jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki mengatakan ada dilema yang dihadapi dunia pendidikan di saat Covid-19 masih merajalela.
Membuka sekolah sangat rentan bagi siswa dan guru tertulari virus corona, di sisi lain pembelajaran jarak jauh (PJJ) juga bermasalah.
BACA JUGA: Ingat, Jangan Sampai Sekolah Jadi Klaster Baru Covid-19 akibat Kebijakan Pemerintah
"Banyak masalah. Soal kuota internet, stresnya orang tua karena tidak bisa mengajari anak. Orang tua banyak juga yang gaptek (gagap teknologi). Jangankan di daerah, di Jakarta juga ada yang gaptek," ujar Prof Zainuddin, Selasa (28/7).
Hal ini disampaikan Prof Zainuddin merespons rencana pemerintah membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka di luar zona hijau.
BACA JUGA: Kemendikbud Evaluasi Pembukaan Sekolah di Zona Kuning
"Ini dilematis, kiri kanan bermasalah. PJJ orang sudah jenuh, terus pemerintah mau keluar uang?" sambung legislator PAN ini.
Jika pemerintah memaksakan guru dan siswa melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah, maka protokol kesehatannya harus ketat.
BACA JUGA: Saran Prof Zainuddin soal Hibah Dana POP di Tengah Kesulitan Guru Honorer
Jumlah siswa di ruang kelas dibatasi, Setidaknya kalau muridnya 30, itu harus dibagi jadi dua.
Konsekuensinya, satu guru mata pelajaran harus mengajar dua kali.
Kemudian perlu adanya insentif berupa bonus untuk guru tersebut karena beban kerjanya tambah.
"Satu guru mapel mengajar dua kali, tambah ngajar itu apa tidak dikasih bonus itu? Kemudian setiap sekolah harus siapkan handsanitizer, siswa masuk kelas dijamin cuci tangan. Jamnya juga harus terbatas, tidak mungkin penuh," jelas politikus asal Jawa Timur ini.
Kesimpulannya, kata Prof Zainuddin, memaksakan membuka sekolah berdampak pada penambahan biaya.
Hal ini menurutnya sudah ada yang melakukan uji coba di Jawa Barat. Mereka melakukan simulasi setiap meja dikasih pembatas antarsiswa.
"Duitnya siapa itu? Duit dari mana? Pemerintah mau enggak kasih itu," tegas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Maka dari itu, dia menyarankan supaya program organisasi penggerak (POP) yang menjadi polemik di-refocusing saja anggarannya.
Jangan berikan dana itu kepada para konglomerat.
"Nanti minta persetujuan komisi sepuluh. POP itu kan program elitis, itu nanti yang nikmati elite-elite saja, yang digerakkan malah tidak dapat kucuran anggaran," ucap Prof Zainuddin.
Anggaran POP itu menurutnya bisa dialihkan untuk pendukung kegiatan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Banyak guru honorer yang perlu diperhatikan, belum tersertifikasi. Kemudian, PJJ selama ini membutuhkan dana, gurunya dan siswanya butuh pulsa, perlu gawai dan ini harus diperhatikan.
Soal pembukaan sekolah di semua zona, Prof Zainuddin menyarankan jangan dilakukan dulu selama tidak sanggung menjalankan protokol kesehatan. Dia lebih mendorong dilakukan perbaikan pada pelaksanaan PJJ.
"Jangan buka dulu, kalau tidak sanggup melaksanakan protokol kesehatan ketat. Jangan hanya simulasi saja, PJJ ini kan konsepnya seolah-olah diberi paket murah guru-guru dari provider, nyatanya apa? Meleset," ucapnya.
Bila dipaksakan membuka sekolah di luar zona hijau, sementara protokol kesehatannya tidak jelas, tetapi mempertahankan PJJ dengan yang ada sekarang juga menimbulkan masalah.
Sebab, keluhatan orang tua akan semakin meningkat. Keluhan itu juga harus diperhatikan pemerintah.
"Jadi pemerintah harus memperbaiki PJJ, dan kalau memaksa membuka (sekolah) maka protokol kesehatan secara ketat dijamin. Jadi pembelajaran diatur shift-nya, guru juga kerja dua kali. Kemudian harus ada sarana kesehatan, hidup bersih, sehat, dan dijamin aman," tandasnya. (fat/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam