Dorong Partai Pendukung Jokowi Mulai Kenalkan Nama Calon Menteri

Jumat, 12 Juli 2019 – 11:45 WIB
Pangi Syarwi Chaniago. Foto: dokumen JPNN.Com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Analis politik Pangi Syarwi Chaniago menilai power sharing cukup sulit untuk dilaksanakan secara adil alias gampang-gampang susah. Menurutnya, power sharing usai pemilu seperti membagi rampasan perang setelah menang perang.

Pangi mengatakan, akan banyak pahlawan kesiangan mengaku paling berkeringat bagi upaya pemenangan Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Selain itu, partai-partai politik pengusung duet yang beken dengan sebutan Jokowi - Ma’ruf itu tentu juga meminta balas jasa.

BACA JUGA: AM64 Gelar Pameran Poster Ucapan Selamat kepada Jokowi - Maruf

"Akibatnya, kompromi politik dan langkah akomodatif akan selalu menjadi jalan tengah yang akan diambil presiden terpilih untuk mengamankan posisinya dan untuk meredam gejolak politik," ujar Pangi di Jakarta, Jumat (11/7).

BACA JUGA: Kata Jokowi soal Kans Menteri Terseret Hukum Bakal Jadi Pembantunya Lagi

BACA JUGA: Anggota TKN Minta Keterwakilan Perempuan di Kabinet Jokowi - Maruf

Direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu menjelaskan, partai politik sebagai salah satu instrumen utama dalam sistem demokrasi memainkan peranan yang sangat penting dalam hiruk pikuk perebutan kekuasaan. Namun, Pangi menduga parpol akan mengabaikan etika dan fatsun politik sehingga tanpa malu-malu meminta jatah lebih atas kursi menteri yang sedang diperebutkan.

”Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, partai politik akan selalu mendominasi kursi menteri, sehingga mengabaikan partai politik adalah suatu hal yang mustahil," ucapnya.

BACA JUGA: Yakini Jokowi Punya Banyak Telik Sandi, PSI Ogah Sodor-Sodorkan Calon Menteri

Menurut Pangi, memang ada partai yang malu-malu kucing. Namun, ada juga partai yang terus bersuara dan tanpa basa-basi meminta sepuluh kursi menteri.

Tak hanya itu, kata Pangi, ada yang meminta Jokowi agar membedakan jatah kursi menteri untuk partai dan ormas yang ikut mendukung mantan wali kota Solo itu di Pilpres 2019. “ Apakah hal ini lumrah atau wajar meminta dan menyodorkan nama menteri?” katanya.

BACA JUGA: Pakar Hukum: Undang-Undang Melarang Ahok jadi Menteri

Menurut Pangi, membedakan menteri dari unsur partai dan profesional sudah tak relevan lagi. Dengan kata lain, dikotomi antara profesional dan kader partai sudah harus ditinggalkan.

Karena itu Pangi mengingatkan partai politik harus memastikan kader yang menjadi calon menteri harus profesional, berkemampuan dan ahli di bidangnya. Harapannya, hal itu tak menyulitkan Jokowi dalam memilih calon menteri dan menjalankan program-program pemerintahannya.

”Tantangan Pak Jokowi sangat berat ke depannya. Salah mengambil menteri, sama saja bunuh diri bagi pemerintahan Jokowi. Jokowi harus penuh kehati-hatian dalam merekrut pembantunya. Sudah saatnya pemerintahan Jokowi periode kedua ini lebih fokus pada kinerja ketimbang citra untuk dapat meninggalkan legacy yang dapat dikenang dan menjadi sejarah dikemudian hari," ucapnya.

Karena itu Pangi menyarankan kepada parpol pendukung Jokowi agar mulai menyosialisasikan nama-nama kader yang hendak diusung sebagai calon menteri. Dengan demikian masyarakat bisa ikut menilainya.

"Saya menilai, calon menteri yang sudah direkomendasikan partai ke saku presiden sangat penting disosialisasikan ke masyarakat agar tidak salah pilih. Ingat, melibatkan rakyat langsung mengawasi proses rekrutmen bagian dari partisipasi politik," pungkas Pangi.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebaiknya Golkar Punya Kepastian soal Ketum Sebelum Jokowi Dilantik Lagi


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler