Djaja Roeslim: Pengusaha Pengembang Rugi Rp 25 M per Hari

Jumat, 02 Desember 2016 – 11:07 WIB
Djaja Roeslim. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - BATAM - Berlarutnya revisi PMK 148/2016 berimbas pada terhentinya proses perizinan terkait lahan di Badan Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) BP Batam. 

Kondisi ini membuat para pengusaha pengembang dirugikan, baik dari segi waktu maupun finansial.

BACA JUGA: Komisi III Segera Panggil Komisaris Bank NTT

"Tiap hari bisa ada 50-an Izin Peralihan Hak (IPH) yang harus diurus. Kalikan saja harga rumah rata-rata Rp 500 juta per unit, maka ada kerugian hingga Rp 25 miliar perhari," ungkap Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim, kepada Batam Pos.

Djaja berharap, revisi PMK 148 tersebut bisa segera rampung. Sehingga perizinan di BPM-PTSP BP Batam kembali normal. 

BACA JUGA: Akhirnya Pakde Karwo Beri Solusi untuk Bu Risma

Dia juga berharap kenaikan tarif sewa lahan tidak lagi memberatkan pengusaha dan masyarakat. Kenaikan tarif harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian saat ini.

Menurut bos dari developer Trias Jaya Propertindo (TJP) ini, kenaikan seharusnya tidak boleh lebih dari 100 persen. "Apalagi untuk peruntukan permukiman. Rumah sederhana dan rusun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus murah," ungkapnya.

BACA JUGA: Yuk, Nikmati Romantisme Pulau Cinta di Gorontalo

Penyesuaian tarif UWTO untuk perumahan idealnya hanya naik 50 persen karena sangat tepat dengan kondisi ekonomi saat ini. Djaja juga meminta agar revisi tarif segera dikeluarkan supaya pelayanan perizinan lahan di BP Batam berjalan lagi.

"Pengembang jadi bisa menjual rumah lagi. Namun bisa dipastikan, tarif berubah nanti pun, penjualan rumah masih tetap menurun, karena ada kenaikan tarif," ungkapnya.

Senada dengan Djaja, Kepala Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Batam, Daniel Samson mengatakan sebenarnya belum melakukan pengkajian secara akurat terhadap masalah UWTO ini. Namun ia mengakui ada perlambatan proses realisasi kredit di bank-bank.

"Ada perlambatan proses realisasi kredit, namun faktornya adalah karena proses pengeluah dokumen Izin Peralihan Hak (IPH) yang lambat. Kalau untuk UWTO, belum terasa karena baru berlaku," jelasnya.

Ia menyatakan dunia perbankan mulai ragu sejak tarif baru UWTO keluar. Pasalnya untuk pengajuan proses akad Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maka beban dana yang lebih besar akan dibebankan kepada si pemohon.

"Untuk ke depan, saya dari perbankan ingin agar masalah ini segera terselesaikan," jelasnya. (leo/she/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo 212, Jatim Siaga Satu!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler