Ditjen Imigrasi Tetap Selektif pada Calon TKA

Senin, 01 Mei 2017 – 13:13 WIB
Papan petunjuk layanan imigrasi di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Juanda Surabaya.

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tak akan buruh migran dari negara lain yang hendak bekerja di Indonesia asalkan memang memenuhi syarat dan membawa manfaat. Untuk itu, Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjenim) Kemenkumham pun menerapkan kebijakan yang selektif atau selective policy bagi calon tenaga kerja asing (TKA).

Sikap selektif itu merujuk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjenim Agung Sampurno mengatakan, sikap selektif itu juga tetap menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.

BACA JUGA: Menteri Yasonna Dukung Penegakan Hak Asasi Pekerja

Menurutnya, orang asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia. “Supaya peran buruh migran sesuai dengan kepentingan nasional,” ujarnya.

Agung menjelaskan, Ditjenim melakukan pemeriksaan dan pengawasan keimigrasian kepada buruh migran awal negara lain ketika mengajukan permohonan visa di perwakilan RI di luar negeri. Buruh migran juga harus mengantongi sponsor atau pemberi kerja.

BACA JUGA: Beginilah Jurus Menteri Yasonna Menjadikan Lapas Lebih Produktif

Buruh migran mancanegara juga diharuskan mengajukan izin tinggal keimigrasian dan menjalani pengawasan selama berkegiatan di wilayah Indonesia. “Untuk memberikan perlindungan agar buruh migran yang akan didatangkan terlindungi hak-hak dasarnya sesuai dengan perjanjian kerja/kontrak yang dibuat,” ucapnya.

Menurut data jumlah transaksi penerbitan/perpanjangan izin keimigrasian berupa Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) pada 2014-2016 mengalami penurunan sekitar 22,9 persen. Sedangkan untuk Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi tenaga kerja asing tahun 2014-2016 mengalami kenaikan 30 perseb.

BACA JUGA: Menkumham Yakin Indonesia Diuntungkan Kesepakatan Batas ZEE dengan Filipina

“Warga negara orang asing pemegang KITAS terbanyak yaitu China, Jepang, Korea Selatan, India, Thailand dan Malaysia,” ujarnya.

Agung menambahkan, jumlah transaksi penerbitan/perpanjangan izin tinggal tidak mencerminkan banyaknya orang asing yang bekerja. Sebab, angka itu hanya menunjukkan jumlah transaksi permohonan izin tinggal keimigrasian.

Menurutnya KITAS diberikan oleh Ditjenim setelah pemberi kerja/sponsor mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). KITAS bukanlah merupakan izin bekerja, melainkan izin keimigrasian.

Sedangkan yang dimaksud IMTA adalah izin bekerja yang diterbitkan Kementerian Tenaga Kerja kepada pemberi kerja yang telah meminta untuk mendatangkan pekerja ke Indonesia. “Jumlah pemberian IMTA tidak berbanding lurus dengan jumlah transaksi penerbitan/ perpanjangan KITAS dan KITAP,” ujarnya.

Ditjenim berharap keberadaan buruh migran di Indonesia dapat hidup dan bekerja secara harmonis dengan buruh lokal di lingkungan kerjanya. Sebab kesadaran dan kepatuhan hukum baik oleh pemberi kerja/sponsor maupun buruh migran dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum dari pemerintah Indonesia.

“Indonesia tidak bisa menutup diri dari keberadaan buruh migran yang datang untuk bekerja dan tinggal menetap maupun sementara,” tutur Agung.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Yasonna Yakini Indonesia Kaya Potensi Inovasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler