jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika(Kemenkominfo), Hokky Situngkir mengatakan judi online merupakan serangan yang membius masyarakat dan menghisap sumber daya ekonomi.
Selain itu, judi online juga menjadi ancaman yang serius karena menipu para pelakunya dengan harapan palsu.
BACA JUGA: Polisi Minta Kominfo Blokir 353 Situs Judi Online
“Judi online mirip dengan phishing di mana pelaku merasa diberi keberuntungan, padahal sebetulnya sedang menyedot uang sebesar triliun rupiah,” jelas Hokky Situngkir. dalam keterangannya, Kamis (12/9).
Hokky memaparkan data yang dimiliki Kemenkominfo di mana 80% dari korban judi online adalah masyarakat menengah ke bawah. Hal ini tentu menjadi fokus bagi Kemenkominfo karena judi online tak lagi soal masalah individu, tetapi mengancam negara secara keseluruhan.
BACA JUGA: Sosiolog Apresiasi Satgas Judi Online, Kejar Terus Situs-Situs Judol Baru
“Ini adalah ancaman ekonomi secara keseluruhan. Kominfo bersama berbagai lembaga keuangan dan otoritas terkait berkomitmen untuk mengentaskan masalah judi online ini,” paparnya.
Menurut Hokky, sejalan dengan itu, TNI juga memiliki peran yang penting sebagai garda terdepan prajurit negara pada pertempuran yang terjadi di ruang digital.
BACA JUGA: Kemenkominfo Gencarkan Sosialisasi Pembangunan IKN lewat 4 Program Ini
“Ini mengancam stabilitas ekonomi, dan bahkan pada taraf yang lebih berbahaya berpotensi mengganggu keamanan nasional,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika Slamet Santoso menuturkan mengenai Darurat Judi Online. Mengutip data yang diterbitkan oleh PPATK, lanjut Slamet, dana yang telah tersedot dari aktivitas judi online mencapai angka fantastis, yaitu sebesar Rp.327 triliun.
Itu kalau dirata-rata transaksi pada setiap satu hari mencapai hampir Rp. 1 triliun. "Inilah yang dinamakan kondisi darurat judi online,” ucapnya.
Masih mengacu pada PPATK, menurut Slamet, terdapat 3,7 juta pelaku yang tersebar di Indonesia. Tak dipungkiri, terdapat pula pelaku yang berasal dari kalangan TNI.
“Pada kesempatan ini, kami mohon bantuan kepada para prajurit TNI untuk turut menggalakkan.aksi melawan judi online,” tambahnya.
Terlebih lagi, 80% pelaku dari judi online berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.. Tentu hal itu patut menjadi fokus seluruh masyarakat Indonesia. Perlu disebarkan awareness bahwa judi online adalah penipuan.
“Mengapa penipuan? Karena tidak ada ceritanya pelaku bisa menjadi kaya, semuanya adalah rekayasa algoritma. Para pelaku dijanjikan untuk menang, padahal kemenangan di awal hanyalah iming-iming,” lanjutnya.
Slamet menyebut Kemenkominfo sudah masuk anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (SATGAS PASTI) untuk memberantas judi online. Namun, tentu butuh perhatian dan bantuan dari berbagai pihak untuk terus melawan aktivitas judi online.
Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Sofian Lusa memaparkan mengenai bahaya Illusion of Control pada permainan judi online.
“Illusion of control membuat seolah-olah kemenangan pada permainan judi online disebabkan oleh kepiawaian pemainnya, padahal itu algoritma,” jelas Sofian.
Sofian menambahkan bahwa, algoritma itu memungkinkan para pemain mengulangi permainan tersebut. Kemudian di saat pengulangan itu, tidak ada kemenangan, justru akan mendatangkan kerugian.
“Algortima itu tujuannya membuat orang kecanduan. Inilah yang harus kita lawan, terlebih sekarang teknologi makin canggih,” tuturnya.
Ada tiga komponen pendorong mengapa banyak yang kecanduan, lanjut Sofian, yaitu withdraw dan pendaftaran yang mudah, membuat yang tidak tertarik menjadi eksplor. Kemudian, kemudahan sistem pembayaran, dan redeem number generation.
“Pada dasarnya, judi online adalah permainan yang tidak fair, dibuat untuk memaksimalkan keuntungan platform,” pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad