dan pilot mereka kembali dengan selamat ke pangkalan dan mereka telah melakukan 53 serangan udara.
Di sisi lain, pasukan koalisi yang dipimpin AS telah melakukan 26 serangan sejak Jumat (6/2) hingga Sabtu. Perinciannya, 11 ke Syria dan 15 ke Iraq.
”Kami telah menghancurkan pusat logistik, depo persenjataan, dan persembunyian mereka. Kami akan memastikan mereka menghilang dari muka bumi,’’ ujar Kepala Pasukan Udara Jordania Jenderal Mansour al Jbour dalam konferensi pers, Minggu (8/2).
Sementara itu, ISIS mengklaim bahwa serangan secara terus-menerus oleh Jordania membuat tawanan mereka yang berkebangsaan Amerika Serikat (AS) Kayla Jean Mueller, 26, tewas. Tidak diketahui dengan pasti kebenaran pernyataan itu.
Sebab, hingga kemarin mereka belum menunjukkan bukti jasad Mueller. Pemerintah AS juga tidak memberikan keterangan apa pun.
Selama ini tidak diketahui dengan pasti jumlah warga AS yang disandera ISIS. Sebab, Washington memiliki kebijakan untuk menutup mulut rapat-rapat terkait hal itu. Soal nasib Mueller, AS hanya menyatakan tidak ada bukti bahwa pekerja sosial asal Arizona tersebut telah terbunuh.
Mueller pergi ke perbatasan Syria dan Turki pada 2012 untuk membantu pengungsi korban perang. Dia ditangkap ISIS di Aleppo pada 2013 setelah meninggalkan rumah sakit Dokter Lintas Batas (MSF). Salah seorang aktivis di Raqqa menegaskan, ada laporan yang mengindikasikan bahwa Mueller baru-baru ini dipindahkan dari tahanan perempuan di kota tersebut ke kamp ISIS di Timur.
”Kamp tersebut baru-baru ini menjadi target serangan tentara koalisi. Saat ini kami belum bisa mengonfirmasi apakah dia (Mueller, Red) telah terbunuh dalam serangan tersebut atau tidak,” ujarnya.
Orang tua Mueller berharap anaknya selamat. Keduanya berharap ISIS menghubungi mereka dan mengembalikan Mueller dengan selamat.
’’Berita ini membuat kami khawatir. Namun, kami berharap Kayla masih hidup. Kami telah mengirimi kalian (ISIS, Red) pesan pribadi dan meminta agar kalian merespons kami,’’ ujar Carl dan Marsha Mueller kepada NBC News. (AFP/Reuters/CNN/sha/c6/fta)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara ISIS Perlakukan Anak-Anak
Redaktur : Tim Redaksi