jpnn.com - BENJINA - Satu setengah tahun sudah dokter Kartika Setyawaty bertugas di Pulau Maekoor, Kecamatan Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku sebagai Kepala Klinik di PT Pusaka Benjina Resources (PBR).
Sebagai dokter umum di PBR, Kartika tidak hanya bertugas mengurusi kesehatan seluruh karyawan PBR, tapi dia tidak bisa mengelak untuk melayani pasien yang berasal dari pulau-pulau sekitar Maekoor.
BACA JUGA: Disetujui Jadi Kapolri, Badrodin Mulai Bicara soal Kriteria Calon Wakapolri
"Kalau masyarakat yang datang ke klinik ini umumnya kasus endemis seperti malaria yang disebabkan oleh nyamuk pada musim-musim tertentu atau korban tabrakan kendaraan bermotor," kata Kartika di Klinik Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Kamis (16/4).
Tapi Kartika mengatakan, pekerjaan rutin sebagai dokter yang setiap hari harus dia lakukan adalah menangani korban minuman keras (miras) para nelayan asal Thailand yang bekerja di PT PBR.
BACA JUGA: Duh.. Di Benjina, Nelayan Thailand Jual Ikan hanya untuk Mabuk
"Nelayan lokal relatif tidak tergantung dengan miras. Tapi yang namanya nelayan Thailand, begitu punya uang dari hasil penangkapan ikan umumnya menggunakan waktu istirahatnya untuk mengonsumsi miras lalu mabuk," ujar Kartika.
Untuk mendapatkan miras, menurut Kartika, biasanya mereka menyeberang ke pulau-pulau terdekat dan mengonsumsinya di sana sebab di kawasan PBR dilarang membawa miras. "Setelah mabuk, baru para nelayan Thailand itu kembali ke area PBR," ungkapnya.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Ingatkan Bupati Kobar Tak Komentari Kasus Zulfahmi
Masalah muncul umumnya ketika ada di antara mereka itu mabuk lalu bikin rusuh. "Tradisi mereka biasanya pasti ramai-ramai menghajar rekannya yang mabuk itu hingga babak belur lalu diantar ke klinik minta diobati," kata alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi itu.
Kasus yang juga sering terjadi, nelayan Thailand yang mabuk itu terjatuh saat akan naik perahu penyeberangan dan kepalanya robek akibat membentur benda keras. "Tapi ini semua bersumber dari miras. Apakah berantem sesama mereka atau kepala bocor, semua di bawah pengaruh miras," tegasnya.
Kejadian tersebut berlangsung tidak mengenal waktu. "Pokoknya, begitu selesai melaut dan hasil tangkapan bagus, ujung-ujungnya mereka itu mabuk. Makanya, pagi, sore bahkan malam hari, nelayan Thailand korban miras pasti diantar ke klinik. Padahal, sudah banyak mereka itu dipecat akibat miras, tapi tak kapok-kapoknya. Mungkin budayanya seperti itu ya?" kata dokter kelahiran Manado itu.
Ditanya soal adanya pemberitaan dari Thailand bahwa di kawasan PBR ada penjara? Kartika menyatakan tersinggung dengan itu.
"Terus terang, saya tersinggung dan tidak nyaman dengan pemberitaan di area PBR ada penjara. Itu detensi imigrasi yang digunakan untuk mengisolasi nelayan Thailand yang sedang mabuk. Kalau kesadarannya sudah pulih, dikeluarkan lagi dari ruang itu. Rata-rata mereka berada di ruang itu dua setengah jam," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bareskrim Ingatkan Ujang Iskandar Tak Usah Komentari Kasus Zulfahmi
Redaktur : Tim Redaksi