jpnn.com - JAKARTA - Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba paling banter hanya mendapat jatah saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 30 persen.
Angka ini sudah disepakati Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menperin MS Hidayat, dalam rapat Selasa (22/10) malam di Senayan. Rapat yang digelar hingga menjelang tengah malam ini juga dihadiri Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
BACA JUGA: Cetak Rekor, Investasi Tembus Rp 100 Triliun
Satu dari lima poin rekomendasi Komisi VI DPR mengatur mengenai pembagian saham antara pemerintah pusat dengan pemda. Salah satu poin juga memperkuat isi draf Peraturan Pemerintah (PP) yang menetapkan BUMN sebagai pengelola Inalum.
Saat membacakan rekomendasi hasil rapat, Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyebutkan, Komisi VI DPR menerima keinginan pemerintah provinsi Sumatera Utara beserta 10 pemerintah kabupaten/kota se-kawasan Danau Toba/daerah berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum. "Dengan catatan kepemilikan pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen," ujar Airlangga.
BACA JUGA: Dua Pelaksana BPJS Khawatir Kewenangannya Dibatasi
Dengan rekomendasi ini, keinginan Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota untuk mendapatkan 58,87 saham Inalum yang sebelumnya dikuasasi Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang, kandas.
Namun, meski nantinya hanya mendapatkan 30 persen saham Inalum, Pemprov dan 10 kabupaten/kota harus menyiapkan dana sekitar Rp2,88 triliun untuk share saham itu.
BACA JUGA: Pertamina Beberkan Alasan Stop Avtur Ke Merpati
Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.
Hitung-hitungan kasar, jika 58,87 persen saham itu diambil alih pemerintah dengan harus mengeluarkan dana sekitar Rp6,1 triliun, maka jika 100 persen saham setara dengan kisaran Rp9,6 triliun. Nah, 30 persen dari angka itu ketemunya sekitar Rp2,88 triliun. Dana itu yang nantinya harus dibayarkan ke pemerintah pusat, begitu setuju melepaskan 30 persen sahamnya ke Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota.
Jika konsorsium BUMD yang dibentuk pemda akhirnya menggandeng perusahaan milik Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, yakni PT Toba Sejahtera, dana yang harus disiapkan itu bisa tertangani.
Pasalnya, jauh hari, mantan menteri perindustrian kelahiran Simanggala, Tapanuli, itu sudah menyatakan kesiapan dana US$ 700 juta, yang dipersiapkan untuk mengakuisisi 58,87 persen saham PT Inalum.
Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. "Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis," ujar Luhut Panjaitan kepada koran ini, 30 Juni 2011.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap usulan keterlibatan PT TS dalam pengelolaan PT Inalum pascahabisnya kontrak dengan Jepang pada 2013 mendatang. Sejumlah alasan dikemukakan mantan Ketua Kaukus Anti Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Pertama, kemampuan PT TS diragukan. "Dengan latar belakang dan kemampuan teknis operasional yang dimiliki, kita tidak yakin bahwa TS akan mampu menjalankan fungsinya," ujar mantan anggota DPD itu dalam seminar bertema "Pengelolaan Saham Inalum: Oleh Negara untuk Rakyat" di gedung DPR, Senayan, Jakarta, 23 Juni 2010 silam.
Alasan kedua, lanjut Marwan, model kerjasama pemda dengan pihak swasta, di banyak daerah sudah terbukti hanya menguntungkan piha swastanya saja, sedang pemda lagi-lagi tidak banyak mendapatkan keuntungan. Dia memberi contoh kasus kerjasama pemda NTB dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), juga dalam kasus Blok Cepu. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pastikan Agar Sistem Teruji, Pemasangan RFID Molor
Redaktur : Tim Redaksi