DPD, Bawaslu dan KPU Rapat Bareng Soal Putusan MK, Hasilnya?

Selasa, 24 Juli 2018 – 22:57 WIB
Pemilu 2019. ILUSTRASI. FOTO: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan melakukan rapat konsultasi dengan Ketua DPD Oesman Sapta Odang (Oso) di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (24/7).

Pertemuan itu membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menguji Pasal 182 Huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan MK itu melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.

BACA JUGA: Kepala Daerah Berhasil jika Menghadirkan Keadilan Sosial

Usai pertemuan tertutup itu, Arief mengatakan, implementasi putusan MK itu akan bersinggungan dengan banyak hal. Sebab, putusan itu baru dibacakan MK pada Senin 23 Juli 2018 itu. Sementara proses tahapan pencalonan sudah berjalan.

Arief mencontohkan, misalnya terkait calon-calon yang sudah mendaftar, alokasi waktu yang masih tersisa dalam tahapan, dan perbaikan regulasi. Sebab, putusan ini pasti akan ditindaklanjuti dengan merevisi aturan yang ada. "Jadi banyak faktor. Kami akan pelajari dulu bagaimana implementasinya nanti," katanya.

BACA JUGA: Perlu Regulasi Baru untuk Pembangunan Daerah Tertinggal

Arief tidak bisa menentukan batas waktunya. Namun, kata Arief, pada prinsipnya tidak boleh ada tahapan yang terganggu. "Jadi kapan pun ini diimplementasikan, substansi maupun tahapan pemilunya tidak boleh terganggu," ujarnya.

Dia mengaku tidak tahu berapa caleg DPD yang juga pengurus partai politik terkena dampak dari putusan MK tersebut. Sebab, pendaftaran anggota DPD dilakukan dari KPU provinsi. Arief akan mengecek dan menunggu laporan dari KPU provinsi. Yang jelas, kata Arief, putusan MK itu memiliki konsekuensi termasuk teknis pencalonan.

BACA JUGA: PDIP dan Gerindra Meroket, Partai Lain Makin Seret

Lebih lanjut, Arief mengatakan masih ada kesempatan caleg DPD berstatus pengurus parpol yang mundur untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR. “Sampai tanggal 31 (Juli) itu masih mungkin terjadi pergantian,” katanya.

Dia mengatakan, pergantian bisa dilakukan partai jika ada caleg yang tidak atau belum memenuhi syarat.

Namun, kata Arief, pergantian tidak bisa dilakukan jika calon sudah memenuhi persyaratan.

"Kalau ada yang tidak atau belum memenuhi syarat, partai punya dua opsi yakni memperbaiki syaratnya atau mengganti calegnya. Nah kalau itu diganti, ya silakan saja," katanya.

Wakil Ketua Komite I DPR Benny Rhamdani DPD heran dengan putusan MK tersebut. Dia menegaskan bahwa perkara di MK begitu banyak. Namun, lembaga yang dipimpin Anwar Usman itu tiba-tiba mengeluarkan putusan pada saat last minutes masa pendaftaran caleg DPD dan DPR. MK tidak memberikan kesempatan kepada caleg DPD yang mundur dari partai dan memilih mencalonkan diri menjadi anggota DPR.

"Itu minus sehari sebelum final pendaftaran calon DPD. Apa yang mau dipersiapkan jika calon DPD RI dalam waktu yang hanya tinggal satu hari terkait putusan itu?" kata Benny di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (24/7).

Dia menambahkan, ini putusan yang sangat berbahaya dan memiliki ancaman serius karena akan menghilangkan hak politik warga negara. "Ada sekitar 78 warga negara yang terkena dampaknya dan bakal hilang hak politiknya," katanya.

Benny menilai putusan ini kental aroma politisnya. Dia menegaskan DPD tidak pernah sama sekali diundang untuk ikut sidang. "Tidak pernah ya karena objeknya kan DPD. Jangankan diundang, diajak untuk konsultasi saja tidak pernah," jelasnya.

Dia menilai ini seolah-olah seperti operasi senyap. Gugatan itu didaftarkan April 2018. Namun, dalam tiga bulan sudah diputus MK. Selama sidang tidak pernah ada publikasi ke media.

"Jadi ini adalah operasi senyap dari oknum-oknum tertentu di MK yang memiliki kepentingan politis dan target politis sehingga keputusannya berbau politis," katanya.

Dia mengatakan DPD bukan tidak menerima putusan MK ini. Secara prinsip, DPD setuju semangat MK sebagaimana tertuang dalam putusan. Yakni DPD sebagai representasi daerah, sedangkan DPR merupakan representasinya partai.

"Yang kami tidak setuju ini berbau politis. Tiga bulan langsung putus, DPD tidak pernah diajak berkonsultasi, padahal sebagai objek sengketa," katanya.

Menurut Benny, putusan ini akan menimbulkan kegaduhan politik. Sebab, dia menegaskan, putusan MK ini menjadi ancaman yang sangat berbahaya dan serius karena bisa berakibat hilangnya hak politik warga negara yang diatur dalam konstitusi Pasal 38 Ayat 3 UUD 1945.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nono Sampono: Tanpa Budaya, Sebuah Bangsa Akan Hancur


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler