Djarot: Pemimpin Tidak Permalukan Orang di Depan Umum

Jumat, 29 April 2016 – 06:38 WIB
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat jadi pembicara di acara ’Apel Kader dan Seminar Kebangsaan’ yang digelar Univeristas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Kamis (28/4). Di hadapan puluhan mahasiswa, politikus PDI Perjuangan itu mengungkapkan lima sikap yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin besar di dunia. 

Kendati tidak menyebut nama, namun disinyalir Djarot mengkritisi beberapa gaya kepemimpinan atasannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap kurang pas.

BACA JUGA: Kasus Korupsi di Dinas Damkar DKI Naik Lidik, Tersangkanya?

”Menjadi pemimpin tidak mudah. Karena kita harus memimpin dengan baik orang-orang yang dipimpin dan bijaksana. Kalian adalah calon-calon pemimpin bangsa,” ungkap Djarot membuka pidatonya di gedung Kampus Uhamka, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (28/4).

Sikap kepemimpinan pertama yang harus dimiliki adalah mampu turun ke bawah untuk berkomunikasi  dengan masyarakat. Sehingga pemimpin dapat meyakinkan masyarakat melakukan sesuai kebijakan pemerintah dengan sukarela.

BACA JUGA: Kunker DPRD DKI Habiskan Ratusan Juta Rupiah, Ada Manfaatnya?

”Saya waktu di Blitar enak. Semua warga saya kenal. Waktu mau bebasin lahan untuk bikin jalan tembus dan harus menggusur rumah warga. Saya datang naik sepeda ngomong ke warga bahwa rumah mereka akan terkena proyek jalan tembus. Kami akan berikan ganti rugi. Warga pun mau,” ujar mantan Walikota Blitar dua periode itu.

Kedua, lanjutnya, pemimpin harus tegas tetapi tidak perlu dengan suara keras. Ketiga, tidak mempermalukan orang yang dipimpinnya di depan umum atau publik.

BACA JUGA: 14 Pamen Polda Metro Jaya Dirotasi, Ini Daftar Lengkapnya

Menurut Djarot, seorang pemimpin yang baik akan memilih memarahi anak buahnya di dalam ruangan daripada mempermalukan orang di depan publik. ”Saya punya budaya jangan mempermalukan orang di depan orang banyak. Itu bukan budaya kita. Mungkin di depan orang dia bilang iya, iya. Tapi di dalam hati mungkin saja dia bisa tertekan. Saya juga kalau dihajar di depan umum, saya juga marah dong,” papar juga wakil kepala daerah asal PDIP tersebut.

Sikap keempat, seorang pemimpin harus mampu menyentuh hati orang yang dipimpinnya. Ketika anak buahnya melakukan kesalahan, maka pemimpin itu bisa mampu berbicara dari hati ke hati sehingga anak buahnya mau berubah. ”Kalau saya, ketika anak buah saya melakukan kesalahan, maka saya panggil ke dalam ruangan. Saya kasih dua pilihan, dipecat atau dinonjobkan untuk berubah. Jika dia mau merubah diri, maka dia akan diberikan  kepercayaan memegang jabatan lagi. Akhirnya dia berubah menjadi lebih baik,” ungkapnya.

Yang kelima, kata Djarot lagi, seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dan menyembunyikan emosinya. Karena seorang pemimpin tidak boleh mengeluh, sekalipun sedang sakit, kepada orang-orang yang dipimpinnya.

”Dengan begitu dia bisa membangkitkan semangat, memberikan motivasi dan memberikan teladan baik tidak hanya bagi orang-orang yang dipimpinnya, tetapi juga dapat menguatkan masyarakatnya,” papar juga mantan anggota DPRD Jawa Timur itu. (dni/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PENTING, Ahok Larang Pendukungnya Hadiri di CFD, Loh Kenapa?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler