Dorong Perencanaan dan Penganggaran Inklusif Lewat Implementasi RIPD

Jumat, 01 Oktober 2021 – 22:04 WIB
Para pembicara webinar bertajuk ‘Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD): Inisiatif Pembangunan Inklusif Disabilitas di Tingkat Daerah’ yang diselengarakan Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) di Jakarta, Kamis (30/9). Foto: Flyer Bappenas

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas Maliki mengatakan saat ini penyandang disabilitas menghadapi berbagai keterbatasan akses.

Menurut Maliki, keterbatasan akses tersebut tidak hanya di bidang pendidikan, namun juga infrastruktur, peradilan, kesehatan, layanan kependudukan, sampai pada aspek ketenagakerjaan. Hal ini tentunya mengakibatkan  masalah kerentanan dan kemiskinan.

BACA JUGA: Hampir 100 Persen, Vaksinasi Bagi Penyandang Disabilitas di Jawa-Bali Sukses

“Penyandang disabilitas harus mengeluarkan biaya ekstra dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk pemenuhan alat bantu maupun pendampingan. Apalagi selama dua tahun ini, kita mengalami Pandemi Covid-19. Penyandang disabilitas termasuk kelompok masyarakat rentan yang sangat terpengaruh, baik dari aspek sosial, kesehatan, maupun ekonomi,” ujar Maliki dalam Webinar sehari bertajuk ‘Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD): Inisiatif Pembangunan Inklusif Disabilitas di Tingkat Daerah’ yang diselengarakan Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) di Jakarta, Kamis (30/9).

Lebih lanjut, Maliki mengatakan berdasarkan analisis inklusifitas dan evaluasi program, pemerintah Indonesia bersama Organisasi Penyandang Disabilitas berupaya mewujudkan pembangunan yang inklusif melalui implementasi Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 sebagai amanat UU 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

BACA JUGA: Kemensos dan KSP Siap Berkolaborasi Bantu Penyandang Disabilitas Berat

Terdapat perubahan paradigma pembangunan dalam implementasi regulasi tersebut, dimana bukan hanya urusan sosial saja, melainkan menjadi tanggung jawab multisektor 7 sasaran strategis meliputi pendataan dan perencanaan inklusif, lingkungan tanpa hambatan, perlindungan hak dan akses politik dan keadilan, pemberdayaan dan kemandirian,ekonomi inklusif, pendidikan dan keterampilan, dan kesehatan.

Sementara itu, Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Pungky Sumadi menjelaskan Kementerian PPN/Bappenas mendapatkan amanat untuk menjalankan Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) sebagai upaya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas di segala sektor pembangunan.

BACA JUGA: 95 Persen Penyandang Disabilitas Telah Terima Vaksin Dosis Pertama di 6 Provinsi Ini

RIPD kemudian diterjemahkan dalam strategi dan kebijakan yang lebih operasional dalam periode lima tahunan di dalam Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 untuk dilaksanakan oleh 34 Kementerian/Lembaga dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN PD) dan 34 Pemerintah Provinsi dalam Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD).

Webinar ini sekaligus menjadi sarana sosialisasi penyusunan RAD PD Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 bekerja sama dengan Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri dalam perencanaan dan penganggaran inklusif disabilitas di tingkat Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota.

RAD PD akan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur yang dikoordinasikan langsung oleh Bappeda Provinsi atau Tim Koordinasi RAD PD Provinsi untuk program kerja beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai target 7 sasaran strategis.

Selain itu, perencanaan dan penganggaran tersebut perlu dievaluasi tahunan dalam rangka pelaporan kepada Presiden setiap tahun atau apabila sewaktu-waktu diminta.

Evaluasi perencanaan dan penganggaran RAD PD dapat terpetakan melalui pemetaan nomenklatur RKPD pada Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) milik Kementerian Dalam Negeri.

Kolaborasi ini diharapkan mampu mempercepat perluasan pembangunan inklusif serta pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas di berbagai aspek kehidupan.

Adapun narasumber webinar RAD-PD adalah Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Hari Nur Cahya Murni, Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah Kemendagri Nyoto Suwignyo.

Selain itu, Minister Counsellor Governance and Human Develpoment, The Australian Embassy Kristen Bishop, Managing Director of Annika Linden Centre Mahomeda Arifin, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan Murul Fajar Desira, Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Ari Narsa JS, Kepala Dinas Sosial Jatim Alwi, Kepala BPKAD Papua Jems Telenggen, Ketua PPDFI Papua Robby Nyong, dan Gender & Inclusion Lead KOMPAK Ratna Fitriani.

Analisis Berbasis Data

Dari webinar yang menghadirkan banyak narasumber yang sangat terkait di bidangnya, dapat ditarik benang merah yakni membangun Indonesia secara inklusif menjadi komitmen Pemerintah Indonesia.

Salah satunya melalui pemenuhan hak Penyandang Disabilitas di semua sektor pembangunan. Setelah ditetapkannya Peraturan Menteri PPN/Bappenas No. 3 Tahun 2021 yang memuat Rencana Aksi Nasional dan amanat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas, babak baru pembangunan inklusif disabilitas menjadi komitmen kolaborasi pemerintah pusat dan daerah bersama sektor swasta, Organisasi Penyandang Disabilitas, dan seluruh masyarakat.

Dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas, Kementerian PPN/Bappenas mengedepankan aspek analisis berbasis data, evaluasi capaian program sebelumnya, dan juga keterlibatan Organisasi Penyandang Disabilitas.

Berdasarkan Susenas Maret 2020, saat ini penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 272 juta jiwa dengan komposisi pendudukPenyandang Disabilitas mencapai 23 juta jiwa. Sekitar 6,2 juta jiwa (2,3%) diantaranyamerupakan Penyandang Disabilitas kategori sedang-berat.

Sementara itu, sebaran Penyandang Disabilitas di Indonesia cukup beragam. Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah Penyandang Disabilitas terbesar di Indonesia dengan masing-masing perkiraan lebih dari satu juta jiwa.

Meskipun secara persentase terhadap total penduduk, provinsi Sulawesi Selatan menduduki posisi yang tertinggi (2,8%).

Sebaran penduduk Penyandang Disabilitas menjadi fokus pembangunan terkait pemenuhan hak dan kesempatan yang sama.

Meskipun tren Penyandang Disabilitas meningkat seiring peningkatan usia. Dengan 56 persennya merupakan lansia (usia 60+), sebanyak 2,9 juta Penyandang Disabilitas termasuk dalam kategori usia produktif (15-64 tahun).

Kelompok ini membutuhkan aksesibilitas dan fasilitasi untuk berdaya, menjadi mandiri serta produktif.

Namun, besaran proporsi Penyandang Disabilitas usia produktif di Indonesia tidak sejalan dengan capaian pendidikan yang ada saat ini. Sebanyak 39 persen Penyandang Disabilitas putus sekolah dan tidak memiliki ijazah.

Diperkirakan hanya sebesar 115 ribu orang Penyandang Disabilitas dengan ijazah Pendidikan tinggi (S1 ke atas). Hal ini berimplikasi pada besarnya proporsi Penyandang Disabilitas yang bekerja pada sektor informal (Susenas, 2020).

Oleh karena itu, tingkat kemiskinan di kalangan penyandang disabilitas pun relatif lebih tinggi yaitu di angka 14,53% daripada tingkat kemiskinan secara nasional sebesar 9,78% di tahun 2020.

Kurangnya latar belakang Pendidikan penduduk penyandang disabilitas menyebabkan terjadinya gap pemenuhan kuota pekerja baik di lingkungan pemerintah maupun swasta. Evaluasi capaian di bidang ketenagakerjaan, rekapitulasi kuota penerimaan CPNS Tahun 2019, persentase ASN Disabilitas yang diterima dari total 152.239 formasi pusat dan daerah baru mencapai 1,4% (BKN, 2020).

Hal ini belum sepenuhnya memenuhi amanat UU 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas terkait kuota pekerja Penyandang Disabilitas pada sektor pemerintahan paling sedikit 2% dan sektor swasta paling sedikit 1 persen.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler