Diserang 320 Gugatan, Proyek Tol Berlanjut

Sabtu, 23 Agustus 2008 – 06:34 WIB
Dahlan Iskan
BAGAIMANA negara berkembang dengan demokrasi yang sangat ruwet seperti India  bisa membangun jalan tol? Bukankah mestinya amat sulit? Rupanya India sudah biasa dengan keruwetan, sehingga lama-lama menemukan juga solusinyaBuktinya dalam delapan tahun terakhir ini saja India sudah berhasil membangun jalan tol sepanjang 5.700 km

BACA JUGA: Kota Terbesar Keempat Masih Sekelas Makassar


Itulah jalan tol tahap pertama di India
Impian yang sudah sejak 15 tahun yang lalu dibayangkan dan baru kali ini terwujudkan

BACA JUGA: Setahun Ganti Hati, Jauhi Bhut Jokolia India


   Jaringan jalan tol itu sudah benar-benar selesai akhir tahun lalu
Inilah contoh dari India

BACA JUGA: Selamatkan Harimau, Habis Puluhan Miliar

Begitu membangun langsung sangat panjangMembelah daratan India yang sangat luas itu mulai dari utara (New Delhi) ke pojok barat laut (Mumbai), terus ke selatan (Bangalore) ke pojok tenggara (Madras), ke tengah (Hyderabad), ke pojok timur laut (Kolkata), balik ke utara (New Delhi)Jaringan jalan tol itu lantas mirip kerangka layang-layangKini sedang mulai pembangunan tahap kedua sepanjang 7.800 km yang menghubungkan kota-kota besar itu dengan kota-kota sedang di sekitarnya.
  Apakah sebagai negara berkembang yang sangat demokratis India tidak mengalami keruwetan seperti di Indonesia? Sebenarnya, ya, ruwet jugaMisalnya saat membangun jalan tol dari kota Bangalore ke MysoreJarak kedua kota itu sejauh 250 kilometer, mirip jarak Surabaya-Probolinggo-Jember di Jawa Timur
   Sebelum mulai membangun pun kontraktornya digugat para pemilik tanah dan LSMBukan hanya satu atau dua gugatan ke pengadilan yang merepotkannyaTotal ada 320 jenis gugatan! Kalau gugatan sebanyak itu dilayani seperti di Indonesia, maka untuk menunggu keputusan finalnya saja belum selesai dalam 100 tahunKita membayangkan kalau untuk 250 kilometer saja kontraktornya menerima 320 gugatan, berapa ribu gugatan yang masuk ke pengadilan untuk 5.700 kilometer jalan tol itu.
  Tapi di India sudah sangat berbeda sekarangMeski gugatan ke pengadilan jalan terus, tapi pembangunan jalan tol juga tidak berhentiKoran juga tidak henti-hentinya memberitakan gugatan itu, tapi tidak berpengaruh pada penyelesaian jalan tolBeberapa hal yang dipersoalkan, misalnya, rusaknya lingkungan dan banyaknya tanah yang berubah fungsiAda pihak penggugat yang jalan pikirannya begini: untuk jalan tol sepanjang 250 kilomter itu menghabiskan tanah 3.500 hektareLalu, karena jalan tol itu tidak melewati kota besar jadinya kurang ekonomisMaka dibangunlah lima kota baru di sepanjang jalur jalan tol tersebutUntuk kota baru ini menghabiskan tanah 7.000 hektareBegitu banyak tanah yang dimakan jalan tol.
 Lalu ada pula yang mempersoalkan begini: pembangunan jalan tol itu hanya untuk menghemat perjalanan dari Bangalore ke Mysore 1,5 jam (dari semula perlu 3 jam)“Apakah penghematan perjalanan yang hanya 1,5 jam itu sebanding dengan hilangnya tanah 8.500 ha?,”  tanya salah satu gugatan publik itu.
 Toh, jalan tol itu selesai juga tahun laluTentu manfaatnya tidak sesederhana “penghematan perjalanan 1,5 jam” ituDengan jalan tol tersebut wilayah pedalaman India bagian selatan bisa terhubung dengan kota besar di timurnya (Madras) yang memiliki pelabuhan besarApalagi Madras, kini dikenal sebagai Detroit-nya India, karena pabrik mobil terbesar dibangun di sini
  Bahkan, karena jalan tol itu juga nyambung dengan jalan tol ke arah pantai barat (Bangalore-Mumbai), berarti juga terbukanya akses wilayah pedalaman ke pelabuhan pantai barat di MumbaiIni sangat penting karena pelabuhan Mumbai (dulu Bombay) merupakan pelabuhan terbesar di India dan kini sedang dimodernisasikan.
   Jalan tol di India umumnya dibangun di sebelah jalan lamaDengan demikian di sebagian besar jaringan jalan tol India terdapat jalan umum di sebelahnyaHanya dibatasi pagar besi rendahCara ini rupanya ditempuh untuk mempercepat pembebasan lahanDengan cara itu hanya perlu pembebasan tanah yang tidak terlalu banyakDan lagi, jalan lamanya memang tidak seberapa berlikuIni karena perencanaannya di zaman dulu (oleh penjajah Inggris) memang sangat baikBukan saja relatif lurus, juga hampir selalu tersedia area sempadan yang sangat lebar di kiri kanan jalan lama itu.
   Saya memang terkesan dengan terjaganya sempadan jalan di India iniMeski negaranya begitu miskin dan penduduknya begitu banyak (1,1 miliar orang saat ini)  tapi sempadan jalannya relatif terjaga dari “penjarahan liar”Memang sempadan jalan itu umumnya seperti tanah terlantarKalau di Indonrsia barangkali sudah dianggap tanah tidak bertuanDi India tanah kosong itu terjaga sangat baikTidak banyak rumah liar atau tempat usaha liar yang tiba-tiba memenuhi sempadan ituIni sangat berbeda dengan pemandangan sempadan jalan dari arah Surabaya ke Mojokerto, atau dari Surabaya ke MalangJuga di mana saja di seluruh Indonesia yang sempadan jalannya penuh dengan bangunan liarAkibatnya, perjalanan ke Malang, misalnya, tidak nyaman lagiPengguna jalan tidak bisa lagi menyaksikan pemandangan indah di kejauhan sana.
  Meski begitu demokratisnya, meski begitu miskinnya dan meski begitu banyak penduduknya, tapi saya menaruh hormat dengan terjaganya sempadan jalan di IndiaTermasuk di ibu kota New DelhiDi seluruh kota itu jalannya memang tidak lebar, tapi sempadan jalannya lebih lebar dari jalannya sendiriDi kiri dan kanannyaSemua bangunan berada jauh dari jalanMemang sempadan jalan itu hanya ditumbuhi pohon-pohon yang meskipun sangat hijau tapi tidak terawatTapi tampaknya ini hanya semata-mata karena India belum punya uang sajaKelak, kalau India sudah mulai kaya, pasti dengan mudah bisa mempercantiknya
   Rupanya New Delhi memang  dijaga agar tidak jatuh menjadi Old DelhiBiarlah yang “kacau-kacau” cukup di bagian kota lama ituLuar biasa ruwet dan kumuhnya Old DelhiTapi ya hanya di kota lama itu saja yang tidak seberapa luas.
   New Delhi dijaga agar semaksimal mungkin masih seperti aslinya saat dibangun Inggris lebih 100 tahun laluTuntutan kemajuan dan modernisasi ditampung di kota-kota baruGedung-gedung baru yang tinggi dibangun di wilayah baru yang cukup jauh dari New DelhiIni rasanya mirip dengan kebijakan Malaysia, yang ketika kota Kuala Lumpur sudah mulai penuh, diputuskan untuk membangun kota baru Syah AlamDan ketika Syah Alam juga mulai penuh dibangun lagi kota yang lebih baru: Putra JayaDengan demikian masing-masing kota terjaga akan kemampuan daya tampungnyaDaya tampung penduduknya, suplai airnya, penanganan sampahnya, dan seterusnya.
  Di Indonesia, rasanya tinggal satu kota yang terjaga seperti ituYakni PalangkarayaDi ibukota Kalteng itu, pemdanya bisa memegang teguh ketentuan izin bangunanRuko pun harus dibangun jauh dari jalanRuko inilah yang sebenarnya menghancurkan perkotaan di IndonesiaDi semua kota, kecuali Palangkaraya tadiBahkan, Denpasar yang indah pun sudah hancur oleh ruko yang dibangun mepet ke jalan itu.
  Di New Delhi saya memang mendapat kesan yang lain dari di MadrasDi ibu kota India ini, pembangunan lebih terasa pesatDi New Delhi saya bisa membenarkan kalau ekonomi India tumbuh pesat sampai 9 persen setahunBahkan bisa seperti 12 persen setahunPembangunan jalan layang, gedung baru, kota-kota satelit, apartemen-apartemen mewah terasa cukup banyak.
   Namun juga jangan dibayangkan seperti di Beijing atau Shanghai atau Guangzhou atau bahkan Qingdao dan DalianPembangunan Jakarta, rasanya masih lebih seru dari New DelhiDari sini saya, sekali lagi menarik kesimpulan bahwa masih jauh bagi India untuk mendekati TiongkokSemangat orang-orang India untuk maju memang terasa sangat besarTapi, tetap tidak sebesar TiongkokSecara kasar saja sudah bisa dilihatDi Tiongkok saya melihat semua proyek baru selalu seperti ingin diselesaikan besok pagiJam 5 pagi (musim salju sekali pun), tenaga kerja sudah sibuk di proyek, termasuk di puncak-puncak bangunan yang belum jadiJam 11 malam mereka baru meninggalkan proyekItu pun masih ada beberapa tenaga yang terus bekerja sepanjang malam.  Misalnya bagian angkut-angkutMengangkut sisa-sisa pekerjaan dibawa keluar, dan mengangkut material yang diperlukan besok ke dalam proyek.
  Di India, kehidupan masih berjalan normal, seperti juga di IndonesiaPekerja proyek baru mulai berdatangan jam 08.00 dan sudah pulang jam 17.00Dari sini saja kita bisa membaca apa yang terjadi di baliknya.
Tapi, setidaknya saya juga belajar bahwa demokrasi ternyata tidak perlu menghalangi pembangunan jalan tolBahwa para pengambil keputusannya harus lebih pintar dan banyak akal, itu memang konsekuensinya
   Misalnya saja untuk membangun jalan tol di daerah yang penduduknya padat dan miskin, ada satu kebijakan yang sangat pintar: tanahnya diganti 150 persen dari harga pasar dan salah satu anggota keluarga pemilik tanah dijadikan pegawai negeriDengan cara ini, meski pemilik tanah kehilangan sumber hidupnya, tapi ada pengganti sumber hidup yang juga cukup permanen.
  Apakah dengan demikian tidak akan membengkakkan jumlah pegawai negeri? Teman saya, seorang pengusaha yang sangat aktif memperhatikan pembangunan jalan tol di India ini menjawab: “India kan sangat besarMasih bisa menampungToh daripada menerima pegawai negeri yang tidak menyebabkan lancarnya pembangunan infrastrukturSaya akui cara ini cukup cerdas.” (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Belajar Jadi Kepala Daerah (2)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler