Din Syamsuddin Tak Masuk Susunan Pengurus, Ada Operasi Pembersihan di MUI?

Jumat, 27 November 2020 – 17:29 WIB
Din Syamsuddin. Foto: M Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai hilangnya Din Syamsuddin dan Teuku Zulkarnain dalam struktur kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengesankan terjadinya pembersihan orang kritis terhadap pemerintah dalam organisasi tersebut.

Sebab, Din dan Zulkarnain selama ini dikenal vokal mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak ke rakyat.

BACA JUGA: Ini Respons Din Syamsuddin Setelah Tidak Menjabat di MUI

"Hilangnya tokoh kritis pada pemerintah, semisal Din Syamsuddin, Teuku Zulkarnain, bisa dirafsir sebagai upaya pembersihan di tubuh MUI, padahal MUI seharusnya tidak perlu risau dengan tokoh kritis semacam itu," kata Dedi dalam pesan singkatnya kepada awak media, Jumat (27/11).

Dia pun berharap, kepengurusan MUI periode 2020 sampai 2025 bisa tetap garang ke pemerintah tanpa Din dan Zulkarnain.

BACA JUGA: Anies Diperiksa Polisi, Din Syamsuddin Bereaksi, Keras

Setidaknya, pengurus periode 2020 sampai 2025 perlu memastikan bahwa MUI bukan alat kekuasaan pemerintah.

"Jangan sampai dengan struktur yang baru, MUI jauh lebih dekat sebagai alat kuasa penerintah, dibanding alat masyarakat dalam kemaslahatan umat," beber dia.

BACA JUGA: Usai Ditolak Kapolri Idham Azis, Gatot dan Din Syamsuddin Cs Diminta Siap-siap

Sementara itu, terkait sosok Miftachul Akhyar yang terpilih sebagai Ketua Umum MUI, Dedi mengaku tidak terkejut.

Selama ini, Miftachul merupakan sosok yang sangat layak untuk menjadi Ketua Umum MUI untuk lima tahun ke depan.

"Terpilihnya Kiai Miftah tidak mengejutkan, terlebih beliau jauh hari memang dinominasikan dan layak memimpin Majelis Ulama Indonesia," lanjut dia.

Namun, Dedi menilai, terpilihnya Miftachul memberikan kesan monopoli Nahdlatul Ulama pada kepemimpinan MUI.

Terlebih lagi, jabatan Ketua Umum MUI sebelumnya dijabat Ma'ruf Amin yang juga berasal dari NU. 

"Hanya saja, estafet kepemimpinan dari NU kembali ke NU terkesan monopolis, meskipun ini menandai kuatnya NU dalam kemaslahatan Islam Indonesia," tutur Dedi. (ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler