Teater SBY Alot Tapi Pasti

Rabu, 25 November 2009 – 03:17 WIB
MUNGKIN, karena engkau terlalu banyak menonton film televisi di layar kaca, kemudian kecewa mendengar jawaban Presiden Yudhoyono alias SBY kepada rakyat Indonesia, Senin malam (23/11) laluPenjelasan Presiden terhadap kasus Bibit dan Chandra, dua pimpinan non-aktif KPK yang gempar itu, tak berlanjut ke meja hijau, tanpa melalui orasi yang dahsyat menggebu-gebu

BACA JUGA: Menguak Konspirasi di Istana

Bahkan berlangsung datar.

Skenario film yang mendebarkan, memang apabila plot cerita bagai perahu yang meluncur di sungai
Engkau menunggu apakah perahu itu hanyut ke air terjun di depan sana, atau menepi sehingga selamat? Ternyata tak ada klimaks macam itu

BACA JUGA: Sekuntum Mawar untuk Yudhoyono

Engkau kecewa dan pulang dengan tangan di saku sedemikian sebalnya.

Engkau sampai lupa bahwa pidato presiden 20 menit itu disampaikan tanpa teks
Uraian SBY sistematis, dan tentu saja secara general walau tetap menggaris-bawahi bahwa ia mengintruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung bahwa kasus Bibit dan Chandra tak perlu bergulir ke meja hijau.

Tentu saja, kepolisian dan kejaksaan-lah yang menghentikan penyidikan atau penuntutan kasus itu sesuai KUHAP

BACA JUGA: Si Ketupat Maksi dan Mini

Bukan presiden.

Gaya kepemimpinan SBY tentu saja beda dengan Hamlet dari Kerajaan Denmark itu, dalam lakon drama karya Shakespeare ituAyahnya dibunuh ClaudiusLalu si paman ini menikahi Gertrude, ibunya, dan menggantikan ayahnya menjadi raja.

Tapi Hamlet ragu yang meracuni ayahnya adalah Claudius; itu sebabnya ia butuh sindiran, yakni mengundang kelompok sandiwara yang mementaskan tentang tewasnya seorang raja, dan membuat Claudius pulang sebelum teater usai.

Toh, Hamlet urung membunuh Claudius yang khusyuk berdoa”Kalau dia tewas dalam doa, surgalah tempatnya; padahal tak pantas ia menghuni surga,” gumam Hamlet.

Hamlet bimbangSaat ibunya merahasiakan ulah Claudius, Hamlet yang melihat bayangan seseorang di balik tirai segera menikamnya, dan tewaslah Polonius, calon mertuanya, ayah Ophelia, kekasihnya.

Oedipus, tokoh drama karya Spochles lain lagiOedipus dikucilkan ayahnya, Raja Laius, semasih bayi karena diramalkan akan membunuhnya dan menikahi ibu kandungnya bak SangkuriangBelakangan ia tahu ramalan itu dan lalu pergi mengembaraIa lari dari ramalan itu.

Suatu waktu, ia dikagetkan oleh kereta kuda yang ngebutOedipus berang dan menghantam penumpangnya, yang tak lain Raja Laius, hingga tewasOedipus kemudian mengawini sang janda Laius, Ratu Jocasta, yang tak lain ibunya.

“Cacat” Oedipus karena dia pemarah, dan Hamlet karena peraguSBY berbedaIa bukan Hamlet, bukan Oedipus.

Jika Hamlet memerlukan pentas drama untuk menyindir Claudius, SBY membentuk Tim 8Tapi meskipun temuan Tim 8 ditepiskan oleh Kapolri dan Jaksa Agung dengan sikap bahwa kasus Bibit & Chandra go ahead, SBY menyetopnya.

Apakah SBY akan mereposisi pimpinan Kapolri dan Kejaksaan Agung, serta staf lain yang diduga terkait kasus ini, bersabarlahPermainan belum selesaiHarap dicatat, SBY juga sependapat dengan hak angket DPR mengenai Bank Century, seraya meminta penegak hukum mengusutnya.

SBY bukan tokoh seperti Oedipus yang menggebrak kereta kuda – dan ditumpang Raja Laius -- yang hampir mencederainyaIa bukan tokoh seheroik naskah drama Yunani ituNegara beda dengan teks teater, bukan?

Saya percaya, SBY komit memberantas korupsi dan mereformasi hukumNaluriku berbisik, ia memilih step by stepBagai air tenang tapi menghanyutkanSatu persatu dikoreksiDitertibkanSemoga saya tidak keliru!

***
Tiba-tiba saya ingat lagi Gao Yuan, penulis buku Memancing Harimau Turun Gunung (Pustaka Grafiti, 1993)“Bila melakukan sesuatu, usahakan agar lawan Anda melakukannya untuk Anda,” tulis master jurnalistik dari Universitas California, Berkeley tersebut.

Gao memetiknya dari 36 Strategi Perang Cina Kuno, yang masih relevan jika ditasirkan di zaman kotemporer ini"Jie dao sha ren," tulis GaoArtinya, membunuh dengan "pisau pinjaman".

Prinsipnya adalah "memakai" tenaga orang lainDalam kasus "cicak versus buaya", Presiden Yudhoyono melakukannya melalui verifikasi Tim 8 sehingga tersibaklah beberapa fakta, sehingga kasus itu tak layak dilanjutkan ke meja hijau, seperti diumumkan SBY, Senin malam silam.

Komitmen pemberantasan korupsi dan reformasi hukum bahkan menjalar ke segenap elemen bangsa secara meluasAtmosfer peduli supremasi hukum yang berkeadilan kini berkobar-kobar dan bergelora secara simultan.

Di masa kuno, Raja Zheng mengamalkan siasat ini untuk menjatuhkan Raja Kuai di sekitar 772-481 Sebelum MasehiZheng mendirikan altar persembahan korban, lalu di bawahnya terteralah nama para pejabat dan jenderal Kuai, dan dilengkapi teks bahwa mereka akan meraup sejumlah uang jika Raja Kuai jatuhIntelijen Kuai lalu mencatat serta melaporkanya kepada Raja Kuai.

Tak ayal, Raja Kuai menghukum mati semua yang namanya tertera di altar ZhengAkibatnya negara Kuai lemah, dan ketika pasukan Zheng datang menyerang, Kuai bertekuk lututZheng menang karena telah memperalat Kuai, yang justru musuhnya sendiri.

Jika strategi kuno Cina itu diaplikasikan secara modern dan beretika, maka reformasi hukum dan reposisi sejumlah figur di institusi penegak hukum akan berjalan bagai air mengalir dari satu bejana ke bejana lainAlot tapi pasti, meski bukan banjir bandang yang dahsyat.

Gelombang aspirasi yang menghendaki perubahan itu pun makin bergemulung di "lautan" publikHati yang peka mestinya sudi turun panggungLebih elegan ketimbang melawan arus besar yang bergerakKita lihat sajalah(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagu Baru untuk Hatta Rajasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler