Dijebak Mafia Tanah, Paryoto Berharap Hakim Beri Keadilan

Jumat, 27 November 2020 – 21:12 WIB
Sertifikat tanah. Foto: Radar Semarang

jpnn.com, JAKARTA - Paryoto tak mengira tugas mengukur tanah di Cakung Barat sembilan tahun lalu bakal membawanya ke kursi terdakwa.

Padahal, ketika itu dia hanya menjalankan perintah sesuai prosedur dan ketentuan yang ada.

BACA JUGA: Ada Buzzer Terlibat, Kasus Sengketa Tanah di Cakung Dinilai Penuh Rekayasa

 

"Sudah ratusan kali saya melakukan pengukuran tanah. Semuanya saya jalankan sesuai SOP. Nggak beda dengan saya lakukan di tanah Cakung Barat, tapi yang satu itu membuat saya jadi tersangka,” ujarnya.

BACA JUGA: Haris Azhar Berharap Aparat Ungkap Dalang Sengketa Tanah di Cakung Barat

Pria 62 tahun yang kini sudah pensiun dari BPN itu ingat betul kejadian beberapa bulan lalu.

Saat itu, Mei 2020, dia pertama kali menerima surat dari Polda Metro Jaya yang menetapkannya sebagai tersangka.

BACA JUGA: Haris Azhar Soroti Permainan Buzzer di Kasus Sengketa Tanah

"Saya kaget. Down. Istri saya jelas shock," tuturnya.

Saat itu, Paryoto langsung mengadu ke mantan atasannya, kepala seksi, kabid, lalu disarankan ke Kakanwil.

Saat bersama Kakanwil, Paryoto ditunjukkan isi perbincangan WA antara Kakanwil dengan Kepala Pertanahan Jaktim.

“Saya cuma lihat sepintas. Isinya, saya dijamin aman walaupun tersangka,” kata Paryoto.

Kepala Pertanahan Jaktim, memberi nomor Paryoto kepada seseorang bernama Awi yang lalu menghubungi Paryoto, meminta bertemu dengan iming-iming akan membantu.

Keduanya lalu bertemu di hotel di kawasan Pluit.

Di sana, Awi meminta Paryoto mengaku menerima uang dari Achmad Djufri, utusan si empunya tanah, Benny Tabalujan, yang mendampinginya saat melakukan pengukuran.

“Besarannya, sebanyak-banyaknya,” ujar Paryoto menirukan ucapan Awi saat itu.

Awi meyakinkan Paryoto, dia akan selamat. "Awi bilang, kepala saya jaminannya," tuturnya.

Paryoto melaporkan hasil pertemuan itu kepada Kakanwil DKI Jakarta.

"Oleh Kakanwil, saya dipaksa suruh ngakuin terima uang sekian. Bilang aja yang ngasih lupa. Intinya saya dilepas gitu aja sama Kakanwil. Pulangnya saya ke Kantor Jaktim, saya laporan. Dia sependapat dengan Kakanwil,” kata pria yang tinggal di kawasan Bekasi ini.

Meski sebenarnya tak sepeser pun menerima uang, Paryoto terpaksa menurut.

Yang ada di pikirannya saat itu hanya keluarga. Terutama sang anak yang masih kecil.

Belakangan, Paryoto berbalik setelah mengikuti proses dan mengetahui detail yang terjadi di belakang semuanya.

“Ini sih saya dikorbanin. Saya minta dilindungin, malah dijorokin,” kata Paryoto.

Dia juga tak ingin dimanfaatkan untuk menjerat dua tersangka lainnya, Benny Tabalujan dan Ahmad Djufri.

"Dari saya bisa masuk ke mereka lagi. Itu berarti saya ikut menzalimi mereka," imbuh Paryoto.

Karena itulah, di persidangan, Paryoto mencabut keterangannya soal penerimaan uang itu.

Dia bersyukur keluarga sangat mendukungnya, juga orang-orang di sekitarnya.

“Para ketua RT saya sampaikan, bukan aib, karena saya nggak merasa salah. RT pada ngerti. Mendoakan semua ketua RT. Saya tinggal di situ sejak 1985. Dari dulu nggak pernah bermasalah,” kata pria yang juga Ketua RW di salah satu wilayah di Bintara, Bekasi tersebut.

Selasa (1/12), berdasarkan agenda sidang, Paryoto akan mendengarkan vonis hakim.

“Saya percaya hakim tahu kebenarannya dan akan memberikan saya keadilan," ujar dia singkat saat ditanya soal hari penghakiman itu. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler