jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Prasaran dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian akan mengoptimalkan perlindungan lahan pertanian melalui program lahan pertanian dan pangan berkelanjutan (LP2B). Untuk tahun 2019, yang disasar ada 16 provinsi.
Adapun 16 provinsi tersebut meliputi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DIY, Bali, Nusa Tengara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
BACA JUGA: Optimasi Lahan Rawa Percepat Realisasi Kedaulatan Pangan
"Sebelumnya kami akan sosialisasi Undang-Undang Nomor 41 dan turunannya. Kemudian melakukan kajian alih fungsi lahan sawah dan strategi pengendaliannya. Dilanjutkan penyusunan peta LP2B skala 1:5.000/1:10.000. Lalu mengeluarkan rekomendasi strategis perlindungan lahan berdasarkan kajian alih fungsi lahan sawah dan Peta LP2B," jelas Direktur Perluasan Dan Perlindungan Lahan Ditjen PSP Kementan Indah Megahwati, Rabu (6/2).
Dalam pelaksanaannya, lanjut Indah, pihaknya akan membentuk Pokja LP2B untuk melakukan koordinasi dan sosialisasi.
BACA JUGA: Petani Kukar Rasakan Manfaat Sistem Irigasi Berpintu
Pokja LP2B ini nantinya yang akan membuat kajian alih fungsi yang meliputi alih fungsi lahan sawah aktual, rencana alih fungsi (black design alih fungsi), dan alih fungsi secara legal.
Selain itu, juga yang melakukan penyusunan Peta LP2B, monitoring evaluasi dan memberikan rekomendasi.
BACA JUGA: Pembagian Pupuk Melalui Kartu Tani Gunakan Database RDKK
"Pembentukan pokja dan sosialisasi ditargetkan selesai Februari 2019. Sementara pelaksanaan kajian alih fungsi dan pemetaan LP2B dengan Swakelola IPL (bekerja sama dengan instansi lain) atau swakelola mandiri ditargetkan selesai Juni 2019. Sosialisasi hasil kajian akan dilakukan pada bulan Juli dan rekomendasi dikeluarkan pada bulan Agustus 2019," ungkap Indah.
Masalah lahan pertanian memang menjadi perhatian khusus pemerintah, terutama Kementan. Apalagi setelah keluarnya hasil pemotretan lahan baku sawah oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), bahwa telah terjadi penurunan luas sawah Indonesia.
Tahun 2013 tercatat luas sawah baku mencapai 7,75 juta hektare (ha), dalam lima tahun berselang (2018) turun menjadi 7,1 juta hektare atau turun sekitar 650.000 hektare. Konversi lahan ini terjadi untuk perumahan, industri dan infrastruktur lain, seperti jalan.
"Terlepas dari itu, yang jelas alih fungsi lahan pertanian memang sulit dihindari. Buktinya, berbagai aturan, mulai dari undang-undang (UU) hingga peraturan pemerintah (PP), sudah ada. Namun, konversi lahan tetap terjadi," ujarnya.
Menurutnya, kunci mempertahankan lahan memang ada di Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Jika pemda konsisten untuk pertahanan lahan pertanian, maka konversi bisa diatasi. Sebab lahan pertanian harus dipertahankan untuk memproduksi pangan.
"Lahan pertanian produktif yang masih ada saat ini dipertahankan dengan menerapkan ketentuan peraturan yang ada. Di samping itu, Kementan juga selalu mencari potensi lahan baru, baik melalui program cetak sawah baru atau mengoptimalkan lahan-lahan tidur yang selama ini belum dimanfaatkan," ungkapnya.
Indah berharap usulan penerbitan peraturan presiden (Perpres) tentang lahan baku pertanian segera terealisasi. Perpres ini nantinya akan melengkapi peraturan yang sudah ada. Dalam perpres tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) akan ada insentif bagi pemilik lahan yang tidak mengalihfungsikan lahannya.
"Begitu juga dengan pemilik lahan yang ingin membuka sawah. Insentif bisa berbentuk sarana produksi pertanian (saprodi) seperti bibit, pupuk. Untuk insentif keuangan belum disepakati. Saat ini Perpres LP2B sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) untuk menunggu pemberian nomor Perpres," pungkasnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Manfaat Penting Aplikasi Sistem Informasi Asuransi Pertanian
Redaktur : Tim Redaksi