Dirjen PP Kemenkumham Ajak Pemuda Teladani Jong Se-Indonesia

Sabtu, 28 Oktober 2017 – 19:53 WIB
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana menjadi pembina upacara memperingati hari Sumpah Pemuda di Lapangan Kemenkumham, Sabtu (28/10). Foto: Dirjen PP Kemenkumham

jpnn.com, JAKARTA - Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar upacara memperingati hari Sumpah Pemuda di Lapangan Kemenkumham, Sabtu (28/10). Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) Kemenkumham Widodo Ekatjahjana didaulat menjadi pembina upacara.

Dia membacakan pidato Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi bertema Pemuda Berani Bersatu. Dalam kesempatan itu, Widodo menceritakan peristiwa yang terjadi pada 28 Oktober 1928 silam.

BACA JUGA: Good, Tiga WBP Terorisme di Lapas Palu Tekuni Wirausaha

Saat itu, sebanyak 71 pemuda dari seluruh Indonesia berkumpul di sebuah gedung di Jalan Kramat Raya, Kwitang, Jakarta. Para pemuda itu mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

“Sungguh sebuah ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ikrar ini, pada 17 tahun kemudian, melahirkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,” ucap Widodo.

BACA JUGA: BPHN-Peradi Tandatangani Kerja Sama Penguatan Bantuan Hukum

Dia menambahkan, ikrar Sumpah Pemuda itu dibacakan pada Kongres Pemuda II yang dihadiri para pemuda dari berbagai suku, agama, dan daerah. Daftar panitia dan peserta dari pulau-pulau terjauh Indonesia ada dalam dokumen sejarah Kongres Pemuda II.

Dari Barat Indonesia terdapat nama Mohammad Yamin. Pemuda kelahiran Sawah Lunto, Sumatera Barat, itu mewakili organisasi Jong Sumatranen Bond.

BACA JUGA: Kepala Rutan Tanjung Konsolidasi Prinsip PASTI

Dari Timur Indonesia ada Johannes Leimena. Pemuda kelahiran Kota Ambon, Maluku, itu mewakili organisasi Jong Ambon. Ada pula Katjasungkana dari Madura dan Cornelis Lefrand Senduk yang mewakili organisasi Jong Celebes.

Widodo menambahkan, sangat sulit membayangkan para pemuda itu bisa bertemu dengan mudah karena terpaut jarak sangat jauh. Dia mencontohkan jarak antara Sawah Lunto dengan Ambon kurang lebih empat ribu kilometer atau  hampir sama dengan jarak antara Jakarta ke Shanghai, Tiongkok.

Sarana transportasi umum pun masih mengandalkan laut. Mereka membutuhkan waktu berminggu-minggu di perjalanan.

Selain itu, alat komunikasi juga sangat terbatas. Mereka hanya mengandalkan korespondensi melalui kantor pos.

Hari ini surat dikirim, satu atau dua bulan kemudian baru sampai di alamat tujuan. Para pemuda itu juga terkendala perbedaan agama dan bahasa. Namun, para pemuda tersebut dapat bertemu.

“Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang Mohammad Yamin dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes Leimena dari Ambon? Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang Katjasungkana dari Madura dapat bertemu dengan Lefrand Senduk dari Sulawesi Bukan hanya bertemu, tapi mereka juga berdiskusi, bertukar pikiran, mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen ke Indonesiaan,” jelas Widodo.

Dia menambahkan, Mohammad Yamin beragama Islam dan berbahasa Melayu. Sedangkan Johannes Leimena beragama Protestan dan berbahasa Ambon. Begitu pula dengan Katjasungkana, Lefrand Senduk, serta 71 pemuda peserta kongres lainnya memiliki latar belakang agama, suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. Hal itulah yang disebut dengan Berani Bersatu.

Jika dibandingkan dengan era sekarang, imbuh Widodo, sarana transportasi umum yang sangat mudah membuat perjalanan dari Timur ke Barat Indonesia hanya membutuhkan beberapa jam. Selain itu, pemuda di pelosok-pelosok negeri memiliki alat komunikasi

“Anehnya, justru dengan berbagai macam kemudahan yang kita miliki hari ini, kita justru lebih sering berselisih paham. Mudah sekali menvonis orang. Mudah sekali berpecah belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah, dan kebencian,” tuturnya.

Menurut dia, kemajuan itu harus membuat masyarakat Indonesia berkumpul, bersilaturahmi dan berinteraksi sosial. “Sebetulnya, tidak ada ruang untuk salah paham, apalagi membenci. Sebab, semua hal dapat kita konfirmasi dan kita klarifikasi hanya dalam hitungan detik,” tambah Widodo.

Dia mengatakan, dalam sebuah kesempatan, Presiden Pertama Indonesia Soekarno pernah menyampaikan pesan berbunyi: Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sebarang sudah satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir.

Menurut Widodo, pesan tokoh yang karib disapa Bung Karno itu sangat mendalam bagi generasi muda. Api sumpah pemuda harus diambil dan terus dinyalakan. Pemuda juga harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah pelah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, keagamaaan dan kedaerahan kita. Ego ini yang kadang mengemuka dan menggerus persaudaraan kita sesama anak bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa Persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh di atas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan apalagi golongan,” tutur Widodo.

Dia juga mengajak para peserta upacara untuk bersyukur terhadap sumbangsih pemuda Indonesia yang sudah melahirkan Sumpah Pemuda. Widodo juga meminta para peserta meneladadi langkah dan keberanian para penggagas Sumpah Pemuda.

Dengan begitu, mereka bisa menorehkan sejarah emas untuk Indonesia. Dia pun mengimbau generasi muda untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia serta menghentikan segala bentuk perdebatan yang mengarah pada perpecahan bangsa.

Menurut dia, pemuda zaman sekarang seharusnya malu dengan para generasi 1928 dan juga kepada Bung Karno. “Sudah saatnya kita melangkah ke tujuan lain yang lebih besar, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiam” jelasnya.

Widodo juga meminta pemuda Indonesia bersyukur dan berterima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Sebab, presiden yang karib disapa Jokowi itu memberikan perhatian sangat besar atas pembangunan kepemudaan Indonesia.

Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan, pada Juli 2017 lalu.

“Melalui Perpres ini, peta jalan kebangkitan pemuda Indonesia terus kita gelorakan. Bersama pemerintah daerah, organisasi kepemudaan dan sektor swasta, kita bergandengan tangan, bergotong royong melanjutkan api semangat Sumpah Pemuda 1928,” ujar Widodo.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inggris Tawarkan Beasiswa S2 Buat Pegawai Kemenkumham


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler