DJSN Sebut 3 Aturan Baru BPJS Kesehatan tak Mengikat Publik

Kamis, 02 Agustus 2018 – 00:21 WIB
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Aturan baru BPJS Kesehatan yang tertuang dalam tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdiyan) masih menjadi polemik. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menegaskan, ada kekeliruan legal formal yang dilakukan BPJS Kesehatan.

Dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), hanya ada 3 jenis aturan. Yakni Peraturan Dewan Pengawas, Peraturan Badan, dan Peraturan Direksi.

BACA JUGA: Berita Terbaru soal 3 Aturan BPJS Kesehatan

“Peraturan direksi pun hanya mengatur internal, tidak boleh mengikat publik. Kalau mengikat publik namanya Peraturan Badan,” jelas Anggota DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) Ahmad Ansyori, seperti diberitakan Jawa Pos.

Sebelumnya, DJSN telah menginstruksikan BPJS Kesehatan untuk mencabut Perdiyan nomor 2, 3, dan 5. Ketiganya membatasi pelayanan bagi pasien katarak, layanan fisioterapi, dan kelahiran bayi normal. Namun, BPJS beralasan peraturan tersebut dibutuhkan untuk efisiensi.

BACA JUGA: Aturan Baru BPJS Kesehatan demi Efisiensi, tak Masuk Akal!

Ansyori mengungkapkan, sudah dilakukan beberapa kali pertemuan dengan BPJS soal aturan tersebut. DJSN memahami dan memaklumi substansi yang termuat dalam aturan tersebut. Pada dasarnya, BPJS menginginkan pengaturan terhadap ketiga pelayanan medis tersebut.

Ansyori mencontohkan layanan fisioterapi. Dalam kondisi normal, fisioterapi dilakukan 2 kali dalam seminggu. Kalaupun butuh lebih, harus ada pendapat medis dari dokter untuk memutuskannya.

BACA JUGA: Tujuan Terbitnya Aturan Baru BPJS Kesehatan, Ternyata!

Demikian juga dengan katarak. Normalnya, operasi katarak layak dilakukan kalau skala berkurangnya penglihatan sudah di bawah 6/18.

“Ini pun masukan dari kalangan profesi medis. Saya rasa tidak pas kalau disebut pembatasan, ini pengaturan saja,” katanya, Selasa (31/7).

Ia menyebut, surat instruksi DJSN sudah diterima oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris. BPJS berjanji untuk menindaklanjuti. Peraturan Direksi pun harusnya dikeluarkan oleh Dirut, bukan Direktur. “Harus segera dicabut, karena kalau secara formal salah, ya salah,” katanya.

Meski demikian, Ansyori mengakui kalau BPJS menghadapi berbagai macam kesulitan. Di sisi lain, BPJS dituntut untuk melakukan efisiensi. Perlu ada regulasi yang menampung. Sementara revisi kelima Perpres Jaminan Sosial Nasional masih belum berjalan.

“Setidak-tidaknya pakai Peraturan Badan. Tapi memang seharusnya Perpres karena berkaitan dengan pengaturan manfaat,” katanya.

Ansyori menyatakan sudah beberapa kali menyampaikan hal ini pada presiden. “Kami minta (Presiden, Red) mengetahui masalah ini, berikan solusi,” pungkasnya.

Sementara itu, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief menuturkan, mereka siap duduk bersama dengan sejumlah pihak yang ingin peraturan tersebut dibatalkan. ’’Kita siap rapat dahulu dengan stakeholder terkait di Kemenko PMK,’’ jelasnya.

Budi mengatakan, jika secara sepihak mereka membatalkan regulasi tersebut, dikhawatirkan BPJS Kesehatan malah dinilai tidak menaruh perhatian pada upaya efisiensi. Sebab, di tengah keuangan yang seperti sekarang, BPJS Kesehatan diharapkan bisa melakukan beberapa efisiensi.

Sementara itu dia juga meluruskan kabar bahwa BPJS Kesehatan dinilai terlalu mencampuri urusan medis. Padahal BPJS Kesehatan adalah pengelola jaminan kesehatan. ’’Kalau aturan itu dibuat sendiri oleh BPJS Kesehatan, iya kita masuk ke urusan medis,’’ katanya.

Namun dia menegaskan bahwa ketiga peraturan tersebut sudah dibahas dengan organisasi profesi terkait. Bahkan dalam rapat bersama organisasi profesi tersebut, dihadiri langsung oleh ketuanya.

Kemudian juga ada kesimpulan bersama dalam pembahasan. Jadi Budi mengelak jika BPJS Kesehatan dinilai terlalu masuk ke urusan medis yang itu ranahnya tenaga medis. (tau/jun/wan/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Harus Ambil Alih Masalah BPJS Kesehatan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler