jpnn.com, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menyatakan bahwa Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin sudah berbuat banyak di 100 hari pemerintahannya.
Menurut Donny, pada periode kedua ini bukan lagi melakukan campaigning, tetapi governing sehingga pelayanan bisa lebih ditingkatkan. "Jadi, bukan lagi pencitraan, tetapi sudah working, sudah governing, sehingga lebih banyak action. Semua masukan, sekecil apa pun, itu menjadi kontribusi positif bagi pemerintahan Jokowi -Ma'ruf," kata Donny dalam diskusi 100 Hari Kabinet Jokowi - Ma'ruf, di Jakarta, Sabtu (8/2).
BACA JUGA: 100 Hari Pertama, Mendikbud Nadiem Pamer 2 Paket Kebijakan Pendidikan
Menurut dia, sekarang orang banyak bicara soal 100 hari kerja pemerintahan, padahal visi misi Jokowi itu untuk lima tahun.
Dalam upaya itu, kata dia, Jokowi berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia dengan vocation training, meningkatkan investasi, kinerja berkualitas, dan reformasi birokrasi lebih efisien, cepat dan tanggap, serta APBN yang tepat sasaran.
BACA JUGA: Effendi Simbolon: Susunan Kabinet Jokowi Bukan The Dream Team
Artinya, jelas dia, subsidi tepat sasaran serta alokasi anggaran kementerian sesuai kebutuhan untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. "Nah, apa yang dilakukan 100 hari sudah banyak," tegasnya.
Dia mencontohkan pada hari ke-54 pemerintahan Jokowi - Ma'ruf, sudah melakukan mandatori B30. Seperti diketahui, B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. "Itu akan menghemat 9,5 juta kiloliter impor BBM. Ada devisa USD 13 miliar yang akan dihemat," katanya.
BACA JUGA: 100 Hari Pertama Jokowi-Maruf Bikin Pengusaha Muda Optimistis
Dia memahami banyak pula pihak yang meragukan persoalan yang tidak kasat mata dari pemerintahan Jokowi, salah satunya adalah persoalan hak asasi manusia (HAM).
Menurut dia, banyak yang menganggap pemerintah terlalu mementingkan pembangunan infrastruktur, tetapi kurang perhatian terhadap masalah HAM. "Saya harus luruskan persepsi itu," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa HAM itu adalah hak ekonomi, sosial, budaya (ekososbud), dan sipil politik. Nah, kata dia, pemerintahan Jokowi melihat bahwa ekososbud dan sipil politik itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
"Kesejahteraan, kebebasan, keamanan itu merupakan yang harus dipenuhi secara simultan dan berkorelasi satu sama lain," katanya.
Dia melanjutkan, kehadiran program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan. Menurut dia, kalau kesehatan dan pendidikan berkualitas, maka kualitas kebebasan pun akan lebih baik.
"Kebebasan berpendapat, berserikat, berkeyakinan, akan dilakukan dengan tingkat pendidikan cukup sehingga tdak menebar hoaks, serta mengumbar kebencian. Dengan kata lain akhirnya kualitas keamanan baik. Jadi, tidak bisa dilepaskan antara ekonomi, sosial, budaya, sipil politik dengan keamanan dan perdamaian," paparnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy