Dirjen PSLB3 Berbagi Pengalaman Soal Penanganan Impor Limbah

Kamis, 16 Juni 2022 – 03:25 WIB
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjadi salah satu pembicara bersama perwakilan Bea dan Cukai Thailand dan Interpol Italia pada side event “Combatting Illicit Waste Flows from the EU to South-East Asia: Contributions to Sound Managements of Waste and to the Implementation to the Basel Convention pada Selasa (14/6/2022). Foto: Dok. KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menjadi salah satu pembicara bersama-sama dengan perwakilan Bea dan Cukai Thailand dan Interpol Italia pada side event “Combatting Illicit Waste Flows from the EU to South-East Asia: Contributions to Sound Managements of Waste and to the Implementation to the Basel Convention.”

Diskusi itu berlangsung di sela waktu berlangsungnya pertemuan Konvensi Internasional Basel, Rotterdam dan Stockholm terkait bahan kimia dan limbah dari tanggal 6 - 17 Juni 2022 yang mengambil tema “Global Agreements for a Healthy Planet: Sound Management of Chemicals and Waste”.

BACA JUGA: Limbah Beracun Dibiarkan di Tengah Permukiman Warga

Pada side event yang diselenggarakan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) dan berlangsung pada Selasa (14/6/2022), Indonesia menyampaikan pengalamannya dalam menyelesaikan permasalahan impor ilegal limbah non B3 yang ternyata terkontaminasi dengan limbah B3 dan tercampur dengan sampah (Experience Sharing from Indonesia: Illegal Trafficking of Waste, causes and remedies).

Dirjen PSLB3 Ibu Rosa Vivien mengatakan perdagangan limbah antarnegara menjadi salah satu perhatian utama pada agenda Basel Convention.

BACA JUGA: Limbah Elektronik Makin Tinggi, Pemerintah Lakukan Ini

Menurut Rosa, Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Basel melalui Keppres 61 Tahun 1993 dan meratifikasi Ban Amendment dengan Pepres 47 Tahun 2005 yang melarang perpindahan limbah khususnya limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang.

Indonesia telah memiliki peraturan yang jelas dan ketat dalam perdagangan limbah non B3 (lintas batas limbah) termasuk kebijakan dalam pelaksanaannya.

BACA JUGA: KLHK Beberkan Lima Dekade Perjalanan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Selain ketentuan tidak boleh terkontaminasi limbah dan sampah, menurut Rosa, persyaratannya lainnya bahwa limbah non B3 yang dapat diimpor harus berupa bahan baku produksi dan hanya dapat diimpor oleh importir produsen yang memiliki fasilitas proses produksi menjadi produk akhir.

Persyaratan lainnya adalah harus berasal dari eksportir yang sudah mendapatkan registrasi dari perwakilan pemerintah di negara asal limbah.

Dirjen Rosa menjelaskan Interpol Italy menyampaikan diperlukan keterlibatan kepolisian dalam penanganan perdagangan limbah ilegal dalam lingkup kerja sama internasional mengingat isu perdagagan limbah ilegal termasuk 4 besar kejahatan bisnis global.

Terkait peranan Customs (Bea dan Cukai) disampaikan oleh Thailand bahwa ada perbedaaan jalur dalam menerima limbah (red line dan green line).

Jika kontainer yang datang masuk ke jalur merah maka perlu dilakukan x-rays untuk melihat isinya dan hal ini juga sudah diterapkan oleh Bea dan Cukai di Indonesia.

“Memperhatikan hal ini, Sekretariat Konvensi BRS merasa perlu untuk dibangun kerja sama internasional dalam penanganan illegal traffic untuk limbah terutama dalam hal pertukaran informasi dari negara maju dan negara berkembang (ASEAN),” ujarnya.

Peran KLHK dalam Penangan Impor Limbah

Rosa Vivien menjelaskan tentang peran KLHK dalam penanganan impor limbah ilegal bersama dengan Bea dan Cukai.

Menurut Rosa, KLHK dan Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan terhadap container yang terindikasi mengandung limbah ilegal dan merekomendasikan hasil pemeriksaan apakah bersih dan dapat diterima.

“Apabila hasilnya kotor dan terkontamisa limbah B3 dan sampah maka harus direekspor,” ujar Rosa.

Dalam pelaksaaan reekspor, Dirjen PSLB3 sebagai focal point Konvensi Basel telah melakukan notifikasi ke negara asal limbah untuk mengambil kembali limbahnya.

Pada kasus terakhir tahun 2019, dari 1121 kontainer yang diperiksa, maka 423 kontainer  dikategorikan ilegal dan telah berhasil dilakukan reekspor 309 kontainer ke negara asalnya.

Saat ini impor limbah non B3 telah ditangani bersama dengan Satgas Khusus Pemeriksaan Importasi imbah Non B3.

Satgas Khusus ini beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait yaitu Menko Maritim dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kepolisian.

Dia berharap dengan pengalaman yang dimiliki Indonesia, persyaratan yang lebih ketat dan adanya satgas lintas kementerian maka importasi limbah non BN3 dapat terawasi.

“Dengan demikian dapat menunjang sirkular ekonomi dan bukan menambah beban lingkungan,” ujar Rosa.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler