jpnn.com, JAKARTA - Pelaksanaan pemilu menjadi penentu dalam sistem demokrasi Indonesia sebagai sarana pergantian kekuasaan dan kepemimpinan nasional lima tahun sekali.
Antusiasme partai politik baru yang menghiasi pendaftaran di KPU menandai dimulainya kompetisi untuk mendapatkan atensi publik dalam meraih kekuasaan politik legislatif maupun eksekutif.
BACA JUGA: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran Partai Peserta Pemilu 2024, Catat Tanggalnya!
Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal mengatakan bahwa yang menarik untuk dicermati dari puluhan partai baru yang mendaftar, ternyata digawangi oleh wajah-wajah lama.
"Tidak ada yang salah dari fenomena ini, namun yang mesti diingat bahwa pilihan politik masyarakat hari ini adalah reaksi terhadap kekecewaannya di masa yang lampau dan harapannya di masa yang akan datang," katanya kepada wartawan, Selasa (2/8).
BACA JUGA: UU Pindah Partai Disahkan, Politikus Kutu Loncat Bakal Disikat
"Sehingga mendapatkan kembali kepercayaan publik adalah tujuan utama dari setiap partai politik yang mendaftar di KPU," sambungnya.
Azhari juga menambahkan kalau berdasarkan hasil riset Trust Indonesia tahun ini menempatkan partai politik pada lembaga negara pada tingkat kepercayaan paling rendah.
BACA JUGA: Koalisi Politik Sejak Dini Untungkan Rakyat dan Partai
"Ini adalah tantangan serius bagi setiap partai baru yang notabene digawangi oleh wajah lama untuk membuktikan diferensiasinya dengan partai yang sudah eksis lama. Karena jelas akan terjadi irisan basis massa dengan partai induknya secara langsung maupun tidak langsung," paparnya.
Dikatakan Azhari bahwa wajah lama seperti nama Amien Rais dengan Partai Ummat, Anis Matts dengan partai Gelora, Farhat Abbas dengan Pandai, Agus Jabo dengan Prima dan yang lainnya.
Adalah gambaran serius dari pertarungan isu yang akan diusung pada kontestasi politik 2024 mendatang.
Sealin itu, Azhari mengatakan bahwa dengan berbagai instrumen yang mengiringinya, mulai dari aktor politik, mesin partai, funding politik, media yang membentuk opini dan tentunya pemilih itu sendiri.
"Kita berharap terbangun proses dialogis yang mencerdaskan publik bukan saja atas janji kerja kepemimpinan eksekutif dan legislatif kedepan. Namun lebih dari itu, pemilih menjadi sadar dan tergerak untuk ikut mengawal proses pemerintahan dengan berbagai ranah kebijakannya," tutupnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif