jpnn.com, DHAKA - Ratusan warga Rohingya yang berada di Pulau Bashar Chan, Bangladesh, menyampaikan keluhan atas kondisi di pulau pengungsian tersebut kepada pejabat Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR).
"Kami merasa seperti di penjara. Kami telah makan makanan yang sama dalam waktu yang lama, dan kami bahkan dilarang memancing di laut," kata seorang warga Rohingya yang menolak disebut namanya, kepada dua pejabat UNHCR yang mengunjungi pulau terpencil tersebut pada Senin (1/5).
BACA JUGA: Mohon Maaf, Tidak Ada Tempat Bagi Muslim Rohingya di Malaysia
Dia mengatakan bahwa rumah yang baik bukanlah segalanya, dan menuntut peluang mata pencaharian.
“Sepertinya saya berada di pulau penjara,” kata seorang Rohingya itu.
BACA JUGA: Ratusan Imigran Rohingya Melarikan Diri dari Lokasi Penampungan di Aceh
Kunjungan Asisten Komisaris Tinggi UNHCR untuk Operasi Raouf Mazou dan Asisten Komisaris Tinggi untuk Perlindungan Gillian Triggs ke Pulau Bashar Chan ditujukan untuk menilai kondisi hidup lebih dari 18.000 warga Rohingya yang dianggap tidak memiliki kewarganegaraan.
Dalam waktu kurang dari seminggu, tiga pejabat PBB telah mengunjungi orang-orang yang dianiaya di Bangladesh. Pada 26 Mei lalu, Presiden Majelis Umum PBB Volkan Bozkir mengunjungi Cox's Bazar, kamp pengungsi terbesar di dunia.
BACA JUGA: Myanmar Dilanda Krisis Politik, Bangladesh Masih Saja Bicara soal Pemulangan Muslim Rohingya
“Berdasarkan temuan awal dari kunjungan pertama PBB ke Bhasan Char pada akhir Maret, PBB dengan jelas mengakui kebutuhan kemanusiaan dan perlindungan yang berlaku bagi pengungsi Rohingya yang sudah direlokasi ke pulau itu,” kata Louise Donovan, petugas komunikasi UNHCR di Bangladesh, kepada Kantor Berita Anadolu.
Merujuk pada upaya PBB untuk menilai kondisi kehidupan dan keselamatan Rohingya di pulau yang jauh, dia menambahkan bahwa PBB mengusulkan diskusi lebih lanjut dengan pemerintah Bangladesh mengenai keterlibatan operasional masa depan di Bhasan Char, termasuk tentang kebijakan yang mengatur kehidupan dan kesejahteraan pengungsi Rohingya di pulau itu.
Pemerintah Bangladesh telah membangun 1.400 rumah dengan balok beton dan 120 tempat perlindungan siklon bertingkat di pulau itu. Setiap rumah terdiri dari 16 kamar.
Menghabiskan lebih dari 350 juta dolar AS (sekitar Rp4,9 triliun) dari sumber daya domestiknya, negara berpenduduk mayoritas Muslim itu telah mengembangkan proyek di atas lahan seluas 13.000 hektare untuk memukimkan kembali 100.000 Muslim Rohingya untuk sementara.
Menurut sumber resmi, pulau yang terletak 50 kilometer di lepas pantai barat daya negara itu dan hampir 193 kilometer selatan Ibu Kota Dhaka masih sulit dijangkau dari daratan, terutama untuk menyalurkan bantuan jika terjadi bencana alam.
Berbicara kepada Anadolu, Shah Rezwan Hayat, komisaris pemulihan dan repatriasi Bangladesh, bagaimanapun, mengatakan mereka berharap tentang langkah positif PBB di masa depan untuk warga Rohingya di Pulau Bhasan Char.
Memperhatikan kondisi kehidupan dan keamanan yang lebih baik di pulau itu daripada kamp-kamp daratan yang padat di Cox's Bazar, ia menambahkan bahwa PBB mungkin memiliki beberapa persyaratan tambahan.
“Jika mereka mengajukan lebih lanjut persyaratan lain untuk Rohingya di pulau Bhasan Char, pemerintah akan mengevaluasinya sesuai ketentuan,” kata Hayat.
Sementara itu, UNHCR dalam sebuah pernyataan yang dirilis Senin malam menyatakan keprihatinan atas terlukanya pengungsi Rohingya di pulau itu pada malam kunjungan pejabat tinggi PBB.
Anggota angkatan laut Bangladesh diduga menggunakan pentungan terhadap warga Rohingya pada Senin pagi, menyebabkan belasan orang terluka, termasuk perempuan dan anak-anak.
“Kami sangat prihatin mengetahui laporan pengungsi yang terluka selama peristiwa [Senin] hari ini di pulau itu. Kami menyesal bahwa mereka yang terkena dampak dilaporkan termasuk anak-anak dan perempuan,” ujar UNHCR.
Mengutip keselamatan dan kesejahteraan Rohingya sebagai “prioritas utama” PBB, UNHCR menambahkan akan terus mencari informasi tambahan tentang kondisi warga Rohingya yang terdampak dan mendesak agar mereka menerima bantuan medis yang memadai.
Pernyataan tersebut, bagaimanapun, mengatakan bahwa selama kunjungan Senin, delegasi UNHCR dapat bertemu dengan sekelompok besar pengungsi Rohingya dan mendengarkan berbagai masalah yang mereka angkat, yang selanjutnya akan didiskusikan oleh delegasi dengan pihak berwenang Bangladesh.
Delegasi tersebut sekarang telah tiba di Cox's Bazar dan dijadwalkan mengunjungi kamp pengungsi Rohingya pada Selasa, sebelum kembali ke Dhaka untuk bertemu dengan pejabat senior pemerintah.
Sebelumnya pada akhir April, kelompok aktivis Human Rights Watch menuduh pasukan keamanan Bangladesh menyiksa pengungsi Rohingya di pulau itu, dan mendesak pemerintah untuk menyelidiki masalah tersebut.
Menurut sumber polisi, 29 warga Rohingya ditahan setelah berusaha melarikan diri dari Pulau Bashar Chan. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil