Desersi karena Tentara Sekutu Besar dan Sangar

LAPORAN AGUNG PUTU ISKANDAR, Bangkok

Sabtu, 07 November 2009 – 08:33 WIB
Aman, mantan Heiho yang kini menetap di Thailand. FOTO. PUTU ISKANDAR/JP
Masa penjajahan membuat banyak orang Indonesia tersebarSalah satu di antaranya di Thailand

BACA JUGA: Desersi karena Tentara Sekutu Besar dan Sangar

Beberapa orang anggota Heiho terdampar di negeri itu karena ikut perang bersama Jepang
Aman adalah satu-satunya mantan tentara Heiho yang tersisa di Bangkok

BACA JUGA: Dapat SMS, Dicemooh Cari Muka dan Popularitas


 
 
Rumah Aman berada di kampung Samrong, Samrong Nue atau Samrong Utara, Provinsi Samutprakan, Thailand
Sekitar 50 kilometer dari pusat kota Bangkok

BACA JUGA: Flamboyan, Gampang Luluh dengan Wanita

Kampung tersebut adalah perumahan sederhana, namun cukup bagusUmumnya para penghuninya adalah kalangan menengah.Saat mendatangi rumah Aman pekan lalu, Jawa Pos didampingi Kamron Naradjebhusit, anak kedua AmanKamron paham dan bisa berbicara bahasa Indonesia, meski tak terlalu sempurna"Tunggu, duduk di siniSaya akan panggil bapak saya, Aman," kata Kamron, lantas mempersilakan untuk menunggu di salah satu rumah keponakan Kamron
 
Aman, rupanya, lelaki yang ramahDia bahkan sangat "haus" bertemu dengan orang-orang dari IndonesiaSaat masih berada di jalan menuju rumah tempat Jawa Pos menunggu, lelaki 87 tahun itu langsung berteriak keras"Ada tamu dari mana," teriak AmanPadahal, belum juga dia sampai di rumah tersebut.
 
Begitu bertemu, Aman langsung menyalami dan memeluk Jawa PosDia mengenakan batik cokelat dan sarung kotak-kotak biruBatik yang dikenakan Aman bukan "batik" Thailand, tapi batik Garut"Pak Aman diberi orang di Embassy," katanya
 
Saat bertemu dengan Jawa Pos, lelaki yang berjalan dengan tongkat itu terus mengumbar senyum dan langsung memberondong sejumlah pertanyaanPertanyaan yang pertama dia sodorkan adalah, "Kepala Kementrian Luar Negeri-nya siapa" Alex Alatas, ya?" ujarnya
 
Maksud Aman dengan nama Alex Alatas adalah Ali AlatasAman karib memanggil Ali Alatas dengan nama AlexMereka berdua akrab saat Ali bertugas sebagai diplomat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ThailandKetika itu, Aman menjadi salah seorang staf di KBRI ThailandSaat Jawa Pos mengatakan bahwa Ali Alatas sudah meninggal tahun lalu, Aman kagetDia terhenyak dan matanya tiba-tiba sembabDia tak menyangka teman ngobrol saat bertugas di KBRI itu sudah tiada"Sudah meninggal ya," katanya lirih.
 
Lelaki asli Bandung itu adalah mantan anggota Heiho, pasukan bentukan Jepang untuk menjaga kekuasaannya di IndonesiaPara anggota Heiho diambil dari orang-orang pribumiAwalnya, pasukan itu dibentuk untuk membantu pekerjaan kasar tentara JepangNamun, lambat laun, karena kebutuhan pasukan meningkat, Heiho naik pangkatMereka boleh mengangkat senjataBahkan, beberapa di antara mereka dikirim ke beberapa medan perangSalah satu di antara adalah Thailand
 
Aman menuturkan, dirinya dipanggil menjadi tentara Heiho pada 1942Bapak empat anak itu menjalani serangkaian pelatihan di daerah BandungMenurut Aman, pelatihan tentara Heiho sangat beratAnak buah salah sedikit, komandan main pukulPernah, Aman kurang dalam menekan pedal kopling mobil jipAkibatnya, laju jip tersendat-sendat"Saya disuruh turun, kemudian kepala saya dipukul," katanya sambil menunjukkan pelipis kiri dan kanannya.
 
Selain itu, saat latihan baris berbaris, tiap anggota dibekali kayu sepanjang sekitar satu meterKayu itu ibarat senjata bagi calon tentara Heiho"Kami disuruh barisKayu itu kemudian ditusukkan ke perutTidak boleh jatuh, kalau jatuh dihukum," katanya.Pada 1944, Aman dibawa ke ThailandKetika itu, pasukan Jepang hendak menghadang pasukan Sekutu yang mau menyerbu IndonesiaNamun, saat sampai di Thailand, sejumlah anggota pasukan ciut nyaliMereka beranggapan, melawan Sekutu seperti bunuh diri"Badan anggota pasukan Sekutu besar-besarSenjatanya bagus-bagusNanti kena pelor mati," tutur Aman.
 
Sembilan orang di antara mereka memutuskan"desersi", termasuk AmanSelain Aman, mereka adalah Abdulkirom, Nasim (keduanya dari Jakarta), Basih dari Cirebon, Mamad dari Sukabumi, Ateng dari Majalaya, Endang Suriapi dari Bandung, Suganda dari Cianjur, dan Sobandi dari Bogor.
 
Begitu mendarat di pelabuhan Bangkok, mereka langsung kaburBeberapa di antara mereka bersembunyi di kampung Jawa di Distrik Sathorn, pusat kota Bangkok, sebuah perkampungan tempat perantauan asal Jawa menetap"Saya bersembunyi di masjid JawaSaya bersembunyi di balik tumpukan sajadah," ujarnya mengenang masa-masa pelarian itu
 
Agar tak diendus tentara Jepang, mereka berpencarSetiap hari mereka menginap di tempat-tempat berbedaSetelah Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada Agustus 1945, Aman dan rekan seperjuangan baru merasa tenangApalagi, pemerintah Thailand tak terlalu asing dengan orang Indonesia perantauan
 
Sejatinya, Aman ingin pulang ke IndonesiaNamun, karena tak ada biaya, dia lantas bekerja serabutan di BangkokBeberapa pekerjaan dia jalaniMulai tukang reparasi mesin jahit, pekerja serabutan di pelabuhan, hingga sopirGanti-ganti pekerjaan itu dia lakoni.
Suatu ketika dia memperbaiki sebuah mesin jahit milik seorang staf KBRISeringnya berinteraksi membuat staf tersebut menawarkan Aman bekerja di KBRI"Mau kerja nggakIni ada lowongan," katanya.
 
Aman langsung menyambut tawaran ituApalagi, lowongan itu pas dengan kemampuannya, yakni menjadi sopir KBRI"Saya dulu kan sering membawa mobil gerobak (pikap, Red)Itu sudah pekerjaan saya," katanya.Tidak semua para mantan tentara Heiho menetap di ThailandBegitu sudah punya uang cukup, beberapa di antara mereka pulang kampungNamun, tidak demikian halnya dengan AmanBeberapa tahun menetap di Thailand, dia kemudian menikah dengan Kamila, seorang wanita keturunan Tionghoa dari Indonesia yang lahir di Thailand
 
Pernikahan mereka menghasilkan empat anakYaitu, Kamnung, Kamron, Sumon, dan KamnvanSemua diberi nama belakang NaradjebhusitAman lupa mengapa menggunakan nama itu sebagai nama keluarganya"Katanya, biar sama dengan orang Thailand lainnya," ujar Kamron, lantas terkekeh.
 
Para eks tentara Heiho lantas membuat komunitasAnggotanya adalah para tentara yang kabur saat melawan sekutuNamun, karena usia, satu per satu di antara mereka meninggalAman adalah satu-satunya anggota Heiho yang masih hidup di ThailandTiap ingat para koleganya itu, Aman sering meneteskan air mata"Saya kangen punya kawan untuk diajak ngobrol," katanya
 
Kendati sudah beranak pinak di Thailand, Aman masih punya harapan untuk kembali pulangDia ingin berjumpa dengan tiga saudaranya"Saya tidak tahu apakah mereka masih hidup," ujarnya lirihRumah Aman di Bandung berada di kampung Cikadut, Sukamiskin, Kota BandungRumah itu berdiri di seberang Rumah Tahanan Sukamiskin"Dari rumah saya tinggal nyeberang ke buian maksudnya rutan, Red)," tuturnya
 
Saat Aman pergi ke Thailand, tiga saudaranya tinggal di rumah ituMereka adalah Atisah (anak pertama), Rukimah (anak kedua), dan Salmah (anak ketiga)Aman adalah ragil di antara empat bersaudara ituBapaknya bernama Mad IsakSejak "bertugas" ke Thailand, Aman tak pernah tahu kabar mereka"Makanya, saya ingin pulangApa mereka masih hidup atau tidak," katanya
 
Untuk mengobati kerinduannya akan Indonesia, Aman selalu menonton pertandingan sepak bola dan bulu tangkis, terutama yang dimainkan pemain IndonesiaKadang di televisi, kadang datang langsung ke lokasi pertandinganDia masih bisa mengingat pemain-pemain legendaris dua cabang olahraga itu"Saya suka Tan Joe HockBukan main, hebatKalau dia main, hati saya ikut gemetar," katanya
 
Di olahraga sepak bola, nama yang selalu lekat di hati Aman adalah Abdul KadirBahkan, saat pemain bola legendaris itu main di Bangkok, dia "memburunya" untuk sekadar bertemu"Saya ajak dia ke sini (rumah Aman, Red)Kami ngobrol lama," katanyaSampai sekarang Aman selalu ingin pulangSalah seorang staf KBRI menuturkan, suatu ketika, Aman mendatangi KBRI di BangkokDi sana dia menemui beberapa staf dan menyampaikan keinginannya untuk pulangStaf KBRI balik bertanya, memang Aman punya duit berapa untuk pulang" Aman menggelengTak ada duit sepeser pun"Saya bilang ke Pak Aman, kalau nggak ada duit nggak bisa pulangButuh duit banyak," ujar staf bagian humas itu, lantas tersenyum
 
Soal nasionalisme, Aman kadang merasa nelangsaDia yang asli Indonesia ternyata anak-anaknya menjadi warga negara Thailand"Sejak dulu saya ingin membawa mereka balik, tapi nggak bisaDi sini mereka sudah berkeluarga," katanya.Aman sendiri tak bisa melawan waktuDia tak berdaya menentang usiaBeberapa lama jeda wawancara, dia kembali bertanya"Kepala Kementerian Luar Negeri-nya siapa, Alex Alatas?" katanyaSaat Jawa Pos kembali mengatakan bahwa dia sudah meninggal, Aman kembali terdiamMatanya sembab(nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bibit Samad Rianto di Mata Keluarga dan Teman-Teman Semasa Muda


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler