Dokter Jangan Hanya Menunggu Orang Sakit di Poliklinik

OLEH : TITIK ANDRIYANI, Jakarta

Senin, 09 November 2009 – 05:10 WIB
Farid Anfasa Moeloek di ruang kerjanya klinik Raden Saleh. Foto: Titik Andriyani//Jawa Pos
Nila Djuwita Anfasa Moeloek nyaris menjadi menteri kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu IIMunculnya Nila mengingatkan orang pada nama menteri kesehatan sepuluh tahun lalu, Farid Anfasa Moeloek dan tokoh kedokteran Abdul Moeloek

BACA JUGA: Dibalik Najwa Shihab Taklukkan Ary Muladi

Ada hubungan ketiganya?



Nama Abdul Moeloek dan dunia kesehatan Indonesia tak bisa dipisahkan
Sebab, sebagian besar anggota keluarga trah Moeloek mendidikasikan hidupnya di bidang ini

BACA JUGA: Desersi karena Tentara Sekutu Besar dan Sangar

Rumah Sakit dr H Abdul Moeloek di Bandar Lampung adalah salah satu buktinya
Nama RS tersebut diambil dari nama dr H Abdul Moeloek, yang tak lain ayahanda dr Farid Anfasa Moeloek atau mertua Nila Djuwita Anfasa Moeloek.

Farid sendiri pernah mencurahkan hidupnya sebagai menteri kesehatan RI pada 1998?1999

BACA JUGA: Desersi karena Tentara Sekutu Besar dan Sangar

Sedangkan sang adik, Prof Dr Nukman Moeloek SpAnd hingga kini masih tercatat sebagai guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaBukan hanya mereka"Paman saya, Sutan Assin, adalah ahli bedahJuga ipar, sepupu, dan mertua laki-laki saya," terang Farid.
 
Jodoh Farid juga tak jauh-jauh dari profesi keluarganyaIstrinya, Nila Djuwita Anfasa Moeloek, juga seorang dokterBahkan, Nila nyaris menduduki kursi MenkesSayang, di penghujung penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu II, Nila kandas dan digantikan Endang Rahayu Sedyaningsih

Farid menuturkan, sejarah panjang keluarganya sebagai trah dokter memang dimulai dari ayahnya, dr Abdul MoeloekAyahnya lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 1909Pada usia 12 tahun Moeloek merantau ke Batavia (Jakarta)Sempat kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Bogor, setahun kemudian Moeloek memutuskan pindah ke Stovia, sekolah kedokteran yang didirikan BelandaGedung Stovia sekarang menjadi gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan Abdur Rahman Saleh.
 
Kiprah Abdul Moelek di dunia kedokteran dimulai saat lulus kuliah pada masa pendudukan JepangKetika itu, tentara Jepang memiliki misi membunuh para intelektual IndonesiaBeberapa dokter menjadi korbanMoeloek pun tak ingin mati sia-siaDia lantas memutuskan hijrah ke SemarangDi kota itu dia menjadi salah seorang tenaga medis di RS dokter KaryadiMoeloek hanya beberapa tahun menetap di SemarangSetelah itu, dia memutuskan mengasingkan diri di Desa Winong, Kota Liwa, Lampung Barat

Di kota kecil itulah Farid lahirYaitu, pada 1944Selama bersembunyi di kota itu, Moeloek mengabdikan diri menjadi dokter bagi rakyat kecilSedangkan istrinya menjadi guru dan mengajari masyarakat sekitarTak urung, keluarga Moeloek amat disegani dan dituakan di kota tersebut"Ayah saya memiliki banyak anak angkatLama tinggal di Lampung, sampai sekarang saya pun merasa sebagai orang Lampung," ungkap Farid

Ketika Indonesia merdeka, keluarga Moeloek memutuskan hijrah lagi ke Tanjung Karang, LampungDi kota itu Moeloek mengambil alih pengelolaan RS Tanjung Karang dari tentara JepangKemudian, Moeloek ditunjuk sebagai kepala rumah sakit ituSetelah wafat pada 1973, DPRD Lampung sepakat menamai RS Tanjung Karang dengan nama RS dr H Abdul MoeloekHal itu dilakukan untuk menghormati dedikasi dan jasa Moeloek bagi masyarakat Lampung.
 
Dedikasi dan ajaran Moeloek kini masih mengalir di dalam darah anak-anaknyaFarid adalah salah satunyaSetelah lulus SMA di Tanjung Karang, Farid masuk Fakultas Teknik Sipil, ITBNamun, studi itu ditempuhnya hanya beberapa saatSebab, hati kecilnya seolah memanggil untuk mengambil jurusan kedokteran, mengikuti jejak ayahnyaFarid pun banting setirDia ikut ujian di FK UI dan lulusSetelah lulus sebagai dokter umum, Moeloek mengambil spesialis obgyn dan gynecology (kandungan dan kebidanan)Setelah itu, Farid memutuskan
mengambil gelar doktor (PhD) di Johns Hopkins University (AS)Kebetulan, kata dia, ketika itu ada kerja sama antara UI dan universitas di negeri Paman Sam tersebutFarid berhasil lulus cumlaudeSebuah prestasi yang membanggakan bagi dirinya

Karirnya di bidang kedokteran berawal saat dia menjadi staf pengajar di FK UIDia mengajarkan ilmu kebidanan dan ilmu lingkunganHingga kini dia masih mengajar di sanaFarid juga sempat dipercaya menjadi direktur Pascasarjana UI pada 1991?1998Dalam kurun waktu itu, dia juga aktif di sejumlah organisasiSalah satunya, memimpin asosiasi internasional kesehatan reproductive and healthDia juga sebagai anggota MPR.
 
Karena itu, pada 1998, saat Soeharto terpilih kembali menjadi presiden RI, Farid dipercaya menduduki jabatan MenkesSayang, puncak karirnya tak berlangsung lamaKetika Soeharto lengser, kabinetnya juga turut bubarNamun, saat Soeharto digantikan B.JHabibie, Moeloek kembali mendapat kepercayaan menduduki kursi tersebutDia pun resmi menjadi Menkes periode 1998?1999

Kini, setelah tak menjadi pejabat, Farid kembali ke habitat aslinyaPraktik sebagai dokterSebab, dia tidak ingin pengabdiannya terhadap negeri berhenti sampai di situApalagi, dalam frame otaknya, masih tersimpan konsep tentang penanganan kesehatan masyarakat ?yang dia amat yakin konsep itu bisa memutus rantai kemiskinan dan kebodohan di Indonesia

Menurut dia, dua akar persoalan tersebut yang membuat bangsa ini terseok-seokKedokteran dan kesehatan, lanjutnya, bagai dua sisi mata uangKedokteran hanya arti kata sempit, sedangkan kesehatan merujuk pada persoalan yang lebih luasMoeloek menjelaskan, konotasi kesehatan saat ini seolah-seolah hanya fokus terhadap pelayanan dasar, seperti puskesmas dan rumah sakitPadahal, katanya, di dalam konsep kesehatan, sejatinya ada problem kesehatan keluarga, air bersih, rumah sehat, lingkungan sehat, gizi, maupun olahraga"Ada korelasi yang erat antara kesehatan dan individu, keluarga, masyarakat, dan perilaku bangsa," tuturnya

Dia mengilustrasikan, merokok dinilai amat merugikan bangsa iniBetapa tidak, separo pendapatan masyarakat kerap dihabiskan untuk mengisap zat adiktif yang beracun tersebutDampaknya, kata dia, tak hanya terhadap kesehatan, tapi juga problem sosial"Bisa mengurangi jatah untuk anak-anaknya, merusak IQ anak, dan ujung-ujungnya terhadap kemiskinanJadi, kalau hukum merokok itu makruh, bagi saya itu haram," ujarnya.

Hal itu, kata dia, menjadi tanggung jawab dokterMenurut dia, seorang dokter sejati adalah mereka yang bisa menjadi agent of change (agen perubahan)"Bukan hanya menunggu orang sakit di poliklinik, tapi bagaimana bisa menyehatkan masyarakatKalau hanya menunggu orang sakit, berarti belum menjalankan fungsi dokter," jelasnya.
 
Indonesia, kata dia, membutuhkan konsep sehat yang holistikKonsep tersebut pernah dia implementasikan saat menjabat MenkesSayang, impian dan angan-angannya untuk menyehatkan masyarakat Indonesia belum tuntasDalam mimpinya, Farid amat berharap agar setiap orang memiliki dokter pribadi"Tak peduli dia abang becak, tukang parkir, guru, atau kuli bangunanMereka layak mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik," ucapnyaHal itu, kata dia, bukanlah sebuah keniscayaan.
 
Dia menggambarkan, satu dokter bisa mengontrol kesehatan 2.500 pendudukNah, jika penduduk Indonesia berjumlah sekitar 200 juta jiwa, dibutuhkan sekitar 80 ribu dokter untuk memantau kesehatan masyarakat secara berkalaDokter tersebut, kata dia, harus memiliki database rekam medis setiap pasien yang berada di bawah tanggung jawabnyaUntuk itu, pemerintah bisa menggelontorkan sejumlah dana terhadap dokter tersebut"Anggaran itu untuk biaya asuransiMisalnya, dokter diberi Rp 40 juta untuk menangani sekian pasienTugas dokter itu adalah menyehatkan merekaJika masyarakat sehat, saya yakin biaya kesehatan dapat ditekan," ungkapnya

Saat ini konsep Indonesia sehat mungkin masih di awang-awangAlih-alih konsep itu ada yang meneruskan, yang terjadi justru para dokter berlomba agar pasiennya terus bertambah"Mindset inilah yang harus diubahDokter itu harus berperan sebagai agent of changeBagaimana semua orang bisa memiliki dokter pribadi jika dokter sekarang hanya berorientasi materi," cetusnya dengan mata berkaca-kacaKarena itu, Farid bertekad terus mengabdikan diri untuk masyarakat"Selama bisa, saya dan istri akan terus berupaya untuk masyarakat," ucapnya

Sang istri sendiri, setelah batal menjadi menteri, juga kembali ke dunianya sebagai dokter di RS Mata Aini JakartaFarid dan Nila kebetulan sama-sama berprofesi sebagai dokterDan, itu bukan pilih-pilih?Bu Nila dulu adik kelas saya di UIHubungan kami ya berawal dari situ,? kata Farid.Selain praktik di RS Mata Aini, Nila aktif sebagai ketua umum Dharma Wanita Persatuan Pusat untuk masa bakti 2004-2009"Dia aktif di situ sudah 10 tahun," terang FaridTak hanya itu, Nila juga konsens di Perhimpunan Dokter Mata Indonesia"Memang istri saya masih suka aktif di luar," ucapnya

Farid-Nila boleh dibilang pasangan yang amat serasiTak hanya sebagai pasangan, tapi juga minat dan ketertarikan mereka terhadap bidang kesehatanHal itu mereka sadari betul saat pertama berkenalanSayang, dinasti dokter di keluarga Moeleok akan terputusSebab, anak-anak pasangan Farid-Nila tak satu pun yang tertarik melanjutkannyaAnak pertama mereka, Muh Reiza, sekarang tinggal di InggrisAdiknya, Puti Alifah, juga memutuskan menjadi arsitek dan seniman di PrancisSedangkan, anak bungsunya, Puti Annisa, lebih memilih bekerja di swasta"Kami memberikan kebebasan kepada anak-anak mau jadi apa saja, asal bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain," ucapnya

Soal kegagalan Nila menjadi Menkes, Farid sudah tak mau membahasnyaMeskipun, seandainya Nila berhasil jadi Menkes, dia yakin konsep yang pernah dia terapkan itu bisa dilanjutkan istrinya"Tapi, kami sudah tutup buku tentang masalah itu," ucap Farid(nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dapat SMS, Dicemooh Cari Muka dan Popularitas


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler