Selama dua minggu setelah ledakan yang menghancurkan dua klub malam di Bali di tahun 2002, para penyelidik tidak mengetahui sama sekali siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia tersebut.
Apa yang terjadi kemudian tetap menjadi rahasia selama dua puluh tahun kemudian. Tapi yang pasti, ledakan tersebut melibatkan sebuah ponsel Nokia yang meledak, dinas intelijen Australia dan super komputer rahasia yang mereka milliki.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Peringatan 34 Tahun Peristiwa Tiananmen, Tiongkok Perketat Akses
Tiga bom meledak sekitar pukul 23:08 hari Sabtu malam, 12 Oktober 2002.
Ledakan pertama terjadi di Paddy's Bar di Kuta disusul dengan ledakan kedua yang lebih besar di Sari Club di seberangnya.
BACA JUGA: Membangun Sejarah Sendiri di Pecinan Australia
Ledakan ketiga dengan yang kekuatannya lebih kecil terjadi di luar gedung Konsulat Amerika Serikat di Denpasar, sehingga memberi pertanda adanya motif anti Barat.
"Dari lokasi kejadian kita bisa melihat semua disebabkan ledakan bom," kata Mick Keelty yang ketika itu menjadi Kepala Kepolisian Federal Australia (AFP).
BACA JUGA: Mengapa Australia Akan Melakukan Referendum Terkait Warga Aborigin?
"Ada sisa tubuh manusia yang menempel di dinding. Kebanyakan gedung kehilangan atapnya. Ada mesin sepeda motor yang berada di lantai kedua di sebuah gedung yang terletak tiga blok dari lokasi ledakan."
"Ledakan bom sebesar ini mengejutkan semua orang," kata Jenderal Da'i Bachtiar, yang saat itu menjabat sebagai Kapolri.
"Bahkan Presiden Megawati Sukarnoputri datang ke Bali untuk melihat sendiri lokasi kejadian."
Hari Senin setelah kejadian, Megawati mengadakan pertemuan kabinet dan hampir semua menteri mengkritik Kepolisian Indonesia karena gagal mencegah terjadinya ledakan bom.
Jenderal Da'i kemudian meminta untuk mendapat kesempatan berbicara, selain juga menyatakan kesiapannya jika harus diberhentikan dari jabatannya.
"Megawati memberi kesempatan kepada saya untuk berbicara," katanya kepada ABC.
"Saya mengatakan "Polisi memiliki dua tugas utama: mencegah terjadinya tindak kriminal dan kedua menyelidiki kasus kriminal untuk menemukan pelakunya. Sebagai Kapolri, saya gagal dalam tugas pertama, namun tugas kedua masih menanti."
Tekanan yang dialaminya sangat besar, ia berjanji akan mengundurkan diri jika tidak berhasil menemukan dan mengadili pelakunya.Menelpon seorang rekan
Lokasi ledakan bom masih panas ketika Kepala Kepolisian Federal Australia saat itu, Mick Keelty terbangun dengan telepon dari Indonesia.
"Bachtiar bertanya seberapa cepat saya bisa mengirimkan petugas kami ke lapangan," katanya yang sudah memiliki hubungan kerja sama dengan sang jenderal dan saling percaya selama beberapa tahun.
Kebetulan juga, petugas khusus dari AFP sedang dalam perjalanan ke Jakarta untuk memberikan pelatihan di malam ledakan bom Bali.
Beberapa bulan sebelumnya, saat sedang bermain golf bersama di kota Perth, Jenderal Bachtiar mengatakan kepada Mick jika ndonesia masih tertinggal dalam soal penyelidikan forensik.
Para petugas khusus tersebut segera diarahkan ke Denpasar bersama dengan beberapa polisi Australia yang sudah ada di Bali sebelumnya.
'Operation Alliance' kemudian dibentuk dengan pihak Australia yang diketuai oleh Graham Ashton.
Sementara dari pihak Indonesia diwakili oleh Made Mangku Pastika yang dikenal baik oleh Mick karena pernah sama-sama menjalani pelatihan di tahun 1980-an.'Jawaban akan datang dari langit'
Bahkan sesudah petugas penyelidik forensik terbaik di dunia berada di lokasi kejadian, bom Bali tetap sangat susah untuk diungkap.
Ledakan di Sari Club begitu kuatnya sehingga menciptakan lubang dalam yang kemudian tergenang air.
Ada juga masalah budaya, dengan mayoritas penduduk Muslim, pemerintah Indonesia menghendaki agar tubuh korban bisa dimakamkan dalam waktu 24 jam setelah mereka meninggal.
Setelah mengalami kesulitan selama dua minggu, satu-satunya bukti kuat yang dimiliki oleh Mangku Pastika dan Graham adalah sebuah mobil van mini berwarna putih yang digunakan membawa bom ke Sari Club dengan nomor mesin dan chassis sudah dihapus dan informasi mengenai kemungkinan bahan yang digunakan untuk membuat bom.
Setelah pertemuan dengan Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia (BIN) di Jakarta yang dilakukan bersamaan dengan Direktur Jenderal ASIS (Dinas Intelijen Australia di luar negeri) Allan Taylor dan bos ASIO (Badan Intelijen Australia di dalam negeri) Dennis Richardson, Mick merasa tim Mangku Pastika mendapat laporan yang kurang memadai dari dinas intelijen Indonesia.
"Penjelasan mereka tidak cocok dengan apa yang ada dari lokasi kejadian, penjelasan mereka banyak yang tidak benar," kata Mick.
Jelas bahwa penyelidikan mengenai bom Bali ini memerlukan kekuatan penyelidikan yang betul-betul spesial.
"Pastika sudah mengetahui hal tersebut, dia melihat ke langit dan berkata 'jawabannya akan datang dari langit'," kata Mick.
"Saya tahu dia penganut Hindu yang taat. Dia berdoa setiap hari. Dan Saya mengatakan 'maksudnya jawaban dari Tuhan?' dan dia mengatakan 'bukan, bukan, bukan dari satelit."Tanda-tanda datang dari seismogram dan ponsel Nokia
Keberuntungan mulai berubah bagi tim penyelidik ketika petugas yang melakukan pemeriksaan forensik di lokasi kejadian, Sarah Benson, menemukan serpihan kecil dari HP Nokia 5110 di luar gedung konsulat AS.
Ini adalah lokasi ledakan paling kecil dari tiga tempat dan secara forensik paling bersih.
Beruntungnya lagi serpihan itu berisi nomor serial Nokia, sebanyak 15 angka, yang dikenal dengan nomor IMEI.
"Nomor IMEI adalah nomor unik untuk setiap ponsel," ujar Mick.
"Kita bisa mengganti nomor SIM di ponsel namun nomor IMEI tetap sama."
Ponsel Nokia 5110 sudah pernah digunakan oleh teroris di tempat lain, karena ponsel ini dikenal memiliki memiliki kekuatan listrik yang cukup ketika berbunyi mendapat panggilan atau menerima SMS yang bisa mengakibatkan ledakan.
Dengan mencoba mengetahui pemilik ponsel Nokia tersebut, atau siapa yang mengirim panggilan untuk meledakkan bom di luar gedung konsulat, akan menjadi target penyelidikan berikutnya.
Namun bukti itu masih memerlukan data dari perusahaan telekomunikasi milik pemerintah Indonesia Telkomsel.
Kemudian bukti penting lainnya muncul.
Ledakan di Sari Club tersebut begitu kuatnya sehingga tercatat oleh sensor yang memantau gempa, sehingga bisa mengarahkan dari mana detonasi ledakan itu berada ketika meledak persis jam 23:08:31 waktu Bali.
AFP menduga ledakan di Sari Club dan di luar gedung konsulat Amerika Serikat dilakukan dari jarak jauh.
"Pelaku utamanya berusaha memastikan para pelaku bom bunuh diri tidak menarik diri di saat-saat terakhir. Jadi bom ini diledakkan menggunakan ponsel," kata Mick.
"Kami tahu bila kami mencocokkan data dari ledakan yang terekam dengan data dari ponsel, kami akan bisa memastikan nomor ponsel mana yang digunakan untuk meledakkan bom lainnya."
Dengan persetujuan dari tim Mangku Pastika, petugas AFP dan teknisi dari perusahaan telekomunikasi Australia Telstra terbang ke kantor pusat Telkomsel di Jakarta untuk mendapatkan data ponsel.
"Ketika kami ke sana dengan polisi Indonesia dan teknisi Telstra ke Telkomsel, kami pada dasarnya menjelaskan kepada polisi Indonesia bagaimana kami menganalisis data analog dan ponsel di Australia, dan keberhasilan kami dalam menyelesaikan kasus kriminal."
"Lokasi kejadian sudah ada, namun soal jaringan telepon dan data dari Telkomsel belum pernah disentuh sebelumnya, betul-betul jadi penanda baru. Saya bisa menyebutnya sebagai tambang emas," kata Mick.
Namun tambang emas itu terlalu kaya bagi polisi Indonesia dan juga polisi Australia untuk bisa menambangnya.Dinas rahasia Australia juga ikut terlibat
Badan penegak hukum Australia belum pernah menangani data yang begitu besar jumlahnya dari data Telkomsel.
Karenanya, polisi memerlukan lembaga seperti Kementerian Pertahanan Australia atau lebih khusus lagi badan bernama 'Defence Signals Directorate' (DSD), sebuah lembaga yang sangat rahasia di Canberra.
DSD memiliki satu-satunya super komputer di Australia yang bisa menganalisis banyak daya.
Saat itu kepala DSD setuju jika lembaganya bisa digunakan secara rahasia untuk membantu.
Mick dan duta besar Australia untuk Indonesia saat itu u juga setuju karena perdana menteri Australia ketika itu John Howard, sudah mengatakan penyelidikan mengenai bom Bali adalah prioritas utama di bidang diplomatik dan intelijen.
Namun aturan hukum di Indonesia memegang peran penting.
Tidak ada gunanya melakukan penyelidikan, jika kemudian hasilnya tidak bisa dijadikan barang bukti di pengadilan di Indonesia.
"Kami tidak mau tahu bagaimana DSD bekerja atau bagaimana metodologi mereka, karena kalau kami tahu, kami harus memberikan kesaksian di pengadilan terbuka," kata Mick.
"Jadi kami harus melakukan hal ini, kerja sama diam-diam dengan DSD bersama petugas kami di lapangan, dan mereka memberi tahu ke arah mana kami harus bergerak."Kemampuan komputer DSD
Jauh sebelum bom Bali, DSD sudah memiliki sejumlah besar data dari stasiun di dekat kota Geraldton yang memantau data satelit dalam tugas mereka memantau data global sebagai bagian dari kerja sama Echelon, yang dioperasikan oleh lima mitra intelijen yaitu Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat.
Untuk menganalisis data yang besar diperlukan sebuah komputer super untuk melakukannya.
"Sebelum adanya pembicaraan mengenai data besar, badan intelijen seperti ASD sudah memiliki petugas yang bisa menganalisis data dan bisa menemukan jarum di kumpulan jerami," kata mantan direktur ASD Mike Burgess, yang sekarang menjadi bos ASIO.
"Dan itulah kuncinya organisasi intelijen yang menganalisis data. Tidak saja sekadar memahami bagaimana komunikasi yang ada, tapi juga memecahkan sandi rahasia. Dan ada banyak ada yang bisa akhirnya menemukan individu yang melakukannya."
DSD adalah organisasi pertama di Australia yang mendapatkan 'Cray superkomputer' di tahun 1980-an, yang dibeli oleh Jim Noble, ayah dari Rachel Noble yang saat ini menjabat sebagai direktur jenderal ASD.
"Saya bisa mengatakan waktu itu komputer ini bentuknya aneh dan kemampuannya terbatas," kata Rachel mengenai superkomputer pertama tersebut.
"Ponsel iPhone memiliki kemampuan ribuan kali lebih cepat dalam melakukan proses data dibandingkan komputer super, namun ketika kami beli di tahun 1986, ini adalah yang pertama di Australia dan di bumi bagian selatan, sehingga betul-betul berguna bagi kami."
Baik Jim dan Mike tidak mau merinci keterlibatan DSD dalam penyelidikan bom Bali.Panggilan terakhir Nokia mengungkap segalanya
Superkomputer DSD yang berada di atas kapal HMAS Harman yang berlabuh di pinggiran kota Canberra digunakan untuk menganalisis data Telkomsel, dari dari puluhan juta penggunanya yang melakukan ratusan juta panggilan telepon dan mengirim SMS.
"Ini adalah bukti terbesar dalam penyelidikan dan paling penting, karena ini adalah bukti baru yang kami miliki dan bisa memberikan hasil segera dan itulah yang terjadi,." kata Mick.
"Analisis jaringan bukanlah hal yang mudah. Ini sangat kompleks," kata Jenderal Bachtiar.
"Ada ribuan nomor telepon yang terlibat namun kami berhasil mengidentifikasi dan menemukan polanya."
Ponsel Nokia 5110 yang digunakan meledakkan bom di luar gedung konsulat mendapat panggilan telepon terkahir dari sebuah nomor yang ada di data Telkomnsel.
Data ini membantu polisi Indonesia melacak nomor telepon pemiliknya, yang bernama Idris.
Dia adalah penghubung yang tidak saja melakukan panggilan terhadap ponsel Nokia tersebut namun juga membeli kartu SIM dan mengatur akomodasi dan transportasi bagi para pelaku bom Bali.
"Idris adalah pengaturnya, dan seperti putaran roda yang menjadi inti menghubungkan semua bagian lain untuk melakukan pemboman," jelas Mick.
Analisis DSD dari panggilan telepon dan SMS yang dilakukan Idris ditambah dengan data telepon mengenai kapan ledakan di Sari Club membuat polisi bisa menentukan jaringan pelaku.
Mukhlas adalah kepala operasi grup teror Jemaah Islamiyah dan komandan di lapangan adalah Imam Samudra.
Menemukan jaringan teroris ini memerlukan proses informasi "bolak balik" antara Canberra dan Denpasar.
DSD menemukan data nomor telepon yang kemudian digunakan polisi Indonesia dan Australia di lapangan untuk ditindaklanjuti.
Kemudian DSD akan mendapat input dari penyelidik di lapangan di Bali mengenai nomor yang harus dicek dan proses tersebut dilakukan berulang kali.
"Analis jaringan ini sangat penting dalam menemukan jaringan teroris," kata akademisi ANU Professor John Blaxland.
"Itulah yang menyebabkan adanya terobosan, terobosan yang sangat berarti, karena adanya saling percaya antara Australia dan Indonesia, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya."Menemukan sel teror
Sementara itu, penyelidik Indonesia pimpinan Made Mangku Pastika pada awalnya merasa frustrasi dengan tidak adanya data forensik berarti dari mobil van putih yang meledak di luar Sari Club.
Dia kemudian meminta petugas untuk memeriksa mesin mobil sekali lagi.
Firasatnya terbukti dan memperkuat data yang dilakukan 4.500 kilometer jauhnya di Canberra.
"Kami menemukan bukti lain dari plat nomor mobil tersebut," kata Jenderal Bachtiar kepada ABC.
"Kami melacak nomor polisi tersebut dan menemukan mobil ini pernah dimiliki oleh enam orang, dan akhirnya dimiliki oleh Amrozi yang tinggal di sebuah desa kecil yaitu Tenggulan di Jawa Timur."
Amrozi adalah saudara laki-laki pemimpin operasi Mukhlas.
DSD juga melakukan pengecekan tambahan dari data yang dilakukan polisi Indonesia dan menemukan salah seorang pelaku yaitu Ali Imron yang juga merupakan saudara laki-laki Mukhlas.
Dengan bantuan DSD, penyelidik kemudian mengidentifikasi pembuat bom termasuk ahli pembuat bom Jemaah Islamiyah, Azahari Husin, selain juga Rauf Abdul yang bertugas mencari orang-orang yang mau melakukan peledakan bom bunuh diri di Paddy's Bar dan Sari Club.Amrozi mengakui perbuatannya
Penahanan pertama dilakukan terhadap Amrozi yang dijuluki "penyuplai bahan bom yang selalu tersenyum", kemudian dengan cepat pelaku lainnya diketahui.
"Beberapa yang ditahan ini berasal dari kota yang dihuni jutaan orang," kata Mick.
"Namun melakukan penangkapan awal sangat penting, karena para pelaku ini kemudian bekerja sama. Dan kami bisa menguji apa yang mereka katakan karena kami memiliki data."
"Inilah peran penting AFP dalam kasus bom Bali," kata Jenderal Bachtiar.
"Dari tersangka pertama Amrozi kami bisa membongkar seluruh jaringan dan kami menemukan adanya kelompok bernama Jemaah Islamiyah."
Pelaku utama Mukhlas berusaha menghilangkan jejak dengan berulang kali mengganti kartu SIM, namun tidak mengetahui kalau DSD bisa melacak lewat nomor IMEI, sehingga akhirnya bisa ditangkap polisi di Jawa Tengah.
Imam Samudra juga beberapa kali mengganti kartu SIM-nya ketika harus melakukan panggilan telepon atau mengirim SMS yang membantu tim analis Indonesia dan Australia mengidentifikasi aktivitasnya yang mencurigakan.
Dengan data geolokasi yang akurat bisa menentukan posisi seseorang dalam jarak 500 meter, serta deskripsi wajah yang diberikan oleh Amrozi, Imam Samudra berhasil ditangkap di pelabuhan Merak.
"Kami menemukan Imam Samudra duduk di bagian belakang sebuah bis, setelah puluhan orang lainnya ditahan, dalam radius 500 meter," kata Jenderal Bachtiar.
"Syukur dengan bantuan teknologi kami menemukan dia."
Jenderal Da'i Bachtiar yang tidak dipecat dari jabatannya, kemudian memberi usulan kepada presiden Megawati untuk melakukan investasi teknologi yang sama yang digunakan oleh Australia dalam menyelidiki bom Bali.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Mick atas dukungan yang diberikan," kata Bachtiar.
"Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kerja sama kepolisian antara Indonesia-Australia yang menjadi kunci keberhasilan."
Mick mengatakan tanpa keterlibatan DSD, penyelidikan mereka mungkin tidak akan membuahkan hasil.
"Apa yang kami dapat dari DSD dan badan pemerintah Australia lainnya sangat luar biasa," kata Keelty.
"Ini harus ditangani dengan hati-hati, karena di belakang DSD ada komunitas Lima Mata dan kemampuan melakukan perang."
Terjemahan wawancara dari bahasa Indonesia dilakukan oleh Ari Wuryantama.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pelaku Prank di Australia Dihukum Penjara karena Sebabkan Kebutaan