Ditunggangi Kepentingan Farmasi Asing

Rabu, 09 Juni 2010 – 07:24 WIB
JAKARTA – Pengamat ekonomi politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Revrisond Baswir mengingatkan masyarakat tidak menerima mentah-mentah kampanye anti tembakau yang kian gencar belakangan iniPasalnya, lanjut Revrisond, kampanye itu tidak serta merta urusan kesehatan namun telah diboncengi oleh kepentingan besar industri farmasi.

“Perusahaan farmasi multinasional melihatnya sebagai peluang bisnis, karenanya tidaklah mengherankan bila WHO dan gerakan anti rokok juga ngotot soal FCTC

BACA JUGA: Ribuan Guru di Serang Belum Disertifikasi

Namun sayangnya ini bukan kebenaran murni
Karenanya masyarakat harus jeli menyikapinya,” kata ekonom  dari UGM Yogyakarta itu dalam peluncuran buku Nicotine Wae di Pusat Studi Jepan, Universitas Indonesia.

Sementara peneliti dari Institut Global Justice Salamuddin Daeng mengajak masyarakat untuk mengkritisi kampanye anti tembakau yang semakin gencar

BACA JUGA: DKI Tunggu 744 Siswa Ikuti Paket C

Sikap ini perlu, guna menetralisir kepentingan asing yang menumpang dibalik kegiatan tersebut.

"Kebijakan Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau  (FCTC) tidak lepas dari kepentingan ekonomi asing terhadap bangsa lain, termasuk Indonesia
Itu bentuk lain kolonialisme yang mengikuti kapitalisme global

BACA JUGA: SDM Pariwisata Laris di Luar

Karenanya masyarakat, khususnya generasi muda harus lebih kritis dan harus menolak,” ujar Salamuddin.

Ekonom Revrisond mengingatkan masyarakat agar waspada dan berfikir kritis dalam menilai kampanye anti rokokIni fenomena pertarungan perusahaan farmasi raksasa melawan perusahaan rokok dalam memperebutkan perokok dan yang menjadi korban salah satunya petani tembakau.  "Masyarakat perlu melihat secara jernih permasalahan yang adaKarena informasi yang diungkapkan tentang tembakau tidak selalu benar," tambahnya.

Disisi lain, Budayawan Muhamad Sobary mengajak masyarakat melawan kampanye anti rokok dengan gigihPerlawanan ini harus dilakukan karena kampanye rokok yang ada saat ini ujung-ujungnya adalah kolonialisme ekonomiBangsa lain tidak puas melihat kemandirian ekonomi Indonesia selepas penjajahan"Saya sejak kecil tidak merokok tapi membela petani tembakauKarenanya, masyarakat harus melawan meskipun itu kecil-kecil tapi konstanJangan hanya mengandalkan pemerintah yang lemahContohlah Prita," ujarnya.

Sobary juga mengharapkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) mengambil peran memperjuangkan kepentingan masyarakat yang lemah dan tertindas.

Sementara itu, Pengamat Prakarsa Bebas Tembakau, Gabriel Mahal mengatakan agenda golbal pengontrolan atas tembakau terdapat kepentingan besar dari bisnis perdagangan obat-obatan yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NTR)”Sangat kuat indikasinyaDibalik kepentingan kesehatan publik ada motif kepentingan bisnis perdagangan produk NRT tersebut,” ujarnya(Esy/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Banyak Kapal yang Sudah Usang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler