Distribusi LPG 3 Kg, Pengamat: Bagus di Atas Kertas, Mandul di Lapangan

Senin, 12 Januari 2015 – 01:21 WIB
ilustrasi

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said dinilai perlu menerbitkan kembali Peraturan Menteri ESDM terkait distribusi dan penggunaan Liquid Petroleum Gas (LPG) bersubsidi tabung 3 kilogram, termasuk besaran harga eceran tertinggi yang harusnya berlaku sama di seluruh Indonesia.

Menurut Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria, pelaksanaan distribusi tertutup terhadap LPG 3 kilogram yang diatur dengan Peraturan Bersama Mendagri Nomor 17 Tahun 2011 dan Menteri ESDM Nomor 5/2011, hanya merupakan gagasan dan pemikiran yang bagus di atas kertas. Namun nyaris mandul untuk dilaksanakan.

BACA JUGA: Inginkan HIPMI Cetak Banyak Pengusaha Muda Nasionalis

"Distribusi tertutup hanya bisa dilaksanakan apabila penyalur LPG 3kg terbilang sedikit jumlahnya. Seperti pada penyaluran BBM bersubsidi oleh SPBU yang jumlahnya hanya sekitar 5.300 SPBU," katanya, Minggu (11/1).

Menurut Sofyano, dengan jumlah SPBU hanya 5.300-an saja, pemerintah tidak pernah berhasil menghapus penyelewengan BBM bersubsidi. Apalagi melaksanakan, mengatur dan mengawasi distribusi tertutup dengan jumlah agen yang lebih dari 7.000, dan sekitar 150.000 pangkalan LPG, ditambah sekitar 750.000 pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Marwan Ancam Tegur Perusahaan Tak Peduli Warga Sekitar

"Mengatasi kemungkinan membengkaknya kuota LPG 3kg , sebaiknya pemerintah dan DPR mengkaji ulang besaran subsidi yang sejak 2007 tidak pernah dikoreksi. Karena peningkatan konsumsi LPG 3kg sangat mungkin terjadi seiring meningkatnya jumlah penduduk," katanya.

Selain itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) ini juga menilai, sistem alokasi anggaran subsidi untuk LPG 3kg  sebaiknya tidak ditetapkan dengan sistem kuota. Namun dalam bentuk total nominal besaran subsidi pertahunnya.

BACA JUGA: Sarankan Pemerintah Cari Calon Dirjen Pajak dari Akademisi

"Penetapan kuota selalu menimbulkan masalah ketika kuota terlampaui sebelum tutup tahun dan ini sangat berisiko timbulnya gejolak atas supply ketika belum adanya kesepakatan penambahan kuota," katanya. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Penerimaan Pajak di Indonesia tak Maksimal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler