jpnn.com - JAKARTA - Direktur Utama PT Pindad Silmy Karim mengatakan, saat ini Indonesia sebenarnya punya pilihan untuk membeli, atau membangun sendiri alat utama sistem persenjataan.
Silmy berpendapat, kalau membeli alutsista dari negara lain itu berarti masih belum riil membangun kekuatan pertahanan nasional.
BACA JUGA: Jangan Permalukan Jokowi Kedua Kalinya dengan PP JHT
"Karena masih tergantung dengan negara lain. Lalu dimana industri pertahanan kita?" ujar Silmy dalam diskusi bertajuk "Hercules dan Ironi Alutsista TNI" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/7).
Menurut dia, memang Indonesia mempunyai pengalaman terbaik dalam perang gerilya. Namun, yang menjadi pertanyaan apakah Indonesia mempunya pengalaman perang di laut maupun udara.
BACA JUGA: SBY: Ada yang Ingin Demokrat Terpecah Belah
Nah, Silmy menambahkan, peperangan sekarang dengan 30 tahun yang lalu tentu berbeda. "Terus, apakah sudah dikaji ancaman terhadap negara? Ini harus dikembangkan dengan industri pertahanan," katanya.
Dia mengatakan, industri pertahanan Indonesia harus dikembangkan. Apalagi, industri ini merupakan perusahaan yang bernaung di bawah Badan Usaha Milik Negara. Negara juga harus berperan besar untuk mengembangkan industri pertahanan. "Jika akan membangun industri pertahanan, maka harus lihat semua dari berbagai sisi," katanya.
BACA JUGA: Presiden IAAW: Hanya Penyidik yang Tahu Penyebabnya
Sementara Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan, TNI sudah membuat satu rumusan untuk memperbarui alutsista yang mayoritas sudah uzur dan tidak sesuai dengan kondisi teknologi saat ini. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi kecelakaan seperti yang terjadi pada pesawat Hercules C-130, di Medan, Sumatera Utara. "Pangab (Panglima TNI) dan Kepala staf angkatan sudah membuat satu rumusan dalam rencana strategis II," kata Fuad.
Menurut Fuad, dulu hanya ada satu renstra yakni tentang alutsista. Namun, dalam renstra II dirumuskan untuk kesejahteraan prajurit dan pemeliharaan alutsista. Sebab, untuk pemeilharaan alutsista selama ini anggaran pemeliharaanya nempel pada anggaran TNI.
Untuk 2015 anggaran TNI sejumlah Rp 106 triliun. Namun, 40 persennya untuk belanja pegawai, pemeliharaan, pembangunan rumah, dan sebagainya. Dengan adanya renstra itu, maka pemeliharaan ada dananya tersendiri atau tidak lagi menyatu dengan anggaran yang lain.
"Dengan dibangunnya renstra ini maka fokus dan tidak nempel lagi dengan yang lain," papar Fuad. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantah Hercules Kanibal, TNI Sebut Lagi soal Antena Radio Joy FM
Redaktur : Tim Redaksi