Disandera Prosedur Legal Formal

Sabtu, 28 November 2009 – 18:57 WIB
MISALKAN Mahkamah Agung (MA) mengkorting hukuman seorang pembunuh yang dipenjarakan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Riau atau Sulawesi Selatan dalam putusan kasasinyaTetapi walaupun ternyata masa hukumannya berakhir pada hari putusan kasasi MA itu ditetapkan di Jakarta, ia tak serta-merta bisa bebas

BACA JUGA: Teater SBY Alot Tapi Pasti

Padahal, putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap, dan seyogyanya kejaksaan melaksanakan eksekusinya, karena si pembunuh telah menjalani hukumannya sesuai putusan pengadilan, dan terakhir masa hukuman itu dikoreksi MA di tingkat kasasi


Kepala LP yang jauh dari Jakarta itu tak berani membebaskan si narapidana karena belum menerima salinan putusan MA itu dari kejaksaan selaku eksekutor

BACA JUGA: Menguak Konspirasi di Istana

Tapi kejaksaan pun tak bisa mengeksekusinya karena belum menerima salinan putusan kasasi di tingkat MA
Kapan si narapidana itu bisa bebas?

Kejaksaan masih harus menunggu salinan putusan itu dari MA di Jakarta

BACA JUGA: Sekuntum Mawar untuk Yudhoyono

Biasanya butuh beberapa waktu, jika spontan dikerjakan, dan bisa menjadi lama bila masih ditunda-tundaTak heran jika si narapidana tetap di berada di LP, misalnya, sampai sebulan atau lebih, meskipun tanpa dasar hukumHak asasinya telah dirampas oleh negaraTapi ia tak berdayaPihak LP, kejaksaan dan MA pun tak mau disalahkan dan saling cuci tangan

Kasus-kasus yang mengkultuskan prosedur legal formal inilah sekarang yang juga membelit Bibit dan Chandra, walau tak sama persis dengan contoh kasus di atasWalaupun Tim 8 telah merekomendasikan kasus mereka tak layak diajukan ke meja hijau, dan Presiden Yudhohyono pun telah meminta kasus itu tidak bergulir ke pengadilan, tetapi kepolisian dan kejaksaan masih repot dengan urusan prosedur legal formal tersebut

Bebagai media menyiarkan bahwa kejaksaan buruh waktu 14 hari menyelesaikan prosedur legal formal tersebutMulai dari menerima berkas dan tersangka dari Polri, menilainya apakah layak diteruskan ke pengadilan, baru kemudian ditetapkan sikap kejaksaan, misalnya mengeluarkan SKPP, surat penghentian penuntutan

Saya tiba-tiba teringat lagi Bismar Siregar, mantan hakim agung yang populer ketika ia mengubah kasus perzinaan menjadi penipuan, sehingga hukumannya semakin beratInilah, terobosan di panggung hukumMeski kasus ini gagal menjadi jurisprudentie, tapi Bismar menunjukkan bahwa seorang hakim adalah sumber pembaruan hukumApalagi KUHP kita yang usang dan berasal dari negeri Belanda itupun sudah lama diubah di negeri Kincir Angin sana

Saat diangkat menjadi hakim agung puluhan tahun silam, saya kerap berbincang dengan Bismar, kala itu sebagai Ketua Pengadilan Tinggi di MedanBanyak pendapat hukumnya yang menyentuh rasa keadilan publikBismar akan menghukum berat seorang maling yang mencuri di pagi hari setelah surya terbitAlasannya, karena si maling begitu bangun sudah berniat mencuriTapi jika si maling mencuri sore hari, hukumannya lebih ringanAlasannya, mungkin setelah berikhtiar mengais rejeki halal, dan ternyata gagal, barulah si maling mencuri

Bismar pun tak segan-segan menghukum perampok kelas teri jika yang dirampoknya adalah penjual gerobak bakso yang modalnya pas-pasanSebab jika duitnya dirampok, alamat modalnya habis, dan si penjual bakso tak lagi bisa berjualan, sehingga si maling telah memusnahkan sumber kehidupannyaHukuman pencuri di rumah orang kaya bisa lebih ringan, karena toh harta yang dicuri tak sampai menyebabkan si orang kaya bangkrut

Hakim agung yang bersuara halus itu rupanya tak selalu terpaku dengan kepastian hukum belakaIa juga melihat rasa keadilan publik dan fakta realitas sosial-ekonomiTak jarang ia mengakomodasi sistem nilai adat dan agama yang hidup di masyarakat dalam pertimbangan vonisnyaJika keluarga korban pembunuhan dan keluarga si pelaku sudah berdamai dan saling memaafkan, bahkan disertai dengan acara adat,  Bismar setuju hukuman si pelaku diringankan, bahkan dibebaskan

Maaf lebih tinggi dari hukum yang tidak semata berasas "balas dendam"Tak heran jika hukum qisas, nyawa bayar nyawa dalam hukum Islam pun bisa dikesampingkan, jika kedua belah pihak berdamai dengan ikhlasBismar sudah sampai ke tingkat filsafat hukum, suatu atmosfer yang tak semata tenggelam dalam teks hukum yang bakuTapi sebaliknya, menggali dan menemukan "hukum" baru mengikuti perkembangan zaman.   

Bismar tak sendirianPakar hukum Prof Dr Andi Hamzah yang menulis buku Jaksa di Berbagai Negara mengatakan bahwa seorang pengutil barang di toko karena tidak punya duit, malah dibebaskan setelah jaksa mengambil duit dari dompet sendiri dan membayarnya ke kas negara"Saya melihat sendiri kasus itu di negeri Belanda," kata Andi Hamzah, guru besar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan itu, suatu kali

Mengapa kepolisian masih melimpahkan kasus Bibit dan Chandra itu kepada kejaksaan, jika presiden telah menginstruksikan agar kasus itu tak perlu dilanjutkan, setelah mendengar dan membaca rekomendasi Tim 8? Tidakkah cukup dengan mengeluarkan surat penghentian penyidikan, sehingga tercipta penegakan hukum yang efisien? Dengan meneruskan kasus itu kepada kejaksaan, tidakkah berarti mengabaikan instruksi presiden?

Presiden tentu saja tak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyidikan, karena itu memang wewenang kepolisianTapi presiden sebagai kepala pemerintahan dan negara berhak meminta jajaran bawahannya untuk tetap berada di koridor hukum, dan dalam hal ini tak meneruskan kasus Bibit dan Chandra ke pengadilan

Sikap serupa jika bisa dilaksanakan kejaksaan dengan serta-merta mengeluarkan SKPPBila tidak, bagaimana seandainya berkas dari polisi lengkap dan dinyatakan P-21? Bukankah berarti harus dilimpahkan ke meja hijau, sehingga bertentangan dengan instruksi presiden yang telah membaca rekomendasi Tim 8, bahkan rekomendasi itu pun telah dikirimkan kepada kepolisian dan kejaksaan?

Saya bukan ahli hukumTapi rasanya kepolisian dan kejaksaan cukuplah membahas instruksi presiden dan rekomendasi Tim 8 tersebutKemudian melaksanakannyaJika kasus itu masih di tingkat kepolisian, maka surat penghentian penyidikan dikeluarkanJika sudah di tingkat kejaksaan, maka SKPP pun dikeluarkan

"Ijtihad hukum" yang kritis itu tak muncul dalam kasus iniAkibatnya menjadi bertele-tele dan tenggelam dalam teks hukum acaraJika meminjam pengandaian kasus di awal tulisan ini, tak mustahil bisa membuat seseorang dirampas hak asasinya oleh negara, melalui tangan-tangan aparaturnya(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Ketupat Maksi dan Mini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler