jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menghitung kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun akibat kasus dugaan korupsi PT Asabri tidak tepat, tidak terbukti, dan mendasar.
Hakim memandang BPK dan ahli tidak konsisten ketika melakukan perhitungan kerugian negara.
BACA JUGA: Hakim ke Terdakwa Asabri: Silakan Saudara Kembali ke Tahanan
“Perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK tidak punya dasar yang jelas dan tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti, sehingga (kerugian) Rp 22 triliun tidak berdasar dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Hakim Anggota Mulyono Dwi Purwanto menyampaikan dissenting opinion atau berbeda pendapat dalam memutus empat terdakwa kasus Asabri di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/1) malam.
Mulyono menerangkan BPK menyimpulkan kerugian negara Rp 22,788 triliun berasal jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada saham setelah dikurangi penjualan atau redemption saldo pada 31 Desember 2019, sebelum laporan audit selesai 31 Maret 2021.
BACA JUGA: 4 Fakta Dugaan Pemerkosaan Mahasiswi UMY, Saat Begituan Pelaku Bilang yang Kuat
Hakim Mulyono meyakini metode yang dipakai adalah total loss, yaitu diakui penerimaan dana sebelum audit selesai.
Menurut dia, dana Rp 22,778 triliun adalah saldo dari pembelian rekening saham yang melanggar peraturan yang berlaku dan yang belum dipulihkan kembali per 31 Desember 2019. Namun, BPK masih memperhitungkan penerimaan dana meski pembelian tidak sesuai dengan peraturan yang belaku.
BACA JUGA: Mahasiswi UMY Awalnya Diajak Rapat, Tetapi Dibawa ke Indekos, Pelakunya Bikin Gempar
"Reksa dana, surat, dan saham-saham masih ada dan menjadi milik PT Asabri dan memiliki nilai atau harga. Tetapi tidak diperhitungkan oleh auditor atau ahli yang dihadirkan di persidangan sehingga tidak konsisten dengan penerimaan atas likuidasi saham setelah 31 Desember 2019, bahkan sampai audit pemeriksaan pada 31 Maret 2021, meski tidak diperhitungkan penjualan sesudah masa akhir pemeriksaan tersebut," kata Mulyono.
Mulyono menilai dengan metode penghitungan ahli itu, maka saham tersebut masih memiliki nilai bila dijual atau dilikuidasi reksa dananya.
Menurutnya, walau pembelian menyimpang, tetapi masih menghasilkan dana kas bagi PT Asabri.
Hakim menyadari dana kas tersebut memang tidak pasti karena harganya berfluktuasi. Namun, Mulyono menilai lebih adil BPK untuk menghitung dana kas dalam kerugian negara tersebut.
"Hal itu menyebabkan perhitungan kerugian negara menjadi tidak tepat, tidak nyata, atau tidak pasti nilainya karena tidak dihitung secara riil pembelian yang menyimpang, tetapi mengesahkan penerimaan dananya dari penjualan atau redempt atau likuidasi efek tersebut, sampai waktu tertentu," terang Mulyono.
Dissenting opinion ini dibacakan Mulyono dalam sidang putusan empat terdakwa Asabri, yakni dua mantan Direktur Utama Asabri, yaitu Mayjen (purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (purn) Sonny Widjaya serta Direktur Keuangan Asabri 2008-2014 Bachtiar Effendi dan Direktur Investasi dan Keuangan Asabri 2014-2019 Hari Setianto. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Fathan Sinaga