jpnn.com, JAKARTA - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat kembali berbicara soal politik Islam.
Menurut dia, saat ini umat Islam harus memperjuangan politik islami, bukan Islam politik.
BACA JUGA: Pak Anies Diingatkan Tak Manjakan Kelompok Pendukung
Menurut pria yang telah beribadah haji bersama sang istri Happy Farida pada tahun 2000 tersebut, umat Islam harus berjuang untuk memberikan rahmat kepada seluruh manusia
Dengan begitu, sambung alumnus Universitas Brawijaya dan Universitas Gadjah Mada tersebut, bukan Islam yang dijadikan sebagai alat politik.
BACA JUGA: Tolak Ahok-Djarot, Ulama PPP Jatim Keluar dari Partai
"Politik Islam itu adalah kita semua wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kita dituntut untuk memberikan rahmat bagi sekalian alam. Kita berjuang untuk terus bersungguh-sungguh melawan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan. Itu politik Islam. Bukan Islam yang dijadikan alat politik atau Islam politik," kata Djarot di Jalan Lebak Bulus Raya 1 nomor 10, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (5/4).
Dia mencontohkan Rasulullah saat membangun Madinah. Dia menyebut, Rasulullah pada waktu itu membangun masyarakat yang beradab di Madinah.
BACA JUGA: Ahok: Kamu Mau Kalau Nyolong Potong Tangan?
"Politik Islam itu seperti Rasul membangun Madinah dengan piagam Madinah. Ini membangun masyarakat yang Madinah, beradab. Kami lebih cocok ajaran Wali Songo, ya," imbuh mantan Wali Kota Blitar dan anggota DPRD Jawa Timur tersebut.
Karena itu, Djarot sejatinya tidak mengubah penampilan secara tiba-tiba.
Misalnya, dengan menakai kopiah, rajin mengikuti pengajian hingga istigasah. Djarot sudah melakukan hal tersebut sejak lama.
Djarot tampil sebagai pejabat yang konseptual, akomodatif dan terukur. Kreativitasnya diterapkan untuk mewujudkan semua perencanaan pembangunan yang sudah disepakati.
Kepada bawahan, ayah Safira Prameswari Ramadiana, Karunia Dwihapsa Paramasari dan Meisya Rizky Berliana tersebut mampu memberi contoh kerja keras dan disiplin.
Dengan latar belakang ayahnya yang Muhammadiyah dan ibunya yang Muslimat NU, dia memperkuat basis dukungan sosialnya dengan pergaulan yang akrab dan hangat dengan para ulama dan tokoh agama lainnya.
Beberapa kegiatan skala provinsi yang bersifat keagamaan dan membawa nama baik Kota Blitar berhasil dilaksanakan berkat kerja samanya dengan para ulama.
Djarot juga selalu menjaga hubungan baik dengan para ulama. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan yang dijalin bukan untuk dukungan politik semata, melainkan dilandasi ketulusan dan kejujuran dalam upaya menghormati atau takzim kepada para ulama.
Sementara itu, Djarot juga tidak pernah menggunakan masjid untuk memenangkan kegiatan politik.
Djarot lebih memilih menggunakan masjid sebagai tempat membangun akhlak yang sejuk.
Sebab sebelumnya, video yang menampilkan sosok yang diduga adalah Eep Saefulloh Fatah beredar di media sosial.
Dalam video itu, Eep yang merupakan konsultan tim pemenangan pasangan calon Gubenur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, mengatakan, dirinya ingin jaringan masjid menjadi alat untuk mengalahkan kandidat petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Padahal, menurut undang-undang, setiap pasangan calon dilarang berkampanye menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.
Hal itu sebagaimana diatur pada Pasal 69 huruf i dalam Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Djarot Serukan Kampanye Gembira dan Santun
Redaktur & Reporter : Ragil