jpnn.com, PADANG - Dosen Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto mengajak para mahasiswa Universitas Andalas Sumatera Barat (Unand Sumbar) agar meneladani dan menghidupi jiwa kepemimpinan negarawan para pendiri bangsa, yang mayoritas berasal dari tanah Minang itu.
Hasto menantang para mahasiswa Unand untuk berani melaksanakan Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika, seperti yang pernah dilaksanakan oleh para mahasiswa Indonesia pada 1956 dengan mendatangkan peserta dari 29 negara.
BACA JUGA: Patung Bung Karno di GOR Saparua, Ikhtiar Kang Emil Membayar Jasa Pendiri Bangsa
Hal itu disampaikannya saat mengisi kuliah umum di hadapan ratusan civitas academica berbagai kampus serta tokoh masyarakat du Unand Sumbar di Kota Padang, Rabu (5/7).
“Kami lihat dari jumlah penduduknya, tetapi kami bandingkan dengan para tokoh yang lahir di ranah Minang ini, maka Sumatera Barat ini memegang rekor tertinggi jumlah pahlawan nasional, kepemimpinan negarawan yang terbanyak,” kata Hasto.
BACA JUGA: PDIP Apresiasi Gus Ipin yang Menyelesaikan Tesis tentang Bung Karno dan Sarinah
Hasto meyakini hal itu menjadi sebuah inspirasi sekaligus pengingat kepada mahasiswa Unand agar merawat nilai-nilai kebangsaan dan sekaligus menyiapkan jalan masa depan untuk Indonesia Emas pada 2045.
“Berbicara tentang geopolitik Soekarno dan Geopolitik Bung Hatta, syarat yang terpenting bagi teman-teman semua adalah jadilah pemimpin negarawan. Semoga dari mahasiswa Andalas ini akan lahir Soekarno baru, Bung Hatta Baru, Tan Malaka yang baru, KH Agus Salim, Syahrir, Natsir, Prof Muhammad Yamin yang baru,” katanya.
BACA JUGA: Lihat Efek Konferensi Asia Afrika, Pakar dari Berbagai Negara Lakukan Penelitian
Hasto lalu membeberkan teori geopolitik Soekarno yang menjadi hasil studi disertasinya di Universitas Pertahanan (Unhan). Disampaikannya bahwa teori itu didasari oleh Pancasila sebagai ideologi geopolitik dunia.
Dia memerinci secara panjang lebar mengenai peristiwa-peristiwa dunia yang menyangkut Indonesia, yang terkait dengan teori itu.
Termasuk soal pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika dan Konferensi Gerakan Non-Blok, konstelasi Perang Dingin serta kaitannya dengan Indonesia, Konfrontasi Malaysia, pembebasan Irian Barat, kemerdekaan bangsa Asia dan Afrika karena campur tangan Indonesia, dan lain-lain.
Terkait isu Palestina, Hasto mengingatkan kembali soal pidato Indonesia di PBB tentang upaya memerdekakan Al-Jazair dari penjajahan Prancis. Walau saat itu Indonesia baru merdeka, tetapi kepemimpinannya diakui hingga ke PBB. Dia menyebut hal itu menggetarkan.
"Ini yang sangat fundamental. Karena dalam Konferensi Asia Afrika, Bung Karno, Bung Hatta, Ali Sastroamidjojo, sudah menandatangani komitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina,” urainya.
Intinya, Geopolitik Soekarno mengoperasionalkan Pancasila yang lahir sebagai pandangan hidup bangsa sekaligus jawaban Indonesia atas sistem internasional yang bersifat anarkistis. Pancasila lahir atas struktur dunia yang tidak adil akibat penjajahan yang menyebabkan perang tidak pernah berhenti.
“Teori ini menggambarkan geopolitik Soekarno yang mengemukakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dunia dan bagaimana bangsa-bangsa di dunia bisa hidup berdampingan dengan damai,” imbuhnya.
Untuk membangkitkan pemahaman para peserta kuliah, Hasto menceritakan tentang peristiwa usai KAA pada 1955. Kepemimpinan Indonesia berhasil membangkitkan spirit solidaritas diantara bangsa Asia-Afrika. Bukan sekadar menjadi komitmen politik tingkat elite, tetapi hingga ke berbagai kalangan termasuk mahasiswa.
Hasto pun menantang para mahasiswa Unand agar berani menunjukkan komitmen serta prestasinya dengan membangkitkan semangat itu kembali.
“Kami tantang bagaimana Universitas Andalas ini, mahasiswanya, senatnya, mampu mengadakan konferensi mahasiswa Asia-Afrika untuk diulang kembali dan diadakan di Padang ini,” kata Hasto.
Konferensi Mahasiswa 1956 saat itu dipimpin oleh Emil Salim yang menjadi tokoh nasional.
“Jadi, kalau menghormati perjuangan pahlawan bangsa, maka tahun depan 18 April itu ada peringatan Konferensi Asia-Afrika. Maka dari Andalas ini, kalau dulu yang memimpin Prof. Dr. Emil Salim, ditantang untuk diadakan konferensi internasional mahasiswa Asia-Afrika, dengan yang diundang adalah 29 negara dan itu diadakan di Andalas,” ungkap Hasto.
Menurut Hasto, di konferensi itu, para mahasiswa bisa membahas isu penguasaan teknologi yang berkeadilan, green and blue economy, dan lain-lain.
“Karena menjadi mahasiswa sekarang harus going global. Itu yang kami harapkan jika kita belajar dari teori geopolitik Soekarno,” imbuhnya.
Hasto menegaskan teori geopolitik Soekarno mengajarkan pentingnya kemampuan intelektual dengan banyak membaca, pentingnya ide, dan imajinasi kemajuan masa depan.
“Jadi, cara berpikir kita mau membangun Indonesia, sering menunggu ada dana dulu. Kalau tidak ada dana sepertinya tidak bisa. Padahal Bung Karno, Bung Hatta, KH Agus Salim, Prof. Mohamad Yamin selalu berpikir the power of idea. Ini yang paling penting memerdekakan Indonesia,” ulas Hasto.
Sekjen PDIP itu meyakini tanpa ada ide, imajinasi akan kehilangan spirit dalam mencapai masa depan.
Di acara itu, jajaran Unand dipimpin sang Rektor Prof. Dr. Yuliandri. Para tokoh masyarakat juga hadir seperti Gubernur Sumbar Datuak Marajo Mahyeldi Ansharullah, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Ketua DPD PDIP Sumbar Alex Indra Lukman, dan lain-lain.
Rektor Yuliandri dalam pidatonya menceritakan sejarah pendirian Unand yang diresmikan oleh Wakil Presiden Pertama RI Moh. Hatta.
“Sosok Bung Hatta sebagai seoramg nasionalis yang kemudian beliau menyampaikan bahwa sebelum saya mendirikan Unand, lebih dulu mendirikan Universitas Hasanuddin. Bung Hatta ini sosok nasionalisme di tokoh kita yang dwitunggal bersama Bung Karno,” kata Prof.Yuliandri.
Ia lalu menceritakan capaian-capaian Unand hingga saat ini, baik secara nasional maupun internasional. Dia menekankan Unand menyasar expertise di bidang riset. “Unand kami ambil sebagai research university. Saya selalu menekankan kepada semua civitas academica kita bahwa Unand adalah universitas riset,” ujar Prof. Yuliandri.
Prof. Yuliandri juga secara khusus memberikan penjelasan mengenai kontribusi Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri untuk Unand. Di antaranya adalah memberikan bantuan kepada dosen untuk penelitian bahan alam dan sampai saat ini terus dikembangkan.
Kedua, kontribusi Megawati yang meresmikan Pusat Kegiatan Mahasiswa Unand. Ketiga, memberikan bantuan bus kampus untuk mendukung transportasi bagi civitas academica Unand.
“Dan alhamdulilah dalam kapasitas beliau sebagai Dewan Pengarah BRIN, UNAND juga mendapat kesempatan kerja sama penelitian dengan BRIN, untuk mendukung pusat studi serta riset bagi dosen Unand,” kata Yuliandri.
“Harapan Unand, ke depan kampus kami dapat dijadikan sentra penelitian bagi pengembangan Wawasan Kebangsaan, terutama dalam mengembangkan berbagai konsep untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Wawasan kebangsaan ini memang harus dimulai dari kampus,” tegasnya.
Sementara Gubernur Sumbar Mahyeldi menjelaskan saat ini Indonesia membutuhkan keteladanan dari para pemimpin masa lalu. Contoh terutama adalah Proklamator RI Bung Karno-Bung Hatta.
“Maka marilah melihat dan belajar dari pemimpin kita di masa lalu. Bagaimana negara Indonesia yang besar, luas dan heterogen, dapat terjaga dengan baik dalam kerangka NKRI,” kata Mahyeldi. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Historical Walk, Ketua MPR Ingin Semangat Konferensi Asia Afrika Kembali Digaungkan
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga