jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Advokasi Institute (AI) Fadli Rumakefing mengingatkan korupsi di Indonesia, khususnya di lingkungan penyelenggara negara, baik kementerian atau lembaga kian hari dari waktu ke waktu telah mengancam seluruh aspek kehidupan sosial kemasyarakatan dan kebangsaan.
Karena itu, dia menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset harus segera disahkan DPR.
BACA JUGA: Jokowi Singgung RUU Perampasan Aset, Puan: Apa Akan Menjadi Lebih Baik?
"Korupsi telah membawa malapetaka yang sangat besar bagi masa depan bangsa dan menghancurkan cita-cita luhur sejak diperjuangkan dan dimerdekakan negara ini dari penjajahan dan penindasan oleh bangsa asing di kala itu," kata Fadli Rumakefing dalam keterangannya, Jumat (30/8).
Fadli juga menegaskan korupsi merupakan kejahatan sosial kemanusiaan yang sangat berimplikasi negatif tehadap kemajuan negara baik di sektor ekonomi, masyarakat, maupun budaya.
BACA JUGA: Kandidat Doktor Unair Ini Mendukung Langkah Presiden Jokowi Terkait RUU Perampasan Aset
Dia menyebutkan beberapa puluh tahun belakang ini telah terjadi suatu fenomena sosial di Indonesia dengan meningkatnya kekayaan para penyelenggara negara, baik aparatur sipil negara (ASN) maupun jabatan-jabatan politik di kementerian/lembaga negara secara drastis dan fantastis, hasil dari tindakan korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN).
Menurut catatan yang disampaikan Presiden Jokowi pada Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023, sejak dari 2004-2022, penyelenggara negara yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, 344, termasuk Ketua DPR dan juga Ketua DPRD.
BACA JUGA: RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan, Ganjar: Itu Menjadi Tuntutan Masyarakat
"Ada 38 menteri dan kepala lembaga. Ada 24 gubernur dan 162 bupati dan wali kota. Ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi. Ada 8 komisioner, di antaranya komisioner KPU, KPPU, dan KY. Dan juga ada 415 dari swasta dan 363 dari birokrat," beber Fadli.
Karena itu, Fadli menekankan pentingnya RUU Perampasan Aset harus benar benar diseriusi dan diselesaikan demi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Mengingat Indonesia kini telah berada dalam suatu situasi darurat korupsi.
"Meski di sisi lain kita tahu, RUU Perampasan Aset telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010. Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU Perampasan Aset termasuk dalam program legislasi nasional, namun tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas RUU," terangnya.
Kemudian, lanjut Fadli, RUU Perampasan Aset pada periode Prolegnas 2020-2024 juga kembali dimasukkan.
Kemudian pemerintah mengusulkan agar RUU Perampasan Aset ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020.
Namun, sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR.
Pada tahun 2023, pemerintah dan DPR mencapai kesepakatan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2023.
Oleh karena itu, kata Fadli lagi, besar harapan masyakat Indonesia kepada Pak Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih periode 2024-2029 agar RUU Perampasan Aset harus menjadi atensi khusus dari sekian banyak program Pak Prabowo Subianto.
"Mengingat salah satu janji dan komitmen beliau adalah memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya baik akar serabut maupun akar tunggal," ungkapnya menginmgatkan.
Sebab, fenomena hari ini, di mana hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi tidak berbanding lurus dengan kejahatan korupsi yang dilakukan.
Selain itu, penjara bagi para koruptor bukanlah suatu momok yang menakutkan sehingga hukuman penjara dianggap sebagai hukuman yang biasa-biasa saja.
"Karena itu, RUU Perampasan Aset ini harus segera diselesaikan sebagai Langkah ikhtiar supremasi penegakkan hukum di sektor tindak pidana korupsi," tegas Fadli. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi