jpnn.com - JAKARTA - Lebih dari 90 penyelenggara pemilu, baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum mendapat vonis pemecatan pada masa-masa akhir jabatannya.
BACA JUGA: Ketua DKPP : KPU Daerah Terseret Kultur Birokrasi
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqqie menyatakan, di akhir masa jabatannya, penyelenggara pemilu yang divonis pemberhentian tetap secara sadar maupun tidak sadar telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik, dengan berpihak kepada satu peserta/pasangan calon dibandingkan bertindak netral.
BACA JUGA: Masih Banyak KPUD Bermasalah
Hal tersebut disampaikan oleh Jimly, di sela-sela open house yang digelar di kediamannya, Jakarta, kemarin (10/8). Jimly menyatakan, seluruh KPU daerah terutama provinsi akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2013.
Angka statistik membuktikan, pada tahun 2013, lebih dari 60 penyelenggara pemilu yang dipecat oleh DKPP akibat melanggar kode etik. Jumlah ini lebih banyak daripada tahun 2012, dimana "hanya" 31 penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP.
BACA JUGA: DKPP Pecat 84 Penyelenggara Pemilu
"Mumpung mau pergantian, tanpa sadar dia dimanfaatkan," ujar Jimly kepada wartawan.
Jimly menilai fenomena banyaknya pemecatan, juga disebabkan faktor latar belakang komisioner KPU di daerah. Rata-rata komisioner KPU di daerah berusia muda, merupakan mantan aktivis, dan kebetulan, gaji penyelenggara pemilu di daerah terbilang masih rendah.
"Kebetulan syaratnya pun berat. Sehingga belum establish," duganya.
Karena di ujung pergantian masa jabatan, sejumlah komisioner KPU ini dimanfaatkan sejumlah pihak, terutama Incumbent. Jimly menyatakan, DKPP banyak menemukan fakta tersebut terjadi di persidangan. "Kasus yg kami temukan, umumnya begitu. Apalagi terkait incumbent," ujarnya menegaskan.
Kultur daerah yang kuat, menurut Jimly, membuat politisasi penyelenggaraan pemilu di daerah berpengaruh kepada penyelenggara. DKPP, ujar dia, dalam hal ini tidak asal dalam memberikan vonis atas pelanggaran kode etik yang terjadi.
"DKPP berusaha keras tidak main pecat. Sambil menyelamatkan institusi," ujarnya.
Dalam hal ini, oknum yang berpotensi membahayakan penyelenggaraan institusi pemilu, tidak akan segan-segan diberhentikan DKPP. Namun, saat ini masih banyak penyelenggara pemilu yang hanya diberi peringatan saja. "Jadi pelanggaran terjadi bukan karena niatnya, kita beri peringatan," ujarnya.
Jimly menambahkan, proses di DKPP tidak menutup kemungkinan adanya indikasi pidana. Dalam hal ini, proses pidana bisa diteruskan oleh lembaga yang berwenang.
"Kami sudah bicara dengan Kapolri dan Jaksa Agung, jika ada tindak pidana berat, kami tidak bisa membiarkan," tandasnya. (bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disurati PPP, Ketua DKPP Diminta Perbaiki Sikap
Redaktur : Tim Redaksi