Lawan Kriminalisasi, Ni Luh Widiani Siap Ajukan Banding

Sabtu, 07 Mei 2022 – 22:00 WIB
Ilustrasi Palu Hakim. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Upaya perempuan asal Buleleng, Bali, Ni Luh Widiani mencari keadilan belum berhenti. Widiani diduga mengalami dugaan kriminalisasi berlatar belakang konflik harta warisan sepeninggal suaminya almarhum Eddy Susila Suryadi.

Persoalan hukum yang membuatnya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Perempuan Kerobokan, Bali, telah menuai perhatian serius dari Komisi III DPR, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan.

BACA JUGA: Penangkapan Anggota MUI Kriminalisasi Ulama? Ridlwan Habib Bilang Begini

“Ibu Ni Luh Widiani terus berupaya dan tak pernah berhenti mencari keadilan atas kasus dugaan kriminalisasi,” kata pengacara Ni Luh Widiani, Agus Widjajanto dalam keterangannya, Sabtu (7/5).

Widiani dan Eddy Suryadi menikah pada 28 Maret 2014 di hadapan pemuka agama Hindu, Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsanawa Shandhi di Banjar Kaje Kangin, Desa Kubutambahan, Buleleng.

BACA JUGA: Dituding Kriminalisasi soal Kasus Habib Bahar, Polri Jawab Seperti Ini

Suaminya merupakan pemilik 99 persen saham PT Jayakarta Balindo. Agus mengatakan konflik warisan mengharuskan Widiani menelan kepahitan sebagai korban dari konspirasi untuk merampas haknya sebagai istri Komisaris Utama PT Jayakarta Balindo.

Keluarga Eddy Suryadi mengajukan gugatan pembatalan perkawinan Widiani di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

BACA JUGA: Divonis 4 Bulan, Korban Kriminalisasi Protes Soal Tudingan Mafia Tanah

Tidak hanya itu, Widiani juga harus menghadapi laporan ke Polda Bali atas beberapa dugaan tindak pidana. Laporan dimaksud antara lain dugaan pencurian yaitu mengambil kunci mobil PT Jayakarta Balindo.

Namun, Polda Bali menolak dengan pertimbangan penetapan PN Denpasar Nomor 615/Pdt.P/2019/PN Dps terkait kepemilikan PT Jayakarta Balindo. Kemudian, Widiani kembali diadukan ke Polda Bali dengan tuduhan pemalsuan cap jempol almarhum suaminya untuk urusan administrasi pernikahan.

Polda Bali menghentikan penyidikan atau menerbitkan SP3, karena tidak ada bukti yang memadai. Tak berhenti di situ, Widiani pun dipolisikan di Polda Bali atas dugaan tindak pidana pemalsuan kartu tanda penduduk (KTP) Eddy Suryadi.

Kala itu, Widiani hendak melakukan pengubahan data rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Jayakarta Balindo. Agus mengatakan laporan ini juga ditolak oleh Polda Bali, karena tidak memenuhi unsur tindak pidana.

Tidak patah arang, keluarga Eddy Suryadi melaporkan Widiani ke Bareskrim Mabes Polri dengan Nomor LP/B/0574/X/Bareskrim.

Laporan tertanggal 9 Oktober 2020 itu berisi tuduhan pemalsuan KTP Eddy Suryadi. Laporan ini berlanjut sampai persidangan di PN Denpasar. Sidang putusan pada 12 Juli 2021, dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Handajani Day dengan anggota Heriyanti dan Konny Hartanto menyatakan Ni Luh Widiani terbukti bersalah melakukan pemalsuan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 264 ayat (2) KUHP. Widiani pun dipenjara 1 tahun dan 2 bulan.

Majelis hakim yang sama mengabulkan gugatan yang diajukan adik Eddy Suryadi, Putu Antara Suryadi dalam perkara perdata pembatalan perkawinan.

Majelis hakim membatalkan akta perkawinan Ni Luh Widiani dengan Eddy Suryadi dan akta kelahiran JAS --anak hasil perkawinan tergugat dengan Eddy Suryadi-- yang dikeluarkan Dinas Dukcapil Kota Denpasar.

Majelis hakim dalam putusannya pada 3 Mei 2021 menyatakan kedua akta tersebut batal demi hukum, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Perkawinan antara ibu Widiani dan almarhum Pak Eddy Suryadi juga dinyatakan batal demi hukum, tidak sah (no legal force) dan tidak pernah ada (never excited) dengan segala akibat hukumnya,” kata Agus.

Tragisnya, menurut Agus, dalam pertimbangan pembatalan akta kelahiran JAS, majelis hakim hanya berasumsi melegalkan kata “patut diduga”, tanpa bukti dengan mengatakan JAS bukan anak dari perkawinan Widiani dengan Eddy Suryadi. Alasannya, Eddy Suryadi mengalami sakit stroke sejak 2012.

Guru Besar FH UKI Prof. Dr. Mompang L Panggabean, SH.M.Hum berpandangan seharusnya ada bukti ilmiah yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim. Bukti ilmiah itu berupa tes DNA, seperti yang dilakukan dalam status anak dalam perkawinan siri Machica Mochtar dengan Moerdiono.

Menjelang menghirup udara bebas dan bersama anak kandung dan anak angkatnya merayakan Hari Raya Nyepi pada Maret 2022, Widiani harus pasrah tetap “dikerangkeng” di Lapas Perempuan Kerobokan.

Perempuan 42 tahun ini kembali diadili dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Widiani dianggap menggunakan surat palsu, yakni akta otentik dalam RUPS.

Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum I Gusti Ngurah Wirayoga pada 22 Februari 2022 dengan dasar laporan polisi Nomor LP/B/0574/X/Bareskrim tertanggal 9 Oktober 2020.

“Laporan polisi ini sama dengan perkara pidana sebelumnya yang sudah diputus dan inkracht atau berkekuatan hukum yang tetap dimana Widiani dipenjara 1 tahun dan 2 bulan,” kata Agus.

Menjelang libur Lebaran pada 28 April 2022, majelis hakim yang diketuai Wayan Yasa dengan hakim anggota Putu Sayoga dan Konny Hartanto menyatakan Ni Luh Widiani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 264 ayat (1) KUHP, yakni melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik, berupa keputusan sirkuler dan berita acara rapat umum luar biasa para pemegang saham PT Jayakarta Balindo.

Widiani dijatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun. Majelis hakim yang sama memutus perkara terhadap Notaris Wayan Darma Winata, selaku pembuat akta RUPS saham Sirkuler dalam PT Jayakarta Balindo juga menghukum notaris selama tiga tahun penjara dengan tahanan kota.

“Putusan seperti ini belum pernah ada dalam sejarah hukum di Indonesia dan tidak ada diatur dalam KUHP bahwa ada terdakwa yang dihukum penjara tiga tahun dengan penjara tahanan kota dan dalam putusan tersebut antara keduanya, yaitu Ni Luh Widiani dan Notaris Wayan Darma Winata, mana berperan sebagai pelaku utama dan mana penyerta atau pembantu sesuai dakwaan kedua Pasal 55, tidak jelas,” kata Agus.

“Semua dianggap pelaku utama, tetapi dengan vonis yang berbeda. Sama-sama diputus penjara tiga tahun, tetapi Ni Luh Widiani tetap dalam penjara, sedangkan Wayan Darma Winata berstatus tahanan kota. Hukum sudah dijungkir balikkan, keadilan sudah runtuh. Ibu Ni Luh Widiani akan mengajukan banding demi kebenaran dan keadilan yang kami yakini masih ada di Indonesia tercinta ini,” demikian Agus. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler