Dorong Kredit, BI Batasi Pembelian Obligasi

Minggu, 01 Oktober 2017 – 07:46 WIB
Bank Indonesia. Foto: Ilana Adi Perdana/Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) berencana mengubah aturan rasio pendanaan bank terhadap penyaluran kredit (loan to funding ratio/LFR).

Perubahan dilakukan agar bank mengurangi pembelian surat utang korporasi serta lebih banyak menyalurkan dana masyarakat ke kredit.

BACA JUGA: BI Janji Tak Persulit Uang Elektronik E-Commerce

Rasio LFR memperhitungkan dana pihak ketiga dan obligasi yang diterbitkan bank dalam rangka pendanaan (funding).

Nah, BI kini mengkaji untuk memasukkan obligasi korporasi yang dibeli bank untuk dimasukkan dalam unsur pinjaman (loan).

BACA JUGA: Uang Elektronik E-Commerce Tunggu Izin BI

Saat ini, obligasi korporasi yang dibeli bank dihitung sebagai aset, bukan penyaluran kredit.

Padahal, pembelian obligasi oleh perbankan cukup marak.

BACA JUGA: BI Pangkas Suku Bunga Acuan jadi 4,25 Persen

Lebih dari 50 persen obligasi korporasi yang diterbitkan di pasar modal diserap bank. Nilainya mencapai Rp 190 triliun.

Tidak semua obligasi dapat dianggap sebagai loan. Kriterianya dibatasi pada obligasi korporasi nonbank yang berada di pasar modal dengan rating minimum dan besaran minimum.

”Itu boleh dimasukkan dalam LFR bank. Mungkin nanti istilah LFR kami selaraskan menjadi financing to funding ratio,” ujar Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo, Jumat (29/9).

Rencana perubahan aturan dilakukan agar bank kembali fokus melaksanakan fungsi intermediasi perbankan, yakni menyalurkan kredit ke masyarakat.

Hal itu disebabkan pertumbuhan kredit secara year-on-year (yoy) masih single-digit, yakni 8,4 persen per Agustus 2017.

Padahal, penyaluran uang dari bank ke pasar modal cukup besar.

Artinya, bank mampu memberi dukungan finansial bagi korporasi melalui pasar modal dalam bentuk serapan obligasi.

Agus menilai situasi tersebut menunjukkan fungsi intermediasi bank sebenarnya cukup bagus.

Dengan memasukkan obligasi yang sudah diserap ke dalam LFR, Agus berharap bank semakin terdorong untuk berekspansi.

Namun, pembatasan perlu dilakukan agar bank tidak melupakan fungsi intermediasi.

Selain itu, dana bank tidak hanya mengalir ke korporasi, tetapi juga ke sektor-sektor riil dan UMKM.

’’Kami akan batasi supaya tidak berlebihan,” terang Agus.

Direktur Keuangan dan Treasury PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Iman Nugroho Soeko menegaskan masih menunggu kebijakan BI.

Namun, jika komponen obligasi korporasi dimasukkan dalam komponen LFR, LFR BTN akan bertambah tinggi.

Saat ini regulator hanya mengizinkan LFR 80–92 persen.

Sedangkan loan to deposit ratio (LDR) BTN pada semester pertama lalu mencapai 111 persen. (rin/c17/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Isi Ulang e-Money di Bawah Rp 200 Ribu Tak Dikenai Biaya


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler