Direksi PT RUBS Dikriminalisasi, Polri Dinilai Rusak Iklim Investasi

Minggu, 14 Agustus 2022 – 05:47 WIB
Ilustrasi Bareskrim Polri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Penetapan tersangka sejumlah pimpinan PT Rantau Utama Bhakti Sumatra oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri dinilai sebagai upaya kriminalisasi investor di Indonesia.

Mereka yang diduga melakukan penggelapan dalam jabatan, yaitu direktur utama bersama-sama dengan komisaris dan direksi lain PT Rantau Utama Bhakti Sumatra mengalihkan saham milik pelapor selaku pemilik PT Batubara Lahat.

BACA JUGA: Jadi Tersangka Laporan Luhut, Fatia KontraS: Ini Bentuk Kriminalisasi dari Pejabat Publik

Menurut kuasa hukum PT Rantau Utama Bhakti Sumatra, Ricky Hasiholan Hutasoit, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim adalah tindakan yang serampangan dan upaya kriminalisasi investor pertambangan.

Apalagi, lanjutnya, PT Batubara Lahat (BL) di Sumatera Selatan juga telah dilaporkan terkait dugaan penjualan batubara secara ilegal yang merugikan para investornya.

BACA JUGA: Analisis Advokat Senior soal Kasus Habib Bahar, Benarkah Ada Kriminalisasi?

"Patut diduga penetapan tersangka ini adalah kriminalisasi sebagai alasan agar PT Batubara Lahat (BL) dapat dengan leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama yang telah disepakati sebelumnya," kata Ricky kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (13/8).

Sebagaimana diketahui, PTBL diduga telah melakukan penambangan secara ilegal tanpa seijin direksi PT Rantau Utama Bhakti Sumatra sebagai beneficial owner.

BACA JUGA: Lawan Kriminalisasi, Ni Luh Widiani Siap Ajukan Banding

"Jelas ini terbalik sebenarnya, yang melakukan penggelapan siapa di sini? Kami punya bukti kuat. Jadi sangat disayangkan di tengah kinerja dan kredibilitas Polri yang sedang disorot, para investor yang notabene ingin meningkatkan perekonomian Indonesia malah dikriminalisasi. Polri sebagai institusi besar telah dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," lanjutnya.

"Kami memiliki bukti bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana," sambungnya lagi.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana.

"Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan ketidaprofesionalan dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi," ujar Fickar.

Kata dia, jika penyidikan kasus ini serampangan dan diduga ada upaya kriminalisasi, berpotensi memburuknya kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia.

"Jangan sampai Polri jadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi mencari keuntungan, sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi. Inilah yang harus dihindari, karena tidam mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN," ujarnya.

Sementara pengamat ekonomi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tanggor Sihombing menyebut penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.

"Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum," kata Tanggor.

Sebagai informasi penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/415N/Res.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 3 Mei 2021. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: R/182N/RES.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 5 Mei 2021. (dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler