jpnn.com, JAKARTA - Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengajak kaum muda untuk berkontribusi dalam upaya pemajuan kebudayaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Dia menyampaikan ajakan tersebut dalam Kuliah Umum bertema “Pemajuan Kebudayaan dan Kontribusi Kaum Muda” di Auditorium Universitas Jember (UNEJ).
BACA JUGA: Bappenas dan Kemendikbudristek Godok Hasil Musrembang untuk Memajukan Kebudayaan
Di hadapan lebih dari seribu civitas akademika UNEJ, Hilmar Farid menjabarkan pemajuan kebudayaan memiliki tujuan strategis, yakni memperkuat identitas, meningkatkan ketahanan budaya, meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat kedudukan Indonesia dalam konstalasi global.
Untuk kepentingan itu, kaum muda sebagai warga negara dominan memiliki posisi strategis.
BACA JUGA: Dorong Kemajuan Kebudayaan, Kemendikbudristek dan Bappenas Gelar Akad Ijab Kabul
“Indonesia merupakan negara dengan biocultural diversity tertinggi di dunia, dengan keragaman hayati yang menghasilkan respons kreatif masyarakat berupa ragam pengetahuan lokal. Ada puluhan ekosistem di Indonesia. Dalam interaksi dan adaptasi dengan alam, masyarakat di setiap ekosistem selama ribuan tahun menghasilkan pengetahuan, ekspresi budaya yang beragam,” papar Hilmar.
Hilmar juga memaparkan data penting terkait pengembangan dan pemafaatan ragam budaya lokal yang berkaitan dengan alam dalam skala nasional dan internasional.
BACA JUGA: Kantor Bappenas Dipilih jadi Ruang Tamu Pekan Kebudayaan Nasional 2023
Data WHO menunjukkan bahwa 40% produk farmasi berasal dari alam dan pengetahuan lokal.
Selain itu, Indonesia adalah rumah bagi 20% hutan mangrove dunia yang bermanfaat untuk melindungi pesisir, penyerapan karbon, perikanan, dan hasil laut lainnya.
“Sayangnya, banyak dari kita belum tahu bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan harta yang luar biasa itu. Ilmuwan dan masyarakat internasional yang memiliki banyak hak paten. Kita mestinya bisa menggunakan daya cerna kultural, yakni menyerap dan memanfaatkan hal-hal baik dari sains dan teknologi untuk menghasilkan layanan dan produk baru,” ungkapnya.
Terkait pengaruh budaya asing, Hilmar menjabarkan bangsa Indonesia tidak mungkin bisa menutup masuknya pengaruh dari luar.
Ditambah adanya fakta menunjukkan bahwa secara historis budaya bangsa Indonesia lahir dari bermacam percampuran dengan budaya asing.
“Kuncinya, bukan pada seberapa kuat kita mengendalikan apa yang masuk ke kita tetapi meningkatkan kemampuan mencerna yang masuk. Kalau daya cerna budaya kita lemah, maka apa yang masuk akan memengaruhi kita. Namun, kalau daya cerna budaya kuat, kita akan mampu mengolah yang datang. Kita bisa menyikapi dan menyerap pengaruh budaya yang datang untuk menjadi bagian dari budaya kita,” tutur Hilmar.
Terkait ikon dan prioritas kebijakan budaya, Hilmar memaparkan pemerintah tidak perlu memfokuskan hanya pada satu ekspresi budaya.
Fokusnya adalah menghadirkan keragaman budaya dan memahami kekayaan budaya di masing-masing wilayah. Hal itu akan sangat merugikan karena bangsa ini memiliki terlalu banyak budaya.
Dia mengatakan bahwa berbicara tentang budaya nasional bukan berarti mereduksi apa yang ada di tingkat lokal untuk kepentingan nasional.
Justru, masyarakat Indonesi harus memikirkan secara serius bagaimana mengelola keragaman itu.
Layaknya sistem jaringan komputer, Indonesia perlu menghubungkan aneka budaya itu sebagai keunggulan bangsa, agar bisa bermanfaat untuk bangsa.
“Apa yang perlu terus kita kembangkan adalah inovasi terhadap ragam tradisi yang berkembang agar bisa sesuai dengan konteks masa kini. Tradisi itu sendiri adalah inovasi di masa lalu, maka jangan berhenti berinovasi dengan tradisi. Kita tidak perlu menghadap-hadapkan yang modernisme dan tradisionalisme, itu tidak produktif,” ucapnya.
Di bagian akhir kuliah umum, Hilmar mengajak para mahasiswa untuk mengambil posisi strategis dalam upaya pemajuan kebudayaan.
Pemajuan kebudayaan memerlukan tenaga dan lembaga yang andal. Banyak tugas sebagai pemimpin dan pemikir, perencana dan peneliti, pelaksana dan tenaga ahli, dan yang lain. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi