Ditemukan Kuburan Massal Korban Pembunuhan 1998

Selasa, 16 Juni 2020 – 05:17 WIB
Seorang pemuda membacakan puisi protes, demonstran lainnya meneranginya dengan ponsel sambil meneriakkan yel-yel anti pemerintah di Khartoum, Sudan. Foto: ANTARA/World Press Photo/pras

jpnn.com, KHARTOUM - Ditemukan sebuah kuburan massal di Khartoum wilayah timur yang diduga berisi jenazah para siswa wajib militer yang dibunuh pada 1998 karena mencoba kabur dari kamp latihan militer.

Penemuan kuburan massa diumumkam Jaksa Penuntut Umum Sudan pada Senin (15/6).

BACA JUGA: Diduga Terlibat Pembunuhan George Floyd, Lane Tidak Ditahan

Atas penemuan itu, pihak berwenang langsung melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Jaksa juga menyebut bahwa sebagian terduga pelaku pembunuhan yang merupakan bagian dari pemerintahan Omar al-Bashir -- yang kemudian digulingkan pada April 2019 lalu -- telah kabur.

BACA JUGA: 142 Mahasiswa Indonesia Terjebak di Sudan, Minta Bantuan ke Pak Ganjar

Bashir sendiri menjadi diktator Sudan yang menjabat sebagai presiden selama 30 tahun, sejak 1989 hingga 2019.

Ia digulingkan dari jabatannya melalui sebuah kudeta militer, dan beberapa bulan setelah itu, ia dihukum dua tahun penjara atas dakwaan korupsi.

BACA JUGA: Tegas, Kapolri Idham Azis: Akan Saya Sikat!

Seorang narasumber yang masuk dalam tim penyelidikan mengatakan bahwa di kuburan massal tersebut ditemukan puluhan mayat.

Sementara Jaksa menjelaskan bahwa para korban ditembak ketika berusaha melarikan diri dari kamp El Eifalun, karena takut dikirim ke Sudan bagian selatan di mana rezim Bashir saat itu tengah bertempur dalam perang sipil melawan pemberontak.

Memang sebagian siswa wajib militer lain diterjunkan ke medan perang untuk melawan Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), kendati mereka belum benar-benar terlatih dan hanya dibekali peralatan seadanya.

Para siswa juga merasa geram setelah mereka tidak diizinkan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga ketika libur dalam kalender Islam, demikian menurut Jaksa.

Pemimpin dan pengarah pada program wajib militer--yang kebanyakan merupakan anggota partai Bashir--menyebut konflik melawan SPLA sebagai perang suci, antara Muslim dan Kristen.

Gerakan Pembebasan Rakyat, sayap politik dari SPLA, memenangkan kemerdekaan untuk wilayah selatan Sudan pada 2011, menyusul sebuah kesepakatan damai dengan rezim Bashir pada 2005. (Reuters/antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler