Dirut Ceria Ungkap 2 Faktor Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik

Rabu, 05 April 2023 – 13:29 WIB
Direktur Utama PT Ceria Nugraha Indotama Derian Sakmiwata. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Utama PT. Ceria Nugraha Indotama Derian Sakmiwata mengatakan percepatan ekosistem kendaraan listrik yang menjadi salah satu tujuan hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel, butuh pengawasan dan kemudahan akses permodalan.

Jika dua faktor itu terpenuhi, harapan Presiden Jokowi merealisasikan hilirisasi bisa meluas ke material bauksit dan tembaga.

BACA JUGA: Ceria Sambut Baik Keinginan Presiden Jokowi soal Hilirisasi

“Roadmap hilirisasi yang dicanangkan pemerintah hingga sejauh ini sudah berjalan baik, tetapi kami pengusaha masih membutuhkan dukungan pemerintah terutama untuk akses permodalan," kata Derian.

Pengawasan penting di saat keberadaan perusahaan smelter nikel sudah terlampau banyak. Izin dari pemerintah mutlak tak boleh disia-siakan dan tidak menimbulkan permasalahan baru karena berebut bahan baku.

BACA JUGA: Indonesia Raja Nikel, Ceria Percaya Diri Garap Baterai Kendaraan Listrik

"Pak Presiden telah menyampaikan bahwa program hilirisasi ini direspons baik oleh pengusaha, banyak peminat. Namun, hal ini perlu diawasi agar industri pengolahan nikel tetap kondusif dan persaingannya sehat,” ujar Derian.

Ceria merupakan salah satu smelter di Sulawesi Tenggara yang tengah membangun secara bertahap empat line smelter dengan target total produksi hingga 250 ribu ton fero nikel dengan kandungan nikel 22% di dalamnya.

BACA JUGA: Pengusaha Optimistis Program Hilirisasi Dorong Pencapaian Target Investasi 2023

Ceria menggunakan teknologi smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan bentuk tungku persegi (rectangular) yang merupakan teknologi RKEF terkini dan dinilai lebih efisien.

“Dengan sumber daya 17,68 miliar ton dan cadangan 5,2 miliar ton nikel di tanah air, kami berharap potensi ini dapat termanfaatkan dengan baik. Pengawasan terhadap pemanfaatan bahan baku menjadi penting karena penambahan jumlah pemain smelter berimplikasi pada peningkatan kebutuhan bahan baku, jangan sampai hal ini menjadi bumerang seperti yang dikhawatirkan Pak Presiden," tutur Derian.

Selain mengembangkan smelter RKEF yang menggunakan prinsip teknologi pirometalurgi, dalam proses produksinya, Ceria akan menggunakan teknologi hidrometalurgi (HPAL) untuk mengolah bijih nikel kadar rendah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku baterai listrik.

Aplikasi teknologi ini memiliki skala keekonomian yang lebih besar sehingga lebih mahal dibandingkan dengan investasi teknologi pirometalurgi. Jadi, dibutuhkan modal besar untuk mempercepat realisasi pembangunannya.

"Ceria akan membangun pabrik HPAL dengan teknologi hidrometalurgi melalui dua tahap pengembangan dengan total kapasitas produksi sebesar 290 ribu ton mixed hydroxide precipitate (MHP) dengan kandungan nikel 108 ribu ton di dalamnya dan 11 ribu ton cobalt, nikel dan cobalt termasuk material kritis untuk memproduksi baterai. Untuk menyelesaikan seluruh tahapan pembangunan smelter RKEF dan HPAL ini serta meningkatkan produksi dibutuhkan modal yang besar sehingga dukungan perbankan sangat berarti,” katanya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler