jpnn.com, JAKARTA - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan kepada eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Setelah diperiksa KPK, Idrus Marham mengaku pernah menjabat sebagai komisaris PT CLM.
BACA JUGA: Petinggi Harita Group dan 2 Bos Tambang Mangkir dari Pemeriksaan KPK
"Posisi pernah menjadi komisaris CLM satu hari. Jadi, saya pada 4 Juli 2022 diangkat dalam rapat RUPS luar biasa, tetapi 5 (Juli) saya sudah mengundurkan diri," kata dia.
Dia mengaku mundur dari posisi komisaris PT CLM karena merasa bekerja bukan di bidangnya. Karena itu, dia menyarankan sosok lain yang kredibel di bidangnya untuk mengisi jabatan tersebut.
BACA JUGA: Pengadilan Bebaskan Eddy Hiariej dari Tersangka, KPK: Masuk Akal atau Masuk Angin
"Kalaupun ada yang mau dibantu, tanpa komisaris pun bisa," kata Idrus Marham.
Idrus mengaku awal dirinya ditunjuk sebagai komisaris karena lewat rapat luar biasa. Setelah rapat itu, Idrus baru diberi tahu.
BACA JUGA: Penuhi Panggilan Penyidik untuk Kasus SYL, Rajiv Nasdem Yakini KPK Profesional
"Setelah saya pertimbangkan, ya, itu tidak karena ada beberapa hal menurut pandangan saya belum saatnya," kata dia.
Idrus juga mengaku meski sehari menjabat di PT CLM, dirinya mengetahui ada sengketa kepemilikan di perusahaan tersebut.
"Waktu itu saya sarankan supaya diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan. Kalau di dalam proses hukum ada namanya restorative justice, itu saran saya dulu," tegas dia.
Dalam perkara tersebut, penyidik komisi antirasuah telah menahan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH) atas perannya sebagai tersangka pemberi suap.
Selain itu, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka penerima suap, yakni Eddy Hiariej (EOSH), pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM), dan asisten pribadi EOSH bernams Yogi Arie Rukmana (YAR). Namun, Eddy Hiariej bebas dari status tersangka setelah menggugat praperadilan ke pengadilan.
Konstruksi dugaan korupsi tersebut berawal dari terjadinya sengketa dan perselisihan internal di PT CLM mulai tahun 2019 hingga 2022 terkait status kepemilikan.
Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, HH selaku Direktur Utama PT CLM berinisiatif mencari konsultan hukum dan sesuai dengan rekomendasi, yakni EOSH.
Sebagai tindak lanjut atas hal tersebut, sekitar April 2022, dilakukan pertemuan di rumah dinas EOSH yang dihadiri HH bersama staf dan PT CLM.
Hasil pertemuan tersebut dicapai kesepakatan yaitu EOSH siap memberikan konsultasi hukum untuk AHU PT CLM. EOSH menugaskan YAR dan YAM sebagai representasi dirinya.
Besaran uang yang disepakati untuk diberikan HH kepada EOSH sejumlah sekitar Rp4 miliar. Selain itu, HH juga mengalami permasalahan hukum di Bareskrim Polri.
Oleh karena itu, EOSH bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sekitar Rp 3 miliar.
HH juga meminta bantuan EOSH, selaku wamenkumham pada saat itu, untuk membantu proses buka blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM. Atas kewenangan EOSH, proses buka blokir akhirnya terlaksana.
HH juga disebut memberikan kembali uang sekitar Rp1 miliar untuk keperluan pribadi EOSH maju dalam pencalonan ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
KPK menjadikan pemberian yang sejumlah sekitar Rp8 miliar dari HH kepada EOSH melalui YAR dan YAM sebagai bukti awal untuk terus ditelusuri dan didalami hingga dikembangkan.
HH, sebagai pihak pemberi, disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Kasus Eddy Hiariej, KPK Panggil Idrus Marham
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga