jpnn.com - JAKARTA - Tim pemenangan pasangan capres-cawapres di daerah yang dipimpin gubernur, diyakini bakal meraup banyak keuntungan.
Keuntungan pertama, menurut Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw, tim pemenangan capres-cawapres itu akan lebih gampang mempengaruhi calon pemilih, khususnya dari kalangan bawah yang punya kecenderungan mengikuti saja pilihan pimpinannya.
BACA JUGA: KPK Sita Mobil dan Apartemen Terkait TPPU Bappepti
"Karena tak bisa dipungkiri, sebagian masyarakat kita masih menganut sistem patriarkis, mengikuti saja pilihan pimpinannya. Tapi menurut saya, kalangan ini jumlahnya tidak banyak," ujar Jerry kepada JPNN di Jakarta, kemarin (4/6).
Keuntungan kedua, lanjut aktivis asal Manado itu, tim pemenangan itu akan lebih mudah dalam urusan pendanaan, baik lewat penggalangan dari kalangan pengusaha lokal, maupun dari APBD provinsi.
BACA JUGA: Lupakan Kasus Penyadapan, RI-Australia Sepakati Cari Peluang Kerjasama Baru
Jerry yakin, modus-modus klasik penggunaan dana bansos untuk kepentingan politik yang biasa terjadi di pilkada, akan terjadi juga dalam pilpres. Pasalnya, dana bansos paling gampang diakali, terlebih penyaluran dana tersebut menjadi otoritas kepala daerah.
"Modusnya yang umum bansos untuk tempat-tempat ibadah. Meski secara formal tidak disebut untuk kepentingan politik, tetap saja baunya gampang dibaca, kampanye pasti diselip-selipkan di situ," ujar Jerry.
BACA JUGA: Jokowi Menang di Jateng, Jabar, Jatim, Prabowo di Jakarta-Banten
Modus lain yang sering dilakukan, lanjutnya, dana bansos disalurkan ke ormas-ormas tertentu. Untuk kepentingan politik, ormas-ormas yang menerima bantuan akan diseleksi yang sekiranya bisa membantu pemenangan.
Keuntungan ketiga, tim pemenangan yang dipimpin gubernur akan mendapat kemudahan dalam menggunakan fasilitas-fasilitas negara, termasuk fasilitas di jalan untuk pemasangan spanduk-spanduk.
Namun, menurut Jerry, dari ketiga keuntungan itu, yang paling bisa dikeruk adalah yang kedua dan ketiga, yakni dana bansos dan penggunaan fasilitas negara.
"Karena kalau yang pertama, itu menyangkut psikologis sosial. Kalau masyarakatnya tidak suka kepada kepala daerahnya, ya mereka malah memberikan pilihan capres yang berbeda dari pemimpinnya itu," kata Jerry. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KontraS: Kritik Pelanggaran HAM Bukan Berarti Dukung Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi