Disemprot Anak Buah SBY, Begini Reaksi Dewas KPK

Senin, 27 Januari 2020 – 23:06 WIB
Tumpak Panggabean menjadi Ketua Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Benny K Harman mempertanyakan apakah benar KPK mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Hal ini diungkap Benny merespons pernyataan Dewan Pengawas KPK yang menyebut kehadiran mereka adalah untuk meningkatkan trust publik kepada komisi antikorupsi itu.

"Saya tersentak, apakah kalau demikian KPK mengalami krisis trust publik sehingga Dewas dengan bangga mengatakan kami datang untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada KPK," kata Benny saat rapat kerja Komisi III DPR dengan komisioner dan Dewas KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).

BACA JUGA: FPI dan PA 212 Serukan Pembubaran Dewas KPK, Nih Alasannya

Benny justru mengaku berpandangan sebaliknya bahwa kehadiran Dewas membuat publik tidak percaya kepada komisi yang dipimpin Firli Bahuri itu. "Pandangan saya malah sebaliknya, Dewas ini membuat publik semakin tidak percaya kepada KPK," ungkap politikus Partai Demokrat itu.

Benny menambahkan, sebelumnya ada beberapa dari lima anggota Dewas KPK yang menolak kehadiran lembaga itu. Bahkan menilai terjadi pelemahan KPK dengan undang-undang baru atau UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

BACA JUGA: Mahfud Yakin KPK Akan Tetap Efektif Meski Diawasi Dewas

Namun, ia mengaku heran ketika ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Dewas malah sangat senang dan menerima jabatan tersebut. "Begitu ditunjuk yang mulia Presiden Jokowi menjadi ketua dan anggota Dewas, dengan bangga dan senang hati meneirmanya. Nikmat itu kekuasaan. Kekuasan itu tiba-tiba mengubah perilaku manusia," katanya.

Benny lantas mengucapkan selamat datang kepada Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. "Pak Tumpak dulu vokal sekali menolak, tetapi senang sekali ada di Dewas dan jadi ketua lagi pak ya. Selamat datang Pak Tumpak," ucap Benny.

BACA JUGA: Mahfud: OTT Bupati Sidoarjo, Dewas Tidak Menghalangi Kinerja KPK

Dalam kesempatan itu, Benny juga mempertanyakan apakah Dewas bersifat pasif atau aktif dalam melakukan pelaksanaan tugas dan wewenang komisioner KPK. Kemudian, kata dia, pelaksanaan pengawasan itu dilakukan sebelum atau sesudah komisioner KPK melaksanakan tugas dan kewenangannya. "Kalau sebelumnya, maka lumpuhlah KPK ini," ujar dia.

Politikus asal Nusa Tenggara Timur itu menyatakan, bisa dibayangkan kalau Dewas mengawasi pimpinan KPK sebelum menjalankan tugas dan kewenangannya. "Maka setiap tugas dan wewenang KPK harus menunggu dulu lampu hijau Dewas ini. Mungkin nanti dewas lapor lagi ke atas," ungkapnya.

Sebab, ujar Benny, berdasar UU keberadaan Dewas itu berada di bawah presiden. "Sebagai presiden, atasannya, tentulah melapor dulu," katanya.

Sementara, Tumpak menepis tudingan Benny soal Dewas menyebut pengawasan kepada pimpinan KPK untuk meningkatkan trust publik. "Rasanya saya tidak bilang begitu tadi," kata Tumpak dalam rapat.

Menurut dia, Dewas hanya sampaikan bahwa dengan tugas dan wewenang yang dimiliki KPK, memungkinkan terdapat celah, serta kurang akuntabelnya pelaksanaan tugas dan kewenangn pemberantasan korupsi oleh komisi antikorupsi.

Dewas, kata dia, berharap adanya jaminan kepastian hukum, akuntabel, proporsionalitas, seperti lima asas yang harus dipegang KPK sebagaimana diamanatkan undang-undang. Yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

"Itu tujuan KPK. Sekaligus itu nanti memberikan kepercayaan kepada masyarakat Saya rasa tidak ada yang salah dam pernyataan kami," ungkapnya.

Mantan pimpinan KPK itu juga menepis tudingan sebagian dari mereka pernah menolak Dewas. "Kami katakan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu banyak hal yang krusial di dalamnya yang perlu ada pembebahan nanti sambil berjalan," ujarnya.

Tumpak menegaskan bahwa UU juga tidak menyatakan Dewas bertanggung jawab kepada presiden. Ia menyatakan, Dewas hanya melaporkan pelaksanaan tugasnya sekali dalam setahun kepada presiden, DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

"Apakah itu ditafsirkan bertanggung jawab ke presiden? Pimpinan KPK juga demikian membuat laporan setahun sekali ke presiden, DPR dan BPK. Apakah itu juga ditafsirkan bertanggung jawab ke presiden?" katanya.

Jadi, ujar Tumpak, tegas di dalam tidak ada satupun kalimat menyatakan Dwas bertanggung jawab ke presiden. Tumpak mengakui memang di UU 19/2019, untuk pertama kali Dewas diangkat presiden. Namun, untuk periode berikutnya diangkat presiden tetapi dikonsultasikan ke DPR.

"Jadi, saya tdak paham apa yang dimaksud kami bertanggung jawab ke presiden," jelasnya. Ia memastikan dalam melaksanakan tugasnya, Dewas akan independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Terkait sifat pengawasan, Tumpak menjelaskan bahwa Dewas melakukannya dengan sistem aktif dan sesudah pimpinan KPK menjalankan tugas dan kewenangannya.

"Kami melakukan post-audit. Tidak mungkin kami lakukan pengawasan sebelum (KPK melaksanakan tugas dan kewenangan) kecuali dalam pemberian izin penyadapan maupun penggeledahan, penyitaan," pungkas Tumpak. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler