jpnn.com, SINGAPURA - Pertemuan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai se-Asia Tenggara atau ASEAN Customs Directors General ke-31 diselenggarakan di Singapura pada 7 hingga 9 Juni 2022.
Pertemuan berlangsung dengan format hybrid, yakni kombinasi luring (luar jaringan) dan daring (dalam jaringan).
BACA JUGA: Bea Cukai Membuat Kesepakatan dengan Singapore Police Coast Guard, Soal Apa?
Pertemuan ini dipimpin Ho Chee Pong, direktur jenderal Bea Cukai Singapura dan dihadiri 10 negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Hatta Wardhana mengungkapkan, pada pertemuan ini, pertukaran langsung Sertifikat Phyto elektronik antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand pada 2022 dinantikan.
BACA JUGA: Bea Cukai Beri Asistensi ke Pelaku UMKM untuk Tingkatkan Ekspor Nasional
“Sertifikat Phyto merupakan ekspor yang menyatakan bahwa suatu komoditas tumbuhan telah diinspeksi oleh pihak yang berwenang dan dinyatakan aman dari hama dan patogen,” ujarnya.
Selain itu, pertemuan ini mendiskusikan pertukaran dokumen elektronik dengan masing-masing Dialogue Partner (DP), yaitu Cina, Jepang, Republik Korea, dan Amerika Serikat.
BACA JUGA: 4 Cara Bea Cukai Musnahkan Barang Ilegal Hasil Penindakan
Selanjutnya, turut dibahas kesepakatan memulai pembahasan kerangka teknis dan hukum guna mempersiapkan pertukaran Surat Keterangan Asal (SKA) elektronik dengan Cina dan Jepang.
Mencermati perkembangan positif tersebut, para Dirjen menantikan pertukaran SKA elektronik dengan DP telah siap.
“Hubungan ASEAN Single Window (ASW) dengan DP lebih mendorong digitalisasi proses perdagangan. Hal ini memungkinkan pertukaran dokumen atau data yang akan menghasilkan penghematan biaya dan waktu bagi bisnis,” ujar Hatta.
Para Dirjen mengapresiasi hasil finalisasi ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2022 dan mencatat bahwa Kamboja, Indonesia, Malaysia, dan Thailand telah mengimplementasikan AHTN 2022.
AMS yang tersisa akan mengintensifkan upaya mereka untuk mengimplementasikan AHTN 2022 akhir tahun ini.
Dalam pertemuan ini, pergerakan kargo baru-baru ini menggunakan ASEAN Customs Transit System (ACTS) di antara para negara anggota yang berpartisipasi.
Yaitu, Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Pertemuan ini mencatat upaya dalam meningkatkan penggunaan ACTS melalui inisiatif yang sedang berlangsung.
Yaitu, ACTS Private Sector Partnership Building Outreach Events, Two-Country Transit pilot antara Kamboja dan Vietnam, dan studi kelayakan terkait implementasi ACTS di koridor Kalimantan.
Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina akan turut terlibat.
“Diharapkan dapat memiliki lebih banyak pergerakan kargo dengan menggunakan ACTS dengan pemangku kepentingan yang lebih beragam. Para Dirjen juga menantikan operasi langsung ACTS di Myanmar pada 2023,” ujar Hatta.
Pertemuan ini juga memfasilitasi sesi konsultasi dengan Australia, Cina, Jepang, Republik Korea, dan World Customs Organisation (WCO) untuk bertukar pengalaman tentang masalah kepabeanan.
Termasuk perdagangan elektronik lintas batas, pengembangan Authorized Economic Operator Mutual Recognition Arrangement, digitalisasi prosedur kepabeanan, pemrosesan prakedatangan, manajemen risiko, dan sirkularitas.
Kemudian, Green Customs yang sangat penting untuk mendukung penyederhanaan dan modernisasi kepabeanan ASEAN.
Terdapat sesi konsultasi dengan perwakilan sektor swasta dari ASEAN Business Advisory Council, EU-ASEAN Business Council, dan US-ASEAN Business Council.
Tujuannya ialah memperkuat kemitraan Customs to Business di kawasan.
Sesi konsultasi menggarisbawahi keterlibatan erat antara Bea Cukai dan sektor swasta sebagai upaya kolektif dalam memperdalam integrasi ekonomi ASEAN, meningkatkan perdagangan intra-ASEAN, dan memperkuat konektivitas rantai pasokan.
Dengan dibukanya kembali perbatasan, para Dirjen mendorong administrasi kepabeanan ASEAN untuk memfasilitasi kelancaran dan keamanan arus barang dan perdagangan.
Utamanya bagi pemulihan dan pertumbuhan kawasan.
Kegiatan kepabeanan mengemban peran penting mengurangi dampak pandemi dan mendorong institusi kepabeanan untuk terus menjadi pilar pembangunan dan kemakmuran ASEAN.
“Para Dirjen berkomitmen mengimplementasikan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025 sekaligus meningkatkan kerja sama konektivitas di era digital,” pungkas Hatta. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi